BAB
III
PEMERINTAH
DAN
KEGIATAN
PERDAGANGAN—PELAYARAN
A.Perluasan
Kekuasan Pemerintah
1.Ekspansi Politik
Sebagai
realisasi dari perjanjian London 13 Agustus 1814, Inggris terpaksa
mengembalikan Indonesia kepada Belanda. Karena VOC telah bubar, maka Pemerintah
Hindia Belanda ditunjuk sebagai pewaris kompeni dagang,dengan demikian bekas
pos-pos dagang VOC yang dikuasai Inggris dipantai barat Sumatra diserahkan
kepada Pemerintah Hindia Belanda. Tanggal 2 Mei 1819 merupakan tanggal resmi
berkuasanya Pemerintah hindia Belanda di kawasan pantai barat Sumatra,
penyerahan pantai barata kepada Pemerintah Hindia Belanda relatif terlambat
dari daerah-daerah lain di Nusantara disebabkan oleh sikap penguasa Inggris
yang mengulur-ulur waktu penyerahan.
Daerah
pantai barat Sumatra yang diterima Pemerintah Hindia Belandamencangkup kawasan
yang merentang dari Singkel di utara hingga croe di selatan, oleh Pemerintah
Hindia Belanda daerah ini dibagi menjadi dua residentie,yaitu Residentie Padang
dan Residentie Bengkulu. Residentie
Padang mencangkup daerah-daerah dari Singkel di utara hingga Indrapura di selatan,
Residentie Bengkulu mulai dari Indrapura di utara hingga croe di selatan.
Karesidenan ini hanya ada di atas kertas,sebab Inggris masih berkuasa di saana.
Walaupun
secara teori daerah admistratif Residentie Padang meliputi kawasan dari Singkel
hingga Indrapura,namun dalam realitasnya daerah yang betul-betul dikuasi
Pemerintah Hindia Belanda pada periode awal,kekuasaan hanya terbatas pada kota
Padang dan daerah pedalaman yang belum mereka kuasai. Sebagian besar daerah itu
masih merdeka dan beberapa raja masih memerintah kerajaan-kerajaan kecil di
kawasan tersebut,Disamping itu,obolga,Natal, dan Air Bagis kekuasaan Inggris
masih eksis.Bahkan di daerah pedalaman pada waktu yang bersamaan tengah terjadi
pergolakan sosial dan politik yang bisa membahayakan kedudukan Belanda di Kota
Padang. Kaum Paderi tengah menagadakan perubahan dalam kehidupan beragama dan
mengiginkan adanya perubahan sosial ke masyarakat.
Langkah
pertama yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda setelah meneria daerah ini
adalah mengaktualkan kekuasaan politiknya. Konflik-konflik internal yang
terjadi di kalangan elite pribumi merupakan sarana yang sering dimanfaatkan
oleh Pemerintah Belanda untuk mencapai tujuannya.Dalam suasana konflik
kelompok-kelompok yang bersengketa sering meminta bantuan kepada pemerintah Belanda.
Secara
umum sering dipahami bahwa Gerakan Paderi merupakn konflik antara ulama
pembaharu Minangkabau dengan pemuka tradisional. Konflik ini terjadi sejak
permulaan abad ke-19, kaum paderi ingin mengadakan pembaharuan dalam
praktik-praktik keagamaan serta juga dalam lapangan sosial kemasyarakatan.
Golongan pembaharuan ingin membersihkan agama dari berbagai unsur adat dan
hal-hal bid’ah yang tidak relavan dengan ajaran islam.
Tahap
awal konflik itu, pemuka tradisionalis berada dalam posisi yang terdesak.
Kondisi itu mendorong mereka mencari jalan lain guna menyelamatkan dirnya
denagan pemimpin Sutan Alam Bagagar Syah dan Datuk Palindih suatu rombongan yang
terdiri dari 20 orang dan mengatasnamakan 103 orang penghulu dari Tanah dtar
mendatangi Du Puy, Resident pantai
barat yang berkedudukan di padang. Kedatangan rombongan pada tanggal 20
Februari 1821 trsebut bertujmeminta bantuan Pemerintah Hindia Belanda
menghadapi ofensif yang semakin kuat dari Kaum Paderi. Permintaan bantuan
tersebut disambut oleh Du Puy dan sebuah perjanjian segera di buat. Inti
perajnjian itu adalah kaum penghulu akan menyerahkan Alam Minangkabau kepada
Belanda asal mereka di bantu menghadapi kaum paderi.Walaupun pemerintah belum
merestui sepenuhnya tetapi Du Puy sebagai Resident
telah mengirim pasukan ke pedalaman, pengiriman pasukan itu dilakukan dengan memduduki Benteng Simawang yakni bekas
benteng yang didirikan dan dikuasai oleh pasukan pedalaman tahun 1818.
Benteng
ini sangat strategis letaknya, terutama antara tanah datar ke daerah padang dan
pariaman atau sebaliknya akan mudah terkontrol dengan menduduki benteng itu.
Setelah menduduki Benteng Simawang, Belanda tidak melakukan manuver militer apa
pun, Sikap diam ini berlangsung hinnga bulan Maret tepatnya sampai datangnya
pasukan dan persenjataan lengkap dari Batavia. Pada bulan itu datang sebanyak
506 orang di bawah pimpinan Letkol.A.T.Raaf, sejak saat itu gerakan militer
menghadapi kaum paderi di mulai. Kampanye militer Belanda pertama kali
ditujukan ke tanah datar,pemilihan daerah operasi ini disamping didasari oleh
kenyataan bahwa para penghulu daerah inilah yang meminta bantuan pada
Belanda.Menurut sebaian sumber sampai tahun 1825 bantuan “ tentara ninik mamak
“ atau yang juga disebut dengan gewapene
Malaiers ini mencapai 6.000 orang. Namun menurut sumber yang lain jumlahnya
pernah mencapai 12.000 orang, di samping ikut mengangkat senjata seperti
tombak,keris,dan pedang, bantuan mereka yang sesungguhnya sangat dibutuhkan Belanda untuk
mengangkut barang-barang.
Kerjasama
tentara Hindia Belanda dengan golongan tradisional dalam menghadapi dalam
menghadapi kaum paderi memang membuahkan hasil yang baik. Satu demi satu daerah
yang semula daerah yang dikuasai paderi jatuh ke tangan pasukan gabungan
Belanda dengan kaum tradisional, dari tanah datar Belanda bergerak ke Agam dan
selanjutnya ke lima puluh kota. Pada tahun 1825 Air Bangis,Natal,dan Potjan
yang menjadi basis terakhir pemerintah Inggris diserahkan kembali kepada
Pemerintah Hindia Belanda. Untuk memantapkan penguasaan dan pengawasan
daerah-daerah yang telah ditaklukan pemerintah dalam struktur birokrasi di
daerah ini. Nama karesidenan diganti menjadi Residentie Padang en Onderhoorigheden. Struktur birokrasi juga
ditata ulang denagn menciptakan dualisme pemerintah yakni pemerintahan orang
Eropa(Europeesche Bestuur-EB) dan
pribumi (Inandsche Bestuur-IB).
Selain
Resident, pada jajaran EB juga ada
dua orang assistent resident yang mengepalai daerah administratif yang
dinamakan District Padang dan District Minangkabau. District Padang mencangkup daerah padang
dan sekitarnya, dan District Minangkabau
meliputi Tanah Datar dan sekitarnya. Sedangkan IB diangakt dua orang hoofdregent yang mengepalai hoofdafdeeling, selanjutnya di angkat
regen, angku lareh, dan kapalo nagari yang mengepalai regentschap,kelarasan dan negari.
Memasuki pertengahan kedua dekade 1820-an Belanda mengurangi ofensif
militernya, berbagai perajnjian dengan paderi dibuat. Pengurangan eskalasi
pertempuran dan pembuatan berbagai perjanjian adalah sebuah siasat dari pemerintah
Belanda untuk tetap bertahan. Pada tahun-tahun tersebut sebagian besar tentara
yang ditempatkan di daerah ini tertarik ke jawa untuk menghadapi perlawanan
Pangeran Diponegoro.
Setelah
perang diponegoro usai pemerintah Hindia Belanda betul-betul berkonsentrasi
untuk segera mengakhiri perlawanan kaum paderi. Bahkan perjanjian Plakat yang
ditandatangani tahun 1833 dilanggar oleh Belanda, tahun 1837 Benteng paderi
terakhir di bonjol jatuh. Setelah benteng Bonjol jatuh lalu di tangkapla Tuanku
Imam Bonjol sebagai pemimpin utama perlawanan, Setelah usainya perang yang
menyita banyak energi dan biaya itulah kawasan pantai barat sebagai suatu unit
administratif, waktu itu statusnya ditingkatkan menjadi sebuah provinsi denagan
nama Gouvernment Sumatra’sa Westkust.
Setelah Bonjol jatuh pemerintah melanjutkan kampanye militernya untuk
menghabisi sisa-sisa perlawanan Paderi khususnya dan penghalang kekuasaannya.
Tahun 1840 misalnya Baru dan Singkel bisa ditaklukan,dua tahun kemudian
pusat-pusat perlawanan Paderi yang relatif kecil seperti di Batipuh dan Solok
Selatan juga jatuh.
2.
Penegakan Rust en Orde
Keputusan
Belanda menyebut gerakan penegakan ketertiban dan keamanan dengan istilah
menciptakan rust en orde. Aktivititas
ini lebih banyak ditunjukan pada kegiatan masyarakat yang mengganggu kekuasaan
mereka, gangguan-gangguan itu antara lain berupa kegiatan bajak laut, mauk
masal, dan sabotase terhadap orang-orang dan institusi pemerintah atau terhadap
kelompok masyarakat yang dianggap dekat denagan pemerintah.Kegiatan bajak laut
telah mempunyai sejarah yang panjang di perairan Nusantara, hampir semua berita
dan lapora pemerintah selalu mengaitkan kegiatan ini dengan pelanggaran
terhadap kekuasaan yang sah. Dalam politik tindakan kekerasan hanya boleh
dilaksanakan oleh negara dan itu pun dengan didasari oleh hukum
yang berlaku di negara tersbut. Pemerintah mempunyai hak untuk menahan atau
menyita harata itu pantas di tahan dan di sita.
Perkembangan
politik hingga akhir abad ke-19 menunjukkan bahwa kekuasaan Belanda semakin
kuat mempengaruhi hampir semua aktivitas penduduk. Banyak pemimpin tradisional
yang kehilangan kekuasaannya tetapi juga ada yang dapat menerima Pemerintah
Belanda dan sebagianya tidak mau, kelompok yang tidak mau menerima akan di
buang ke negara asing atau di penjara.
Bajak
Laut hampir ditemukan di seluruh perairan indonesia, namun kawasan laut yang
paling terkenal sebagai daerah operasi bajak laut adalh Selat Malaka, Laut Cina
selatan dan kawasan sulawesi.
Kawasan-kawasan ini memang rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk
di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di kawasan pantai barat sumatra termasuk ke
dalam kategori yang tidak menyeramkan.Tokoh bajak laut yang menjadi legenda di
kawasan ini bernama panglima Mentawe, dia ,mempunyai anak buah sekitar 50
orang. Dalam beroperasi mereka menggunakan tiga buah kapal, perahu jenis ini
dapat melaju denagan kencang. Panglima Menyawe dan anak buahnya sering ditakuti
pada ssat dekade 1830-an. Tokoh-tokoh bajk laut yang masih aktif p0ada dekade
pertengahan abad ke-19 juga berasal dari periode panglima Mentawe. Dua tokoh
pemimpin gerombolan bajak laut tersebut adalh Sidi Mara dan Po Id, maing-masing
tokoh mempunyai anak buah 20 orang.bajak laut diatas
Kegiantan
bajak laut di atas berupa perampokan terhadap kapal-kapal niaga yang sedang
berlayar, mereka mengambil semua isi kapal dan biasanya juga membunuh anak buah
kapal. Hampir semua kapal yang di rampok adalah kapal orang pribumi dan cina
yang ukuranya tidak terlalu besar,sedangkan kapal Eropa hampir tidak pernah
menjadi korban perampokan karena kapal-kapal eropa biasanya dilengkapi senjata
yanng jauh lebih lengkap dari pada kapal pribumi dan cina. Sasaran perampokan
yang lain adalah perkampungan penduduk, biasanya yang berlokasi di
daerah-daerah terpencil. Mereka merampok harta benda, dan menculik penduduk
kampung untuk kemudian dijual sebagai budak. Budak merupakan komoditas
perdagangan,tidak hanya di apntai barat tetapi juga di hampir seluruh kawasan
Indonesia.
Disamping
mempunyai motif ekonomi aktivitas bajak laut juga mempunyai motif politik.
Kapal yang sering dirampok adalah kapal yang baru saja meninggalkan pelabuhan
yang telah dikuasai Pemerintah Hindia Belanda. Untuk menanggulangi aktivitas
bajak laut pemerintah Hindia Belanda mendirikan pos-pos pengamanan di beberapa
kota pantai serta berkali-kali mengirim ekspedesi militer ke kawasan utara.
Berkat usaha pemerintah itu, sejak tahun-tahun terakhir 1860-an sekarang tidak
ada lagi laporan-laporan tentang bajak laut.
Berbeda
dengan ekspansi politik yang jelas hasil akhirnya gerakan penegakan rust en
orde nampak jauh lebih sulit untuk dilaksanakan, aktivitas ini tidak
benar-benar tuntas di berantas dan tidak pernah tercapai. Walaupun demikian
dengan dukungan aparat keamanan yang cukup lengkap dankuat pemerintah bisa
tetap melakukan aktivitas politik dan juga ekonominya.
B.
Kebijakan Ekonomi Pemerintah
1.
Penghancuran potensi Niaga Paderi
Upaya
Belanda memenangkan perang paderi di samping bertujuan untuk menguasai wilayah
demi kepentingan politis juga dilatar belakangi oleh keinginan untuk
mendapatkan keuntungan ekonomis. Sama dengan yang terjadi pada lapangan
politik, saingan utama belanda mendapatkan keuntungan ekonomis juga kaum
paderi. Kaum paderi bukan hanya kelompok masyarakat yang memiliki ilmu agama
yang luas dan mendalam tetapi juga sekelompok masyarakat yang kuat. Alasan yang
dikatakan Du Puy ketika menyetujui pemberian bantuan kepada para penghulu Tanah
Datar serta tindakannya menduduki Benteng Simawang adalah bukti nyata, bahwa
kehebatan kaum paderi dalam berniaga telah diakui Pemerintah Belanda sejak
hari-hari pertama mereka kembali berkuasa di daerah ini. Taktik yag dimiliki
kaum paderi menghadapi Belanda juga memperlihatkan kehebatan strategi mereka
dalam berperang sambil berniaga.
2.
Monopoli dan Perdagangan ( semi) Bebas
Berbagai
kebijakan ekonomi yang diperkenalkan Pemerintah Hindia Belanda dapat dikatakan
sebagai pemerintah Hindia Belanda dapat dikatakan sebagai perpanjangan dari apa
yang pernah diterapkan oleh VOC. Salah satu ciri yang paling khas adalah dari
tradisi perdagangan yang dikembangkan oleh VOC adalah praktik perdagangan
monopolistik.
Segera
setelah menerima pantaii barat dari tangan inggris pemerintah hindia
belanda segera menerapkan kebiasaan
perdagangan yang monopolistis. Hak penjualan pertama yang mereka lakukan adalah
terhadap komoditas garam dan candi, yang kedua komoditas ini diberikan kepada
para pachter.
Tahun
1823 adalah mengadakan berbagai macam pajak, seperti pajak ekpor- impor, pajak
daerah, pajak pasar, pajak pelabuhan, dan uang tambat.untuk mereka yang lebih
murah bila di bandingkkan denagna saudagar no Belanda.Dengan kata lain
kehadiran saudagar-saudagar non Belanda tidak begitu di kehendaki.
Tahun
1826 sesuai dengan resolusi gubernur jendral hindia belanda jenis pajak yang
dikenakan semakin banyak disamping bentuk-bentuk yang telah di sebut di atas.
Pajak-pajak baru yang di kenakan seperti: pajak kepala,pajak penjual
candu,tembakau,gambir pajak pasar, pajak adu ayam, pajak perjalanan, dan pajak
tambang.
Pajak
penjualan terhadap berbagai komuditas misalnya berkisar 5-10% dari nilai
komoditas tersebut, dan pajak kepala sebesar f 1 per tahun untuk setian orang
dewasa laki-laki atau perempuan. Campur tangan pemerintah serta
perusahaan–perusahaan” anak emas “ pemerintah juga mulai mengubah sosok dan
kinerjanya.
C.”PERUSAHAAN”
PEEMRINTAH
1.
NHM
Seperti
telah dibicarakan di atas, Pemerintah Hindi Beanda memiliki berbagai
keterbatasan padadua dekade pertama kekuasaannya di kawasan ini. Keterbatasan
ini pulaalh yang a khirnya membuat Pemerintah Hindia Belanda menandatangani
kontrak dengan NHM untuk memanfaatkan peluang niaga yang tengah berkembang di
daerah ini. Latar belakang pemilihan daerah pantai barat sebagai salah satu
daeah operasiNHM tidak bisa diisahkan dari keterbatasan akan modal tenaga kerja
dari Pemerintah Belanda. Disamping itu, tentu saja disemangati oleh adanya
keinginan untuk memetik keuntungan dari kegiatan di kawsan ini. Tahun 1826
secara resmi NHM membuka agennya di kota Padang dan ini merupakan satu-satunya
agen di lusr jawa.
NHM didirikan berdasarkan surat keputusan Raja
Belanda NO. 169 tanggal 29 Maret 1824. Tujuannya adalah “ untuk meningkatkan
perdagangan, pelayaran, industri perkapalan, perikanan dan pertanian, untuk
membangun jalan, jembatan pelabuhan dan gudang-gudang, guna memberi keuntungan
besar bagi negara”. Perusahaan ini tidak hanya beroperasi di Negeri Belanda,
tetapi juga di daerah jajahan, termasuk Indonesia.
Aktivitas
NHM dapat pula dikatakan sebagai perpanjangan tangan pemerintah,sebagian besar
hak monopoli pemerintah atas berbagai komoditas perdagangan dilimpahkan kepada
NHM. Permainan kata-kata juga di berikan kepada masyarakat terhadap
keberadaannya, sebuah plesetan dari kepanjangan NHM yang menyiratkan sifat monopolistis
perusahaan ini adalah Niemand Handel
Meer.
Kenyataan
yang sama juga berlalku di kantor perwakilan NHM di Kota Padang, hak-hak
istimewa pemerintah dalam perdagangan mulai dilimpahkan kepada NHM. Berbagai
kemudahan diberikan oleh perusahaan ini, terutama dalam kegiatan ekspor-impor.
Banyaknya kemudahan itu diakui oleh pejabat NHM sendiri, pada tahun pertama
pendiriannya seperti dilaporkan oleh F.H.Spengler,penanggung jawab perwakilan
padang, “ bantuan pemarintah daerah sangat membantu kegiatan perwakilan Padang”
tiga tahun setelah pendiriannya Spengler melaporkan kembali bahwa “ bantuan
dari pemerintah adalah sangat banyak, dan itu adalah salah satu penyabab pesatnya
kemajuan agen Padang.
Setelah
lima tahun perwakilan Padang berdiri bantuan pemerintah semakin besar. Tahun
1833 pemerintah memberiakn wewenang kepada NHM untuk mendistribusikan seluruh
garam dari daerah pantai hingga pedalaman. Tahun 1834 kontrak ini diperluas
dengan memberiakn wewenang untuk mengumpulkan dan menyalurkan kopi dari
pedalaman ke pantai, NHm juga di beri wewenang untuk memasok kebutuhan daerah
ini akan kapas dan kain. Perusahaan ini juga di beri hak untuk memasok beberapa
kebutuahn pemerintah dan militer mulai dari kebutuhan pokok, bahan-bahan
bangunan hingga barang –barang yang sifatnya “entertainment” seperti berbagai
jenis minuman. Dari berbagai komoditas perdagangan yang dilimpahkan
tersebut,NHM memperoleh komisi sebesar 5%.
Semakin
semaraknya kegiatan pedagangan di kawasan pantai barat, maka para pemuka NHM di
Padang dan Batavia mengusulkan agar dibuka beberapa sub-agen di kawasan
ini.Sejak tahun 1834 diadakan persiapan membuka agen yang baru di Payakumbuh
dan Padang Panjang, Payakumbuh dipilih karena lokasisan yang dekat dengan
perbatasan daerah yang masih merdeka di kawasan timur Pulau Sumatra. Alasan
pemilihan Padang panjang karena lokasinya di persimpangan jalan yang sangat
strategis antara daerah pantai dan daerah pedalaman. Agen Payakumbuh di
harapkan mengurangi minat saudagar dan penduduk daerah ini untuk membawa
barangnaya ke kawasan timur, sedangkan agen pembantu Padang Panjang di harapkan
bisa menjadi pos pengendali perdagangan antara daerah pantai dan daerah
pedalaman.
NHM
tidak perlu menunngu waktu yang lama dari pemerintah untuk memperoleh izin
pendirian kedua perwakilan kedua pembantu itu. Tahun 1836 secara resmi kedua
perwakilan pembantu tersebut mulai beroperasi,namun dalam dua tahun pertama
masa beroperasinya kedua agen pembantu tersebut menagalami ke gagalan. Laporan
keuangannya selalu menunjukkan neraca merugi, rata-rata pembelian kopi setiap
tahun pada masing-masing pembantu ini hanya sekitar 3.800 per pikul. Jumlah ini
jelas tidak ada artinya bila dibandingkan dengan jumlah ekspor kopi dari
kawasan ini setiap tahun sekitar 80.000 pikul. Penjualan garam juga tidak
berbeda, masing-masing pembantu hanya ampu menjual sekitar 35 koyang garam prer
tahun, padahal penjualan garam di kawasan ini sekitar 1,300 koyang per tahun. Catatan
agen pembantu ini sekitar f. 1.600.000, rendahnya pembeliah kopi dan penjualan
garam oleh NHM di masing-masing pembantu ini terutama di latarbelakangi oleh
keengganan penduduk berurusan dengan lembaga perdagangan itu. Harga yang
diberikan NHM untuk kopi jauh lebih murah dari harga yang di berikan
saudagar-saudagar lain, NHM hanya membeli kopi penduduk daerah pedalaman dengan
harga f. 13 per pikul sedangkan harga yang di berikan saudagar lain sekitar
f.14 pikul. Pengalaman serupa juga berlaku pada komuditas garam, Harga garam
NHM sekitar f. 6 per koyang sedangkan harga garam siam yang diselundupkan dari
pantai timur sekitar f. 5 koyang.
Walaupun
kedua agen pembantu itu rugi, pejabat NHM tetap berkeinginan untuk memperbanyak
lembaga serupa di kawasan pantai barat. Antara tahun 1838 sampai dengan tahun
1840 didirikan agen pembantu yang baru di Binjai,XIII Koto, Air Bangis,
Tapanuli, dan Pariaman.
Seperti
juga pendirian agen pembantu Payakumbuh dan Padang Panjang, pendirian agen
pembantu di berbagai kota pantai yang disebut terakhir ii sesungguhnya hanya
mempunyai tujuan politis. Tujuan politis yang dimaksud adalah untuk mendekati
para saudagar dan penduduk daerah ini dan juga bertujuan untuk mengurangi
pengaruh saudagar asing di kawasan ini,keberadaan agen pembantu di kawasan
utara ini juga diharapkan untuk bisa menjadi stapelplaats dari kawasan utara pantai barat sebelum dikirim ke
Padang.
Memasuki
tahun 1840-an keberadaan NHM dalam dunia niaga pantai barat semakin
besar,perkembangan NHM ini dapat dilihat dari nilai ekspor-impor yang mereka
lakukan. Nilai rata-rata penjualan NHM hingga tahun 1835 adalah sebesar f.
500.000, nilai ini meningkat menjadi f.
1.700.000 antara tahun 1835-1840. Nilai tertinggi tercatat pada tahun 1840
yakni sebesar f. 2.700.000,nilai ekspor-impor yang dilaksanakan oleh perusahaan
ini tercatat lebih dari 30% dari total niali ekspor-impor pantai barat secara
keseluruhan. Namun di saat jayanya, sebuah mala petakabesar terjadi di
perusahaan anak emas pemerintah. Tahun 1842 tarungakap bahwa perusahaan ini
telah memberikan kredit dalam jumlah yang sangat besar kepada pedagang-pedagang
Cina dab juga pedagang pribumi, kredit yang diberikan itu sampai mencapai
jumlah f. 1.600.000 per tahun. Para pengutang ternyata ticdak bisa
mengembalikan pinjaman, keadaan ini sempat membahayakan keungan HNM. Sebagai
jalan kuluar, beberapa harta milik pengutang di sita, dan itu baru dapat
dilaksanakan setelah pemerintah campur tangan.Harta milik pengutang yang disita
itu masih belum bisa menutupi nilai hutang yang mereka buat. Saudagar Cina yang
tecatat mempunyai kredit terbesar dan tidak dapat melunasi hutang adalah Gho
Pok, Oei Ting Soei, Oei Ten Kwee, Lim Bing, Li Siau, dan Lie Matjiauw, dan juga
tercatat beberapa saudagar pribumi seperti, Boedoel, Datoe Si Podo, dan Bendil.
Masalah
keuangan pada tahun-tahun 1840-an NHM juga mengalami kemunduran dalam berbagai
kegiatan, kontrak pembelian dan pendistribusian kopi dengan pemerintah selalu
menunjukkan nilai yang merugi. Tahun 1843 misalnya NHM masih mendapatkan kopi
senilai f. 1 juta dan dalam tahun 1847 nilai turun sekitar f. 600.000, turunnya
jumlah kopi yang berhasil dikumpulkan NHM ini terutama karena saudagar dan
penduduk pribumi tetap enggan untuk menjual kopi paada NHM. Ada penyebab
munculnya krisis di tubuh NHM ini, pertama pemerintah mulai , mengurangai dukungan kepadanya, kduaa
rendahya harga yang diberikan NHM di bandingkan dengan yang diberika saudagar
lain,ketiga semakin banyaknya kopi daerah ini yang dibawa ke kawasan selat
malaka.
Berbagai
masalah yang dihadapi perusahaanini pada tahun 1840-an membuat pejabat NHM di
Batavia dan Padang akhirnya memutuskan untuk mengurangi aktivitas NHM di
kawasan ini, pengurangan itu antara lain diwujudkan dengan menutup beberapa
agen pembantu, seperti di Padang Panjang,Binjai,XIII Koto,Pariaman, dan Air
Bagis. Kegiatan jual beli yang dilakukan di agen pembantu selalu merugi.
Rata-rata kerugian yang dialami masing-masing agen setiap tahun adalah sebesar
f. 120.000. Dengan penutupan berbagai agen pembantu itu dan semakin
berkurangnya kegiatan agen Pandang menghantarkan NHM wilayah ini pada akhir
tahun 1840 kepada status “ranking kedua” di indonesia.
Pada
parohan kedua abad ke-19, ketika dukungan pemerintah sudah sangat minim,NHM
daerah ini menjalankan hari-harinya dengan kondisi yang berkurang
menggembirakan. Dari tiga kegiatan utamannya,yakni perbabkan, perdagangan dan
perkebunan, maka hanya aktivitas terakhirlah yang dapat dikatakan membukukan
keuntungan bagi perusahaan. Usaha perbankan yang dilakukan kembali membuahkan
kredit macet, beberapa peminjam yang tercatat bermasalah dengan perusahaan ini
antara lain Steffan dan Co., I. F. Van Leeuwen, Badu Atta, Mohammad Hoeesen
Marikam dan Co., Sie Commandeur dan Chatib Intan.
Satu-satunya
usaha NHM yan relatif baik dan menguntungkan adalah perkebunan kopi. Kebun kopi
pertama di buka di Sumanik, kemudian Gedung Batu. Tahun 1880 perusahaan ini
juga membuka kebun kopi di Bukit Gompong, untuk pengelolaannya NHM mendirikan
sebuah anak perusahaan yang diberi N.V.Landbouw Mij. Bukit Gompong. Tahun 1888
dilaporkan bahwa produksi perkebunan itu merupakan sumber penghasilan NHM yang
terbaik di pantai barat, pad tahun ini juga NHM mengekspor kopi sebanyak
2.780,81 pikul kopi, pengiriman kopi dilakukan oleh Rotterdamsch Lloyd, sebab NHM
telah membuat kontrak dengan perusahaan perkapalan ini untuk membawa kopi
produksi perkebunannya.
Produksi
kopi perkebunan NHM tidak dapat meyangga kegagalannya dalam sektor lain
seperti, kredit macet, munculnya saingan baru dalam kegiatan ekspor impor, beralihnya
pelanggan tradisional NHM ke rumah-rumah dagang yang baru serta semakin
berkurangnya kegiatan perdagangan dikawasan pantai barat pada akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20, menyebabkan NHM daerah ini dinilai tidak berarti lagi oleh
para pejabat di Batavia dan akhirnya Padang dijuluki sebagai verliest post.
2. Tanam Paksa Kopi
Kopi
adalah satu komoditas cdagang yang penting bagi pemerintah di apndai barat.
Berbagai usaha dilakukan Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1830-an untuk
meningkatkatkan penerimaan kopi dari petani tidak membuahkan hasil yang berati.
Bahkan pada permulaan awal tahun 1840-an jumlah kopi yang diserahkan semakin
sedikit,kondisi inilah yang akhirnay menimbulkan ide bagi pemerintah untuk
memperkeanlkan sistem penyerahan wajib oleh petani.
Ide
dasar Tanam Paksa Kopi yang dimuat dalam salinan surat Keputusan Gubernur
Micheals tanggal 1 November 1847 ini wajib setiap keluarga menanam
sekurang-kurangnya 150 batang kopi dan semua hasil harus diserahkan kepada
pemerintah melalui gudang-gudang kopi yang telah di sediakan. Gudang-gudang
kopi hampir ada di setiap kawasan pantai barat, hak penagangkuatan kopi
diserahkan kepada NHM dan juga kepada pengusaha swasta. NHM mendapat hak
penagankutan di kawasan pedalaman bagian selatan,perusahaan bertanggung jawab
menganggkut kopi dari solok,tanah datar, agam,limapuluh kota,dan pesaman ke
pantai,terutama ke padang, pariaman, dan air bangis.
Data-data
produksi kopi pantai barat menginformasikan bahwa pada tahun pertama tanam
paksa kopi dialksanakan jumalah produksi kopi di daerah ini tidak lebih dari
58.224 pikul, setelah tiga tahun pun tidak ada tanda-tanda peningkatan. Tahun
1850 kopi yang berhasil dikumpulkan pemerintah masih merupakan hasil dari
tanaman kopi yang sudah ditanam pada masa-masa sebelum tanaman wajib
diperkenalkan.Lonjakan produksi kopi baru kelihatan pada tahun 1852 dimana
produksi tahun itu melonjak dari 84.976 tahun 1851 menjadi 122.903
pikul.Produksi kopi mencapai puncak pada tahun 1857 yakni 190.917
pikul,walaupun mengalami fluktuasi yang bervariasi besarnya produksi kopi
pantai barat hingga tahun-tahun pertama 1880-an masih berada di atas 100.000
pikul per tahun. Namun pada tahun 1906 menunjukkan gejala penurunan hingga
39.000.
Penurunan
penerimaan kopi oleh perintah antara lain disebabkan oleh: pertama, tidak ada
lagi pembukaaan kebun kopi baru sejak tahun 1860-an; kedua, tanah yang baik
untuk kopi semakin berkurang; ketiga, munculnya wabah penyakit yang menyerang
daun kopi; keempat, pemerintah tidak bisa lagi brtindak keras kepada penduduk;
kelima, penduduk lebih suka menjual kopi kepada saudagar peribumi.
Karena
produksi kopi terus merosot maka sejak awal tahun 1880-an mulailah muncul
suara-suara yang mengusulkan agar sistem penyerahan wajib ini dihapus saja.
Tahun 1906 sistem ini tetap dipertahankan,pejabat pemerintah juga menagtakan
bahwa di bandingkan dengan pengenaan pajak, tanam paksa kopi masih lebih
menguntungkan rakyat, mengingat kebutuhan pemerintah dan “ kepentingan “ rakyat
inilah Tanam paksa kopi baru di hapus pada tahun 1908.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar