Sabtu, 19 Januari 2013

Sejarah Marintim



BAB III
PEMERINTAH DAN
KEGIATAN PERDAGANGAN—PELAYARAN
A.Perluasan Kekuasan Pemerintah
1.Ekspansi Politik
Sebagai realisasi dari perjanjian London 13 Agustus 1814, Inggris terpaksa mengembalikan Indonesia kepada Belanda. Karena VOC telah bubar, maka Pemerintah Hindia Belanda ditunjuk sebagai pewaris kompeni dagang,dengan demikian bekas pos-pos dagang VOC yang dikuasai Inggris dipantai barat Sumatra diserahkan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Tanggal 2 Mei 1819 merupakan tanggal resmi berkuasanya Pemerintah hindia Belanda di kawasan pantai barat Sumatra, penyerahan pantai barata kepada Pemerintah Hindia Belanda relatif terlambat dari daerah-daerah lain di Nusantara disebabkan oleh sikap penguasa Inggris yang mengulur-ulur waktu penyerahan.

Daerah pantai barat Sumatra yang diterima Pemerintah Hindia Belandamencangkup kawasan yang merentang dari Singkel di utara hingga croe di selatan, oleh Pemerintah Hindia Belanda daerah ini dibagi menjadi dua residentie,yaitu Residentie Padang dan Residentie  Bengkulu. Residentie Padang mencangkup daerah-daerah dari Singkel di utara hingga Indrapura di selatan, Residentie Bengkulu mulai dari Indrapura di utara hingga croe di selatan. Karesidenan ini hanya ada di atas kertas,sebab Inggris masih berkuasa di saana.
Walaupun secara teori daerah admistratif Residentie Padang meliputi kawasan dari Singkel hingga Indrapura,namun dalam realitasnya daerah yang betul-betul dikuasi Pemerintah Hindia Belanda pada periode awal,kekuasaan hanya terbatas pada kota Padang dan daerah pedalaman yang belum mereka kuasai. Sebagian besar daerah itu masih merdeka dan beberapa raja masih memerintah kerajaan-kerajaan kecil di kawasan tersebut,Disamping itu,obolga,Natal, dan Air Bagis kekuasaan Inggris masih eksis.Bahkan di daerah pedalaman pada waktu yang bersamaan tengah terjadi pergolakan sosial dan politik yang bisa membahayakan kedudukan Belanda di Kota Padang. Kaum Paderi tengah menagadakan perubahan dalam kehidupan beragama dan mengiginkan adanya perubahan sosial ke masyarakat.
Langkah pertama yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda setelah meneria daerah ini adalah mengaktualkan kekuasaan politiknya. Konflik-konflik internal yang terjadi di kalangan elite pribumi merupakan sarana yang sering dimanfaatkan oleh Pemerintah Belanda untuk mencapai tujuannya.Dalam suasana konflik kelompok-kelompok yang bersengketa sering meminta bantuan kepada pemerintah Belanda.
Secara umum sering dipahami bahwa Gerakan Paderi merupakn konflik antara ulama pembaharu Minangkabau dengan pemuka tradisional. Konflik ini terjadi sejak permulaan abad ke-19, kaum paderi ingin mengadakan pembaharuan dalam praktik-praktik keagamaan serta juga dalam lapangan sosial kemasyarakatan. Golongan pembaharuan ingin membersihkan agama dari berbagai unsur adat dan hal-hal bid’ah yang tidak relavan dengan ajaran islam.
Tahap awal konflik itu, pemuka tradisionalis berada dalam posisi yang terdesak. Kondisi itu mendorong mereka mencari jalan lain guna menyelamatkan dirnya denagan pemimpin Sutan Alam Bagagar Syah dan Datuk Palindih suatu rombongan yang terdiri dari 20 orang dan mengatasnamakan 103 orang penghulu dari Tanah dtar mendatangi Du Puy, Resident pantai barat yang berkedudukan di padang. Kedatangan rombongan pada tanggal 20 Februari 1821 trsebut bertujmeminta bantuan Pemerintah Hindia Belanda menghadapi ofensif yang semakin kuat dari Kaum Paderi. Permintaan bantuan tersebut disambut oleh Du Puy dan sebuah perjanjian segera di buat. Inti perajnjian itu adalah kaum penghulu akan menyerahkan Alam Minangkabau kepada Belanda asal mereka di bantu menghadapi kaum paderi.Walaupun pemerintah belum merestui sepenuhnya tetapi Du Puy sebagai Resident telah mengirim pasukan ke pedalaman, pengiriman pasukan itu dilakukan  dengan memduduki Benteng Simawang yakni bekas benteng yang didirikan dan dikuasai oleh pasukan pedalaman tahun 1818.
Benteng ini sangat strategis letaknya, terutama antara tanah datar ke daerah padang dan pariaman atau sebaliknya akan mudah terkontrol dengan menduduki benteng itu. Setelah menduduki Benteng Simawang, Belanda tidak melakukan manuver militer apa pun, Sikap diam ini berlangsung hinnga bulan Maret tepatnya sampai datangnya pasukan dan persenjataan lengkap dari Batavia. Pada bulan itu datang sebanyak 506 orang di bawah pimpinan Letkol.A.T.Raaf, sejak saat itu gerakan militer menghadapi kaum paderi di mulai. Kampanye militer Belanda pertama kali ditujukan ke tanah datar,pemilihan daerah operasi ini disamping didasari oleh kenyataan bahwa para penghulu daerah inilah yang meminta bantuan pada Belanda.Menurut sebaian sumber sampai tahun 1825 bantuan “ tentara ninik mamak “ atau yang juga disebut dengan gewapene Malaiers ini mencapai 6.000 orang. Namun menurut sumber yang lain jumlahnya pernah mencapai 12.000 orang, di samping ikut mengangkat senjata seperti tombak,keris,dan pedang, bantuan mereka yang  sesungguhnya sangat dibutuhkan Belanda untuk mengangkut barang-barang.
Kerjasama tentara Hindia Belanda dengan golongan tradisional dalam menghadapi dalam menghadapi kaum paderi memang membuahkan hasil yang baik. Satu demi satu daerah yang semula daerah yang dikuasai paderi jatuh ke tangan pasukan gabungan Belanda dengan kaum tradisional, dari tanah datar Belanda bergerak ke Agam dan selanjutnya ke lima puluh kota. Pada tahun 1825 Air Bangis,Natal,dan Potjan yang menjadi basis terakhir pemerintah Inggris diserahkan kembali kepada Pemerintah Hindia Belanda. Untuk memantapkan penguasaan dan pengawasan daerah-daerah yang telah ditaklukan pemerintah dalam struktur birokrasi di daerah ini. Nama karesidenan diganti menjadi Residentie Padang en Onderhoorigheden. Struktur birokrasi juga ditata ulang denagn menciptakan dualisme pemerintah yakni pemerintahan orang Eropa(Europeesche Bestuur-EB) dan pribumi (Inandsche Bestuur-IB).
Selain Resident, pada jajaran EB juga ada dua orang assistent resident yang mengepalai daerah administratif yang dinamakan District Padang dan District Minangkabau. District Padang mencangkup daerah padang dan sekitarnya, dan District Minangkabau meliputi Tanah Datar dan sekitarnya. Sedangkan IB diangakt dua orang hoofdregent yang mengepalai hoofdafdeeling, selanjutnya di angkat regen, angku lareh, dan kapalo nagari yang mengepalai regentschap,kelarasan dan negari. Memasuki pertengahan kedua dekade 1820-an Belanda mengurangi ofensif militernya, berbagai perajnjian dengan paderi dibuat. Pengurangan eskalasi pertempuran dan pembuatan berbagai perjanjian adalah sebuah siasat dari pemerintah Belanda untuk tetap bertahan. Pada tahun-tahun tersebut sebagian besar tentara yang ditempatkan di daerah ini tertarik ke jawa untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro.
Setelah perang diponegoro usai pemerintah Hindia Belanda betul-betul berkonsentrasi untuk segera mengakhiri perlawanan kaum paderi. Bahkan perjanjian Plakat yang ditandatangani tahun 1833 dilanggar oleh Belanda, tahun 1837 Benteng paderi terakhir di bonjol jatuh. Setelah benteng Bonjol jatuh lalu di tangkapla Tuanku Imam Bonjol sebagai pemimpin utama perlawanan, Setelah usainya perang yang menyita banyak energi dan biaya itulah kawasan pantai barat sebagai suatu unit administratif, waktu itu statusnya ditingkatkan menjadi sebuah provinsi denagan nama Gouvernment Sumatra’sa Westkust. Setelah Bonjol jatuh pemerintah melanjutkan kampanye militernya untuk menghabisi sisa-sisa perlawanan Paderi khususnya dan penghalang kekuasaannya. Tahun 1840 misalnya Baru dan Singkel bisa ditaklukan,dua tahun kemudian pusat-pusat perlawanan Paderi yang relatif kecil seperti di Batipuh dan Solok Selatan juga jatuh.
2. Penegakan Rust en Orde
Keputusan Belanda menyebut gerakan penegakan ketertiban dan keamanan dengan istilah menciptakan rust en orde. Aktivititas ini lebih banyak ditunjukan pada kegiatan masyarakat yang mengganggu kekuasaan mereka, gangguan-gangguan itu antara lain berupa kegiatan bajak laut, mauk masal, dan sabotase terhadap orang-orang dan institusi pemerintah atau terhadap kelompok masyarakat yang dianggap dekat denagan pemerintah.Kegiatan bajak laut telah mempunyai sejarah yang panjang di perairan Nusantara, hampir semua berita dan lapora pemerintah selalu mengaitkan kegiatan ini dengan pelanggaran terhadap kekuasaan yang sah. Dalam politik tindakan kekerasan hanya boleh dilaksanakan oleh negara dan itu pun dengan didasari oleh   hukum yang berlaku di negara tersbut. Pemerintah mempunyai hak untuk menahan atau menyita harata itu pantas di tahan dan di sita.
Perkembangan politik hingga akhir abad ke-19 menunjukkan bahwa kekuasaan Belanda semakin kuat mempengaruhi hampir semua aktivitas penduduk. Banyak pemimpin tradisional yang kehilangan kekuasaannya tetapi juga ada yang dapat menerima Pemerintah Belanda dan sebagianya tidak mau, kelompok yang tidak mau menerima akan di buang ke negara asing atau di penjara.
Bajak Laut hampir ditemukan di seluruh perairan indonesia, namun kawasan laut yang paling terkenal sebagai daerah operasi bajak laut adalh Selat Malaka, Laut Cina selatan dan kawasan sulawesi.  Kawasan-kawasan ini memang rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di kawasan pantai barat sumatra termasuk ke dalam kategori yang tidak menyeramkan.Tokoh bajak laut yang menjadi legenda di kawasan ini bernama panglima Mentawe, dia ,mempunyai anak buah sekitar 50 orang. Dalam beroperasi mereka menggunakan tiga buah kapal, perahu jenis ini dapat melaju denagan kencang. Panglima Menyawe dan anak buahnya sering ditakuti pada ssat dekade 1830-an. Tokoh-tokoh bajk laut yang masih aktif p0ada dekade pertengahan abad ke-19 juga berasal dari periode panglima Mentawe. Dua tokoh pemimpin gerombolan bajak laut tersebut adalh Sidi Mara dan Po Id, maing-masing tokoh mempunyai anak buah 20 orang.bajak laut diatas
Kegiantan bajak laut di atas berupa perampokan terhadap kapal-kapal niaga yang sedang berlayar, mereka mengambil semua isi kapal dan biasanya juga membunuh anak buah kapal. Hampir semua kapal yang di rampok adalah kapal orang pribumi dan cina yang ukuranya tidak terlalu besar,sedangkan kapal Eropa hampir tidak pernah menjadi korban perampokan karena kapal-kapal eropa biasanya dilengkapi senjata yanng jauh lebih lengkap dari pada kapal pribumi dan cina. Sasaran perampokan yang lain adalah perkampungan penduduk, biasanya yang berlokasi di daerah-daerah terpencil. Mereka merampok harta benda, dan menculik penduduk kampung untuk kemudian dijual sebagai budak. Budak merupakan komoditas perdagangan,tidak hanya di apntai barat tetapi juga di hampir seluruh kawasan Indonesia.
Disamping mempunyai motif ekonomi aktivitas bajak laut juga mempunyai motif politik. Kapal yang sering dirampok adalah kapal yang baru saja meninggalkan pelabuhan yang telah dikuasai Pemerintah Hindia Belanda. Untuk menanggulangi aktivitas bajak laut pemerintah Hindia Belanda mendirikan pos-pos pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali mengirim ekspedesi militer ke kawasan utara. Berkat usaha pemerintah itu, sejak tahun-tahun terakhir 1860-an sekarang tidak ada lagi laporan-laporan tentang bajak laut.
Berbeda dengan ekspansi politik yang jelas hasil akhirnya gerakan penegakan rust en orde nampak jauh lebih sulit untuk dilaksanakan, aktivitas ini tidak benar-benar tuntas di berantas dan tidak pernah tercapai. Walaupun demikian dengan dukungan aparat keamanan yang cukup lengkap dankuat pemerintah bisa tetap melakukan aktivitas politik dan juga ekonominya.
B. Kebijakan Ekonomi Pemerintah
1. Penghancuran potensi Niaga Paderi
Upaya Belanda memenangkan perang paderi di samping bertujuan untuk menguasai wilayah demi kepentingan politis juga dilatar belakangi oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis. Sama dengan yang terjadi pada lapangan politik, saingan utama belanda mendapatkan keuntungan ekonomis juga kaum paderi. Kaum paderi bukan hanya kelompok masyarakat yang memiliki ilmu agama yang luas dan mendalam tetapi juga sekelompok masyarakat yang kuat. Alasan yang dikatakan Du Puy ketika menyetujui pemberian bantuan kepada para penghulu Tanah Datar serta tindakannya menduduki Benteng Simawang adalah bukti nyata, bahwa kehebatan kaum paderi dalam berniaga telah diakui Pemerintah Belanda sejak hari-hari pertama mereka kembali berkuasa di daerah ini. Taktik yag dimiliki kaum paderi menghadapi Belanda juga memperlihatkan kehebatan strategi mereka dalam berperang sambil berniaga.
2. Monopoli dan Perdagangan ( semi) Bebas
Berbagai kebijakan ekonomi yang diperkenalkan Pemerintah Hindia Belanda dapat dikatakan sebagai pemerintah Hindia Belanda dapat dikatakan sebagai perpanjangan dari apa yang pernah diterapkan oleh VOC. Salah satu ciri yang paling khas adalah dari tradisi perdagangan yang dikembangkan oleh VOC adalah praktik perdagangan monopolistik.
Segera setelah menerima pantaii barat dari tangan inggris pemerintah hindia belanda  segera menerapkan kebiasaan perdagangan yang monopolistis. Hak penjualan pertama yang mereka lakukan adalah terhadap komoditas garam dan candi, yang kedua komoditas ini diberikan kepada para pachter.
Tahun 1823 adalah mengadakan berbagai macam pajak, seperti pajak ekpor- impor, pajak daerah, pajak pasar, pajak pelabuhan, dan uang tambat.untuk mereka yang lebih murah bila di bandingkkan denagna saudagar no Belanda.Dengan kata lain kehadiran saudagar-saudagar non Belanda tidak begitu di kehendaki.
Tahun 1826 sesuai dengan resolusi gubernur jendral hindia belanda jenis pajak yang dikenakan semakin banyak disamping bentuk-bentuk yang telah di sebut di atas. Pajak-pajak baru yang di kenakan seperti: pajak kepala,pajak penjual candu,tembakau,gambir pajak pasar, pajak adu ayam, pajak perjalanan, dan pajak tambang.
Pajak penjualan terhadap berbagai komuditas misalnya berkisar 5-10% dari nilai komoditas tersebut, dan pajak kepala sebesar f 1 per tahun untuk setian orang dewasa laki-laki atau perempuan. Campur tangan pemerintah serta perusahaan–perusahaan” anak emas “ pemerintah juga mulai mengubah sosok dan kinerjanya.


C.”PERUSAHAAN” PEEMRINTAH
1. NHM
Seperti telah dibicarakan di atas, Pemerintah Hindi Beanda memiliki berbagai keterbatasan padadua dekade pertama kekuasaannya di kawasan ini. Keterbatasan ini pulaalh yang a khirnya membuat Pemerintah Hindia Belanda menandatangani kontrak dengan NHM untuk memanfaatkan peluang niaga yang tengah berkembang di daerah ini. Latar belakang pemilihan daerah pantai barat sebagai salah satu daeah operasiNHM tidak bisa diisahkan dari keterbatasan akan modal tenaga kerja dari Pemerintah Belanda. Disamping itu, tentu saja disemangati oleh adanya keinginan untuk memetik keuntungan dari kegiatan di kawsan ini. Tahun 1826 secara resmi NHM membuka agennya di kota Padang dan ini merupakan satu-satunya agen di lusr jawa.
 NHM didirikan berdasarkan surat keputusan Raja Belanda NO. 169 tanggal 29 Maret 1824. Tujuannya adalah “ untuk meningkatkan perdagangan, pelayaran, industri perkapalan, perikanan dan pertanian, untuk membangun jalan, jembatan pelabuhan dan gudang-gudang, guna memberi keuntungan besar bagi negara”. Perusahaan ini tidak hanya beroperasi di Negeri Belanda, tetapi juga di daerah jajahan, termasuk Indonesia.
Aktivitas NHM dapat pula dikatakan sebagai perpanjangan tangan pemerintah,sebagian besar hak monopoli pemerintah atas berbagai komoditas perdagangan dilimpahkan kepada NHM. Permainan kata-kata juga di berikan kepada masyarakat terhadap keberadaannya, sebuah plesetan dari kepanjangan NHM  yang menyiratkan sifat monopolistis perusahaan ini adalah Niemand Handel Meer.
Kenyataan yang sama juga berlalku di kantor perwakilan NHM di Kota Padang, hak-hak istimewa pemerintah dalam perdagangan mulai dilimpahkan kepada NHM. Berbagai kemudahan diberikan oleh perusahaan ini, terutama dalam kegiatan ekspor-impor. Banyaknya kemudahan itu diakui oleh pejabat NHM sendiri, pada tahun pertama pendiriannya seperti dilaporkan oleh F.H.Spengler,penanggung jawab perwakilan padang, “ bantuan pemarintah daerah sangat membantu kegiatan perwakilan Padang” tiga tahun setelah pendiriannya Spengler melaporkan kembali bahwa “ bantuan dari pemerintah adalah sangat banyak, dan itu adalah salah satu penyabab pesatnya kemajuan agen Padang.
Setelah lima tahun perwakilan Padang berdiri bantuan pemerintah semakin besar. Tahun 1833 pemerintah memberiakn wewenang kepada NHM untuk mendistribusikan seluruh garam dari daerah pantai hingga pedalaman. Tahun 1834 kontrak ini diperluas dengan memberiakn wewenang untuk mengumpulkan dan menyalurkan kopi dari pedalaman ke pantai, NHm juga di beri wewenang untuk memasok kebutuhan daerah ini akan kapas dan kain. Perusahaan ini juga di beri hak untuk memasok beberapa kebutuahn pemerintah dan militer mulai dari kebutuhan pokok, bahan-bahan bangunan hingga barang –barang yang sifatnya “entertainment” seperti berbagai jenis minuman. Dari berbagai komoditas perdagangan yang dilimpahkan tersebut,NHM memperoleh komisi sebesar 5%.
Semakin semaraknya kegiatan pedagangan di kawasan pantai barat, maka para pemuka NHM di Padang dan Batavia mengusulkan agar dibuka beberapa sub-agen di kawasan ini.Sejak tahun 1834 diadakan persiapan membuka agen yang baru di Payakumbuh dan Padang Panjang, Payakumbuh dipilih karena lokasisan yang dekat dengan perbatasan daerah yang masih merdeka di kawasan timur Pulau Sumatra. Alasan pemilihan Padang panjang karena lokasinya di persimpangan jalan yang sangat strategis antara daerah pantai dan daerah pedalaman. Agen Payakumbuh di harapkan mengurangi minat saudagar dan penduduk daerah ini untuk membawa barangnaya ke kawasan timur, sedangkan agen pembantu Padang Panjang di harapkan bisa menjadi pos pengendali perdagangan antara daerah pantai dan daerah pedalaman.
NHM tidak perlu menunngu waktu yang lama dari pemerintah untuk memperoleh izin pendirian kedua perwakilan kedua pembantu itu. Tahun 1836 secara resmi kedua perwakilan pembantu tersebut mulai beroperasi,namun dalam dua tahun pertama masa beroperasinya kedua agen pembantu tersebut menagalami ke gagalan. Laporan keuangannya selalu menunjukkan neraca merugi, rata-rata pembelian kopi setiap tahun pada masing-masing pembantu ini hanya sekitar 3.800 per pikul. Jumlah ini jelas tidak ada artinya bila dibandingkan dengan jumlah ekspor kopi dari kawasan ini setiap tahun sekitar 80.000 pikul. Penjualan garam juga tidak berbeda, masing-masing pembantu hanya ampu menjual sekitar 35 koyang garam prer tahun, padahal penjualan garam di kawasan ini sekitar 1,300 koyang per tahun. Catatan agen pembantu ini sekitar f. 1.600.000, rendahnya pembeliah kopi dan penjualan garam oleh NHM di masing-masing pembantu ini terutama di latarbelakangi oleh keengganan penduduk berurusan dengan lembaga perdagangan itu. Harga yang diberikan NHM untuk kopi jauh lebih murah dari harga yang di berikan saudagar-saudagar lain, NHM hanya membeli kopi penduduk daerah pedalaman dengan harga f. 13 per pikul sedangkan harga yang di berikan saudagar lain sekitar f.14 pikul. Pengalaman serupa juga berlaku pada komuditas garam, Harga garam NHM sekitar f. 6 per koyang sedangkan harga garam siam yang diselundupkan dari pantai timur sekitar f. 5 koyang.
Walaupun kedua agen pembantu itu rugi, pejabat NHM tetap berkeinginan untuk memperbanyak lembaga serupa di kawasan pantai barat. Antara tahun 1838 sampai dengan tahun 1840 didirikan agen pembantu yang baru di Binjai,XIII Koto, Air Bangis, Tapanuli, dan Pariaman.
Seperti juga pendirian agen pembantu Payakumbuh dan Padang Panjang, pendirian agen pembantu di berbagai kota pantai yang disebut terakhir ii sesungguhnya hanya mempunyai tujuan politis. Tujuan politis yang dimaksud adalah untuk mendekati para saudagar dan penduduk daerah ini dan juga bertujuan untuk mengurangi pengaruh saudagar asing di kawasan ini,keberadaan agen pembantu di kawasan utara ini juga diharapkan untuk bisa menjadi stapelplaats dari kawasan utara pantai barat sebelum dikirim ke Padang.
Memasuki tahun 1840-an keberadaan NHM dalam dunia niaga pantai barat semakin besar,perkembangan NHM ini dapat dilihat dari nilai ekspor-impor yang mereka lakukan. Nilai rata-rata penjualan NHM hingga tahun 1835 adalah sebesar f. 500.000, nilai  ini meningkat menjadi f. 1.700.000 antara tahun 1835-1840. Nilai tertinggi tercatat pada tahun 1840 yakni sebesar f. 2.700.000,nilai ekspor-impor yang dilaksanakan oleh perusahaan ini tercatat lebih dari 30% dari total niali ekspor-impor pantai barat secara keseluruhan. Namun di saat jayanya, sebuah mala petakabesar terjadi di perusahaan anak emas pemerintah. Tahun 1842 tarungakap bahwa perusahaan ini telah memberikan kredit dalam jumlah yang sangat besar kepada pedagang-pedagang Cina dab juga pedagang pribumi, kredit yang diberikan itu sampai mencapai jumlah f. 1.600.000 per tahun. Para pengutang ternyata ticdak bisa mengembalikan pinjaman, keadaan ini sempat membahayakan keungan HNM. Sebagai jalan kuluar, beberapa harta milik pengutang di sita, dan itu baru dapat dilaksanakan setelah pemerintah campur tangan.Harta milik pengutang yang disita itu masih belum bisa menutupi nilai hutang yang mereka buat. Saudagar Cina yang tecatat mempunyai kredit terbesar dan tidak dapat melunasi hutang adalah Gho Pok, Oei Ting Soei, Oei Ten Kwee, Lim Bing, Li Siau, dan Lie Matjiauw, dan juga tercatat beberapa saudagar pribumi seperti, Boedoel, Datoe Si Podo, dan Bendil.
Masalah keuangan pada tahun-tahun 1840-an NHM juga mengalami kemunduran dalam berbagai kegiatan, kontrak pembelian dan pendistribusian kopi dengan pemerintah selalu menunjukkan nilai yang merugi. Tahun 1843 misalnya NHM masih mendapatkan kopi senilai f. 1 juta dan dalam tahun 1847 nilai turun sekitar f. 600.000, turunnya jumlah kopi yang berhasil dikumpulkan NHM ini terutama karena saudagar dan penduduk pribumi tetap enggan untuk menjual kopi paada NHM. Ada penyebab munculnya krisis di tubuh NHM ini, pertama pemerintah mulai ,  mengurangai dukungan kepadanya, kduaa rendahya harga yang diberikan NHM di bandingkan dengan yang diberika saudagar lain,ketiga semakin banyaknya kopi daerah ini yang dibawa ke kawasan selat malaka.
Berbagai masalah yang dihadapi perusahaanini pada tahun 1840-an membuat pejabat NHM di Batavia dan Padang akhirnya memutuskan untuk mengurangi aktivitas NHM di kawasan ini, pengurangan itu antara lain diwujudkan dengan menutup beberapa agen pembantu, seperti di Padang Panjang,Binjai,XIII Koto,Pariaman, dan Air Bagis. Kegiatan jual beli yang dilakukan di agen pembantu selalu merugi. Rata-rata kerugian yang dialami masing-masing agen setiap tahun adalah sebesar f. 120.000. Dengan penutupan berbagai agen pembantu itu dan semakin berkurangnya kegiatan agen Pandang menghantarkan NHM wilayah ini pada akhir tahun 1840 kepada status “ranking kedua” di indonesia.
Pada parohan kedua abad ke-19, ketika dukungan pemerintah sudah sangat minim,NHM daerah ini menjalankan hari-harinya dengan kondisi yang berkurang menggembirakan. Dari tiga kegiatan utamannya,yakni perbabkan, perdagangan dan perkebunan, maka hanya aktivitas terakhirlah yang dapat dikatakan membukukan keuntungan bagi perusahaan. Usaha perbankan yang dilakukan kembali membuahkan kredit macet, beberapa peminjam yang tercatat bermasalah dengan perusahaan ini antara lain Steffan dan Co., I. F. Van Leeuwen, Badu Atta, Mohammad Hoeesen Marikam dan Co., Sie Commandeur dan Chatib Intan.
Satu-satunya usaha NHM yan relatif baik dan menguntungkan adalah perkebunan kopi. Kebun kopi pertama di buka di Sumanik, kemudian Gedung Batu. Tahun 1880 perusahaan ini juga membuka kebun kopi di Bukit Gompong, untuk pengelolaannya NHM mendirikan sebuah anak perusahaan yang diberi N.V.Landbouw Mij. Bukit Gompong. Tahun 1888 dilaporkan bahwa produksi perkebunan itu merupakan sumber penghasilan NHM yang terbaik di pantai barat, pad tahun ini juga NHM mengekspor kopi sebanyak 2.780,81 pikul kopi, pengiriman kopi dilakukan oleh Rotterdamsch Lloyd, sebab NHM telah membuat kontrak dengan perusahaan perkapalan ini untuk membawa kopi produksi perkebunannya.
Produksi kopi perkebunan NHM tidak dapat meyangga kegagalannya dalam sektor lain seperti, kredit macet, munculnya saingan baru dalam kegiatan ekspor impor, beralihnya pelanggan tradisional NHM ke rumah-rumah dagang yang baru serta semakin berkurangnya kegiatan perdagangan dikawasan pantai barat pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebabkan NHM daerah ini dinilai tidak berarti lagi oleh para pejabat di Batavia dan akhirnya Padang dijuluki sebagai verliest post.
2. Tanam Paksa Kopi
Kopi adalah satu komoditas cdagang yang penting bagi pemerintah di apndai barat. Berbagai usaha dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1830-an untuk meningkatkatkan penerimaan kopi dari petani tidak membuahkan hasil yang berati. Bahkan pada permulaan awal tahun 1840-an jumlah kopi yang diserahkan semakin sedikit,kondisi inilah yang akhirnay menimbulkan ide bagi pemerintah untuk memperkeanlkan sistem penyerahan wajib oleh petani.
Ide dasar Tanam Paksa Kopi yang dimuat dalam salinan surat Keputusan Gubernur Micheals tanggal 1 November 1847 ini wajib setiap keluarga menanam sekurang-kurangnya 150 batang kopi dan semua hasil harus diserahkan kepada pemerintah melalui gudang-gudang kopi yang telah di sediakan. Gudang-gudang kopi hampir ada di setiap kawasan pantai barat, hak penagangkuatan kopi diserahkan kepada NHM dan juga kepada pengusaha swasta. NHM mendapat hak penagankutan di kawasan pedalaman bagian selatan,perusahaan bertanggung jawab menganggkut kopi dari solok,tanah datar, agam,limapuluh kota,dan pesaman ke pantai,terutama ke padang, pariaman, dan air bangis.
Data-data produksi kopi pantai barat menginformasikan bahwa pada tahun pertama tanam paksa kopi dialksanakan jumalah produksi kopi di daerah ini tidak lebih dari 58.224 pikul, setelah tiga tahun pun tidak ada tanda-tanda peningkatan. Tahun 1850 kopi yang berhasil dikumpulkan pemerintah masih merupakan hasil dari tanaman kopi yang sudah ditanam pada masa-masa sebelum tanaman wajib diperkenalkan.Lonjakan produksi kopi baru kelihatan pada tahun 1852 dimana produksi tahun itu melonjak dari 84.976 tahun 1851 menjadi 122.903 pikul.Produksi kopi mencapai puncak pada tahun 1857 yakni 190.917 pikul,walaupun mengalami fluktuasi yang bervariasi besarnya produksi kopi pantai barat hingga tahun-tahun pertama 1880-an masih berada di atas 100.000 pikul per tahun. Namun pada tahun 1906 menunjukkan gejala penurunan hingga 39.000.
Penurunan penerimaan kopi oleh perintah antara lain disebabkan oleh: pertama, tidak ada lagi pembukaaan kebun kopi baru sejak tahun 1860-an; kedua, tanah yang baik untuk kopi semakin berkurang; ketiga, munculnya wabah penyakit yang menyerang daun kopi; keempat, pemerintah tidak bisa lagi brtindak keras kepada penduduk; kelima, penduduk lebih suka menjual kopi kepada saudagar peribumi.
Karena produksi kopi terus merosot maka sejak awal tahun 1880-an mulailah muncul suara-suara yang mengusulkan agar sistem penyerahan wajib ini dihapus saja. Tahun 1906 sistem ini tetap dipertahankan,pejabat pemerintah juga menagtakan bahwa di bandingkan dengan pengenaan pajak, tanam paksa kopi masih lebih menguntungkan rakyat, mengingat kebutuhan pemerintah dan “ kepentingan “ rakyat inilah Tanam paksa kopi baru di hapus pada tahun 1908.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar