Kamis, 17 Januari 2013

Kapita Selekta



RESUME
SUKARNO SEBUAH BIOGRAFI POLITIK

            Kemerdekaan Indonesia yang berhasil diraih pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan buah manis dari perjuangan keras  seluruh rakyat Indonesia. Sukarno yang merupakan wakil rakyat Indonesia dan dipercaya sebagai pemimpin bangsa Indonesia membacakan proklamasi kemerdekaan di depan rakyat. Momentum proklamasi tersebut menjadi titik awal perjuangan bangsa Indonesia sebagai suatu Negara yang merdeka. Proklamasi juga menjadi salah satu festival nasional yang dilakukan setiap tahunnya.
Pada setiap pidato kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Sukarno sebagai Presiden selalu berhasil memancing dan membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Sikapnya yang berwibawa, tenang dan gaya bahasa yang disampaikannya pada setiap pidato kenegaraan menunjukkan bahwa Beliau memang orang yang sangat kharismatik.
            Sukarno merupakan salah satu anak dari Raden Sukemi Sosrodiharjo, seorang bangsawan dari tanah Jawa yang menikah dengan Ida Ayu Nyoman Rai, putri dari salah satu keluarga Bali dari kelas Brahmana. Kedua orang tua Sukarno awalnya menetap di Singaraja, Bali sampai kakaknya yang bernama Sukarmini lahir. Setelah anak pertamanya menginjak usia dua tahun, barulah mereka pindah ke Surabaya dan disanalah Sukarno dilahirkan. Awalnya kedua orang tua Sukarno memberi nama Kusno Sosro Sukarno, akan tetapi pada masa kanak-kanaknya kedua nama pertama itu dibuang dan selanjutnya sesuai dengan kebiasaan orang Jawa ia hanya diberi nama Sukarno.  Banyak masa kanak-kanaknya dihabiskan di Tulungagung bersama kedua orang tuanya dan Mojokerto bersama kakek neneknya. Sewaktu usianya masih kecil, ia dikenal sebagai jagoan muda karena bisa dengan cepat menguasai teman-temannya bermain dan ketika itu Sukarno menjadi ketua geng bermainnya. Akan tetapi pada waktu itu keluarga Sukarno bukanlah keluarga yang kaya, bahkan tergolong sangat miskin. Dalam otobiografinya, Sukarno menuturkan bahwa dalam sehari ia dan keluarganya bahkan bisa tidak makan sama sekali karena tidak punya apapun untuk dimakan. Ayahnya hanyalah seorang guru kecil dengan gaji yang sangat kecil, yaitu 25 gulden setiap bulannya. Namun jika ditinjau kembali Sukarno bukanlah seorang rakyat kecil seperti yang diceritakannya, karena ia adalah seorang keturunan priyayi atau bangsawan Jawa. Adapun asal-usul kepriyayian Sukemi, ayah Sukarno, tidaklah dirintis dari karir sebagai pangreh praja. Kedudukannya sebagai guru sekolah adalah bentuk pegawai negeri yang penghargaannya tidak setinggi pangreh praja, tetapi kedudukan itu memberikan kepada anaknya kesempatan mendapatkan keuntungan pendidikan Belanda yang sangat penting di satu pihak, dan keuntungan mendapatkan kedudukan yang mapan dalam masyarakat Jawa di lain pihak.
Sebagai kanak-kanak, Sukarno memasuki kebudayaan tradisional Jawa melalui dunia wayang yang merupakan salah satu dari kebudayaan tinggi tradisi keratin Jawa sekaligus tradisi rakyat pedesaan Jawa. Banyak pelajaran mengenai kehidupan yang diperolehnya dari berbagai macam tokoh dalam  pewayangan tersebut. Selain itu, Sukarno juga menyerap berbagai macam filsafat Jawa  dari kakek neneknya di Tulungagung dan dari ayahnya di Mojokerto. Sukarno telah menyerap kemajemukan moral dari pandangan-pandangan mengenai penguasa yang adil dan masyarakat yang selaras dan tertib melalui cerita-cerita wayang yang sering didengarkannya. Akan tetapi Sukarno tidak mengikuti model-model dari tokoh wayang yang santun dan halus, melainkan lebih menyukai tokoh yang energik, kasar dan duniawi dalam perilaku sosialnya. Sejak kecil memang Sukarno sudah berendam dalam tradisi wayang. Bahkan dalam pidato-pidatonya kemudian, jika ingin menyampaikan pikiran yang lebih peil pada masyarakat Jawa maka ia sering menggunakan kisah dan tokoh-tokoh pewayangan.
Pada masa kanak-kanaknya ini, hal yang paling penting dalam membentuk Sukarno muda adalah profesi ayahnya sebagai guru dan perhatiannya sebagai seorang cendikiawan. Ayahnya sangatlah disiplin mengenai berbagai hal menyangkut pendidikan yang ditempuh Sukarno. Sepulang Sukarno masih diberikan pelatihan tambahan untuk mempersiapkan dirinya memasuki sekolah lanjutan Belanda. Meskipun pada masa sekolahnya Sukarno bukan termasuk anak yang brilian, tetapi ia berhasil menjalani sekolah dasar pimpinan ayahnya di Mojokerto sampai kelas lima. Setelah itu Sukarno memasuki sekolah dasar berbahasa Belanda selama dua tahun sebagai landasan untuk memasuki sekolah lanjutan Belanda. Sukarno semakin fasih dalam berbahasa belanda setelah ia jatuh cinta pada gadis Belanda dan mempunyai teman-teman sepermainan dalam sepak bola bersama anak-anak keturunan Belanda.
Pada mulanya, orang-orang Belanda yang datang ke Indonesia menemukan masyarakat yang sangat beragam. Pola perpindahan dan pemukiman penduduk pada awalnya telah menghasilkan suatu campuran sejumlah suku bnagsa yang secara etnis berbeda. Hingga akhirnya pada abad ke 16 masyarakat yang berbeda-beda tersebut untuk pertama kalinya bersentuhan dengan pengaruh-pengaruh baru dari Eropa. Pertama kali hubungan dengan Eropa dijalin dengan Portugis dan kemudian disusul oleh Belanda dan Negara-negara Eropa lainnya. Pada permulaan abad ke 17 VOC, kongsi dagang bentukan Belanda sudah mempunyai markas besar di Belanda. Awalnya VOC hanyalah mengurusi urusan perdagangan tetapi pada perkembangannya VOC justru mengambil alih kekuasaan tertinggi di Nusantara ini. VOC juga menerapkan kebijakan yang sang sangat menyengsarakan rakyat. Bahkan setelah VOC ditarik kembali kuasanya oleh Ratu Belanda, kekuasaan Belanda di Nusantara belum juga berakhir. Sebagai reaksi dari kolonialisasi Belanda di Nusantara, rakyat banyak melakukan perlawanan terhadap pemerintah colonial, sehingga meletus berbagai perang kemerdekaan di berbagi sudut Nusantara ini. Hal tersebut dilatarbelakngi karena kekayaan Nusantara dikeruk tanpa batas, dan rakyat tidak diperdulikan sama sekali kesejahteraannya.
Golongan elite pribumi memberikan reaksi dengan berbagai sikap, ada yang menerima Belanda dengan baik yaitu dengan menduduki jabatan-jabatan yang enak dalam kerangka kerja colonial dan ada pula yang mempunyai harapan akan adanya otonomi bagi bangsanya di masa depan. Kesadaran mengenai nasionalisme barulah lahir setelah banyak pemberontakan-pemberontakan dibawah pimpinan tradisional mengalami banyak kegagalan, sehingga muncul pemikiran untuk menyatukan kekuatan agar dapat mengalahkan kekuatan penjajah. Akan tetapi sebenarnya nasionalisme itu sendiri lahir tidak semata-mata karena adanya penindasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, melainkan suatu efek yang tercipta dengan sendirinya ketika pemerintah kolonial mulai memperhatikan rakyat, yaitu dengan mengadakan politik etis. Dilaksanakannya politik etis tersebut pada akhirnya memunculkan pemikiran-pemikiran idealism, sehingga muncullah rasa nasionalisme yang tinggi. Meskipun politik etis tersebut tidak dapat mengendalikan kemrosotan taraf hidup rakyat dan dinyatakan hanya berhasil menyentuh permukaannya saja, tetapi dengan adanya politik etis ini muncul kaum etrpelajar yang pada perkembangannya akan menciptakan suatu gagasan baru yang sangat menentukan masa depan bangsa ini.
Di Indonesia, Sukarno juga turut memberikan bentuk pada rasa kesadaran diri yang baru, meskipun bukan ia yang menciptakannya. Sukarno yang sejak kecil berkesempatan untuk menempuh pendidikan yang diselenggarakan Belanda, menginjak usia remaja juga turut mengenyam pendidikan tradisional, yaitu dengan mondok. Pendidikan tradisional yang diikutinya tersebut merupakan salah satu jalan yang ditempuhnya untuk memperoleh kematangan batin dengan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa kesepian karena jauh dari keluarganya mendorongnya untuk selalu belajar. Dengan perantara kenalan-kenalan ayahnya ia berhasil menimba pengetahuan dari kekayaan perpustakaan Perhimpunan Teosofi Surabaya. Dengan gairah pengetahuannya yang semakin meningkat, ia mulai berkenalan dengan berbagai macam pemikiran politik, seperti demokrasinya Jefferson, fabianismenya Webb, dan Marxisme. Semua ini dalam berbagai cara turut memberi sumbangan kepada pembentukan pemikirannya. Dalam filsafat, ia mengikuti Hegel, Kant dan Rousseau.
Pada tahun 1916, tepatnya ketika Sarekat Islam berusia 4 tahun, organisasi tersebut berhasil memasuki periode ekspansi terbesarnya. Sarekat Islam berhasil menemukan landasan dukungan yang sangat luas, sehingga bersifat lebih nasionalis. Akan tetapi Sarekat Islam bukanlah satu-satunya gerakan yang mempunyai makna politik, karena dalam perkembangan nasionalisme pada tahun 1914 terbentuklah ISDV (Indische Sociaal Demokratische Vereniging). Kedua organisasi itu mempunyai tujuan yang berbeda, namun pada dasarnya mempunyai satu mata rantai seperti halnya dengan organisasi-organisasi lainnya. Sarekat Islam yang mempunyai watak beranekaragam tercermin pada berbagai macam orang yang ada dilingkungan Tjokroaminoto, termasuk juga Sukarno. Berkaitan dengan hal ini Sukarno mulai mengenal tokoh-tokoh yang kemudian ikut memberi sumbangan bagi kesadaran politiknya. Sukarno mulai memainkan perannya dengan mengikuti debat ketika mendengarkan diskusi-diskusi mengenai keadaan Indonesia yang gelisah, tentang gerakan-gerakan revolusioner di berbagai tempat, tentang strategi dan taktik dalam situasi pada waktu itu. Berawal dari ikut sertanya dalam diskusi-diskusi tersebut, kemudian berangsur-angsur menjadi partisipasi yang lebih langsung dalam kegiatan-kegiatan kelompok, meskipun masih dalam peran yang kurang penting.
Langkah pertamanya yang positif sebagai seorang nasionalis aktif dilakukannya dalam organisasi pemuda Trikorodarmo cabang Surabaya, yang dibentuk tahun 1915 sebagai anak dari organisasi Boedi Oetomo. Pada perkembangannya yaitu menginjak tahun 1918 perkumpulan tersebut berganti nama menjadi Jong Java. Organisasi ini memberikan wadah yang kurang penting bagi Sukarno, tetapi merupakan pangkal tolak kiprahnya dalam dunia politik. Dari sini Sukarno melangkah ke jenjang yang lebih penting, terutama langkah pertamanya di bidang jurnalistik sebagai penyumbang karangan untuk Oetoesan Hindia. Dengan semua kegiatan yang dilakukannya selama mengikuti perkumpulan ini, Sukarno semakin sadar akan kemampuannya dalam bidang politik, sehingga ia seakan-akan bisa loncat menjadi seseorang yang terkemuka. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar Sukarno ketika ia mulai memasuki kancah politik mempunyai arti yang sangat penting. Menjelang tahun 1912, Tjokroaminoto meminta Sukarno untuk menikahi putrinya yang bernama Siti uteri. Dari pernikahan tersebut, Tjokroaminoto sebenarnya menginginkan Sukarno untuk meneruskannya menjadi pemimpin Sarekat Islam. Akan tetapi pernikahannya ini tidak dapat berjalan lama, karena memang tidak dilakukan berdasarkan cinta, sehingga pernikahan tersebut kandas ditengah jalan.
Pada tahun 1921 Sukarno berhasil lulus dari sekolah HBS Surabaya dan melanjutkan ke perguruan tinggi teknik di Bandung. THS di Bandung ini baru saja didirikan sebagai langkah pertama ke arah pembentukan universitas di Hindia. Baru beberapa bulan ia di Bndung, Tjokroaminoto yang merupakan sesupuhnya ditahan karena kejadian yang menggelisahkan pejabat-pejabat pemerintah maupun Sarekat Islam selama dua tahun terakhir, yang dikenal dengan peristiwa Afdelling B Affair. Hal tersebut segera mendapatkan reaksi dari Sukarno, ia bergegas pulang ke Surabaya setelah mendengar kabar itu dan meninggalkan sekolahnya di THS. Di Surabaya, Sukarno bekerja sebagai pegawai kereta api dengan penghasilan yang kecil untuk menunjang kehidupan keluarga Tjokroaminoto. Setelah Tjokroaminoto bebas, barulah Sukarno bisa kembali lagi ke Bandung untuk meneruskan sekolahnya. Tidak lama, Sukarno menikah lagi dengan Inggit, seorang wanita yang sering menemaninya mengikuti rapat-rapat dan diskusi-diskusi dengan mahasiswa maupun dengan tokoh-tokoh yang ada di Bandung. Disana ia juga disibukkan dengan menulis pidato dan beberapa karangan politik. Pada tahun 1923, ia menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan Konsentrasi Radikal, yaitu suatu front luas yang terdiri dari berbagai organisasi politik. Pada kesempatan itu, Sukarno menyampaikan pidatonya yang bersifat militant, sehingga dihentikan oleh polisi. Tidak lama setelah itu, Sukarno juga hadir dalam konggres PKI di Bandung tahun 1923 dan berpidato membela Tjokroaminoto terhadap serangan Haji Misbach. Melalui kegiatannya ini berangsur-angsur Sukarno memperluas hubungannya dengan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis di Bandung. Kehidupan dan pemikiran dari para tokoh yang dikenalnya berpengaruh pula bagi pemikiran Sukarno. Terutama mengenai cara pendekatan Douwes Decker terhadap seluruh situasi di Hindia dan cara yang mungkin ditempuh untuk mengubahnya. Adapun dasar dari pemikirannya adalah suatu bangsa merdeka, multi-rasial dalam komposisinya tetapi terikat pada kesetiaan terhadap tanah airnya dan bersedia berjuang demi kemerdekaannya.
Sukarno menyelesaikan studinya di THS selama 5 tahun, ia mundur setahun dari kelulusan yang semestinya bisa ditempuh dengan 4 tahun karena sempat berhenti selama kurang lebih selama 7 bulan. Setelah lulus ia bekerjasama dengan Anwari, temannya ketika THS untuk mendirikan sebuah kantor perencanaan pembangunan. Akan tetapi panggilan hatinya untuk menggeluti dunia politik sangatlah besar, sehingga ia meninggalkan karirnya sebagai arsitek dan kembali ke kancah politik. Batu loncatan yang dijadikannya pangkal tolak melontarkan dirinya kedalam kepemimpinan nasional ialah Algemene Studie Club (Kelompok Studi Umum) yang turut didirikannya pada awal tahun 1926, tidak lama sebelum ia lulus dari THS. Sukarno menjadi sekretaris dari kelompok studi ini dan menjadi salah seorang penggerak utamanya. Dalam upayanya membantu melancarkan pekerjaan kelompok studi ini, Sukarno berusaha memimpinnya dari satu titik tolak baru dalam perlawanan Indonesia melawan kekuasaan kolonial. Ia melihat berbagai macam perpecahan gerakan kemerdekaan yang ada disekitarnya, sehingga muncul pemikirannya untuk membentuk sebuah persatuan dan merintis jalan kearah pembentukan suatu organisasi massa yang mencakup keseluruhannya sebagai sarana untuk mengembangkan kekuatan yang mampu menentang kekuatan rezim kolonial. Sukarno sangat mengutuk eksklusivisme dan chauvisme nasionalisme Eropa serta mempertentangnya dengan nasionalismenya sendiri yang berlandaskan atas dasar cinta kasih seluruh umat manusia.
Pada perkembangannya Aglemeene Studie Club menerbitkan majalah yang berjudul Indonesia Muda, dimana dalam halaman-halamannya Sukarno memaparkan pemikiran-pemikirannya yang semakin matang. Pemikiran-pemikiran Sukarno dan kelompok studinya tersebut mendapatkan sambutan baik di lingkungan yang subur. Kejadian-kejadian selama tahun-tahun sebelumnya telah mendiskreditkan partai-partai massa yang disasarkan pada ideology dan telah merintis jalan bagi suatu gerakan yang jelas berciri kekotaan, dicerminkan oleh peningkatan jumlah dan bertambah besarnya keterlibatan kaum cendikiawan. Peristiwa merosotnya Sarekat Islam dan ditumpasnya PKI oleh Belanda telah meratakan jalan bagi suatu gerakan tipe baru yang didasarkan pada suatu bentuk nasionalisme yang lebih padat, dalam pengertian bahwa gerakan nasionalisme itu mengenyampingkan masalah-masalah sosial dan memusatkan seluruh upaya dan gerakannya pada tujuan tunggal, yaitu kemerdekaan nasional.
Pada pertengahan tahun 1920an akhirnya Sukarno dapat mengecap pendidikan Belanda di Hindia Belanda. Pada tahun 1922 perkumpulan Indische Vereniging melakukan reorganisasi dan menukar namanya menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Pada pertengahan tahun 19201n anggota-anggota PI kembali ke tanah air untuk mencoba menjalankan peranannya dalam gerakan nasionalisme Indonesia. Mahasiswa-mahasiswa PI ini umumnya memiliki pendekatan yang lebih berdisiplin terhadap kemasyarakatan daripada pemikiran Sukarno. Selanjutnya pada tanggal 4 Juli dibentuklah sebuah organisasi baru yang bernama Perserikatan Nasional Indoonesia (PNI) yang merupakan hasil inisiatif kelompok basis Indonesia. Pada bulan desember 1927 Sukarno muncul pada rapat umum PNI di Batavia, dan disinilah ia mengulas mengenai prinsip-prinsip PNI. Kemudian di Bandung juga ia membentuk PPKI yang merupakan kumpulan dari berbagai organisasi yang berbeda-beda.  PPPKI sebenarnya lebih berbentuk sebuah federasi dari berbagai golongan yang ada tanpa adanya tuntutan ideology, kecuali menerima gagasan berjuang untuk mencapai kemerdekaan politik bangsa Indonesia. Bagi Sukarno hal ini merupakan sebuah jalan praktis untuk menerapkan keyakinannya tentang persatuan yang didasarkan pada persamaan kepentingan pokok diantara berbagai macam aliran perlawanan Indonesia terhadap Belanda. Dalam wadah PPPKI ini Sukarno dapat menunjukkan kemampuannya untuk merukunkan satu golongan dengan golongan yang lain dengan meyakinkan berbagai macam golongan itu untuk menggalang kerjasama untuk mewujudkan satu cita-cita bersama. Sementara itu, Sukarno juga memimpin PNI ke arah radikal dan anti kerja sama dengan Belanda, namun ia juga mampu untuk bersikap lunak dengan golongan moderat yang memikirkan konsensi-konsensi yang pantas akan dapat dicapai lewat jalan kooperasi dengan Belanda. Bagi kaum nasionalis dari tahun 1920an dan awal tahun 1930an masalah kooperasi dan non kooperasi ini tidak hanya soal taktik saja, tetapi merupakan perbedaan yang sangat wajar. Oleh karena itu dengan situasi yang demikian, maka sebuah prestasi tersendiri Sukarno dapat mendirikan PPPKI yang dapat mempersatukan semua golongan-golongan itu.
Keterlibatan di dalam berbagai macam kegiatan politik membawa kesulitan bagi kehidupannya, tetapi sekaliguss juga membawa kegairahan dan kegembiraan. Bagi Sukarno, apapun yang terjadi dalam hidupnya adalah tantangan untuk menjalani profesinya. Kehidupan Sukarno mengalami kesulitan dalam ekonomi karena banyaknya dana yang harus dikeluarkan untuk membiayai partainya, sementara untuk kebutuhan rumah tangga Sukarno sangat bergantung pada istrinya Inggit yang menjual jamu-jamuan hasil ramuannya sendiri dan honor dari beberapa tulisan-tulisannya. Gatot Mangkupradja, seorang sekertaris partai setelah kongres PNI yang awalnya sangat kaya, rela memiskinkan dirinya sendiri untuk mendanai kebutuhan partai. Selain itu ada pula tokoh-tokoh yang menyisihkan sedikit penghasilannya untuk menunjang kehidupan Sukarno, seperti Ali Sastroamidjojo, Sartono, Iskaq dan Sujudi yang mengumpulkan uang mereka dan memberikan tunjangan sebesar 75 gulden setiap bulannya kepada Sukarno. Perjuangan Sukarno dalam PNI merupakan bukti bahwa dirinya memiliki bakat memimpin organisasi dan yang lebih penting adalah kekuatan ampun dalam berpidato dengan retorikanya. Sukarno mampu mempesona pendengar dan membakar semangat mereka untuk menyadari identitas nasional dan kemuliaan cita-cita kebangsaannya. Lewat keahlian berpidato dan karangan-karangan kebangsaannnya, unsure-unsur posisi ideologinya berangsur-angsur berkembang dengan sendirinya. Adanya beberapa segi pemikiran khas yang dapat ditandai dalam diri Sukarno. Pertama, yang mempunyai arti fundamental adalah cita-citanya tentang persatuan nasional. Kedua, desakannnya untuk menjalankan sikap non kooperasi, bukan hanya sebagai taktik tetapi sebagai hal yang prinsip. Kemudian yang ketiga mengenai konsep Marhaenisme-nya, yaitu berupa gagasan tentang rakyat kecil, si Marhaen mungkin tidak merupakan suatu sumbangan besar dalam dunia politik, tetapi sesungguhnya konsep tersebut telah menampilkan suatu penilaian yang jujur tentang sifat masyarakat Indonesia. Unsure-unsur pemikiran dan cara kerja Sukarno tersebut pada pokoknya tidak membawa perubahan pada sekitar tahun-tahun itu. Hal ini hanya mencerminkan suatu pandangan dunia yang konsisten dan umumnya bersifat bebas.
Peraturan hukum Hindia Belanda pada tahun 1919 telah mengantarkan Sukarno dan kawan-kawannya ke belakang jeruji besi. Mereka ditindak melalui proses formal peradilan, walaupun sebenarnya bisa saja mereka tidak usah diadili dan langsung dibuang ke pengasingan.sidang pemeriksaannya dibuka di Pengadilan Negeri Bndung pada tanggal 1930 di bawah pimpinan hakim ketua Mr. R Siegenbeek van Heukelom. Hakim ketua mempertanyakan mengenai soal pembentukan PNI dan sifat kenasionalannya. Akan tetapi sebenarnya kasus yang diangkat adalah mendesak akan adanya hubungan PNI dengan PKI. Bagi Sukarno, keasyikan pengadilan memperhatikan pidato-pidatonya selama 3 tahun terakhir, nampaknya bukanlah sesuatu yang berarti. Sukarno mengawali pembelaannya dengan menyoroti pengadilan itu sendiri. Dalihnya dalah tujuan pidato itu untuk menunjukkan pada persidangan tentang tujuan dan sifat-sifat PNI, ia menunjuk pada sifat-sifat elastis dari dasar-dasar yuridis tuduhan terhadapnya. Ia juga memperingatkan para hakim yang memeriksanya agar menentang penggunaan hokum sebagai senjata politik. Dari sinilah Sukarno dapat membahas dan mengupas mengenai kapitalisme dan imperialisme. Pidato pembelaan itu berakhir dalam dua hari yang merupakan suatu penampilan maraton. Pembelaan Sukarno tersusun dari teori yang padat hingga pengajuan argumentasi yuridis yang terperinci.akan tetapi Sukarno gagal untuk meyakinkan para hakimnya, sehingga para tahanan dikirim ke penjara Sukamiskin di dekat Bandung. Pada saat dalam penjara Sukarno menempatkan diri lebih dekat pada studi tentang Islam, karena pada saat itu ia banyak menerima buku-buku yang mengkaji tentang Islam, sementara buku tentang politak tidak diizinkan masuk.
Penasihat hukumnya mengajukan banding pada tahun 1931 hingga pada akhirnya Sukarno dapat beranjak keluar dari penjara Sukamiskin dan menjadi orang yang merdeka. Akan tetapi setelah ia keluar dari penjara, ia mendapatkan bahwa gerakan PNI yang selama ini dipimpinnya telah berada pada keadaan yang porak poranda akibat adanya penahanan massal pemimpin-pemimpin PNI dalam bulan Desember tahun 1929. Sukarno kembali ke Bandung untuk mengambil alih tugas aksi-aksi politik. Masalah utama yang mencekam perhatiannya tentu pergerakan nasional yang ada dalm keadaan terpecah-pecah dan merangkan lagi Anggaran Dasar PPPKI sebagai langkah ke arah menghidupkan koalisi yang sedang berada dalam keadaan sekarat. Dalam pidatonya di Surabaya tanggal Januari, Sukarno mencoba menarik hubungan persoalan secara lebih spesifik, yaitu adanya persaingan antara Partindo dan PNI baru. Didalam usahanya untuk mendamaikan kedua belah pihak, Sukarno berkeyakinan bahwa doktrin nasionalisme yang lugas akan mampu mempersatukan kelompok-kelompok yang bersaing dan yang tenggelam bersama perbedaan tersebut. Akan tetapi dengan berbagai usahanya untuk berpidato dalam setiap pertemuan di kedua belah pihak, tetap saja diantara dua itu tidak bisa disatukan dan kali ini Sukarno dinyatakan gagal untuk semua usaha yang dilakukannya mendamaikan Partindo dan PNI baru.
Pada perkembangan selanjutnya, Sukarno memutuskan untuk masuk dalam barisan Partindo. Hal tersebut menyebabkan perpecahan yang berlarut-larut menjadi nyata dalam gerakan nasionalisme Indonesia. Perpecahan ini memang sebenernya sudah lama berlangsung, yaitu sejak tahun 1927 tepatnya ketika diadakan pertemuan antara PI dan pimpinan Pemuda Nasionalis Bandung untuk membentuk PNI. Awalnya perpecahan tersebut dapat dicegah oleh Sukarno, tetapi setelah Sukarno ditangkap maka celah perbedaan itu kembali terbuka lagi. Pembebasan Sukarno yang hamper bersamaan dengan pulangnya Hatta dan Syahrir dari Belanda menyediakan tokoh-tokoh pimpinan untuk masing-masing kelompok tersebut. Hingga akhirnya sering terlihat persaingan antara Partindo dan PNI baru sebagai persaingan antara kaum radikal dan kaum moderat, atau barisan kiri dan barisan kanan.
Sebagai ketua Partindo, Sukarno dengan cepat tampil dalam gaya kepemimpinannya pada tahun 1928-1929. Hidupnya kembali sarat dengan rangkaian pidato-pidato, disamping sejumlah kegiatan jurnalistik politik dan sedikit praktek keahlian arsiteknya bersama dengan Ir. Roosseno untuk mendapatkan nafkah bagi keluarganya. Berkembangnya Partindo dibawah kepemimpinannya merupakan suatu bukti kemahiran Sukarno dalam bidang politik. Dalam waktu kurang dari setahun, jumlah anggota Partindo telah berlipat ganda. Akan tetapi tidak lama setelah itu Sukarno kembali ditangkap oleh pemerintah Hindia Belanda. Penangkapan Sukarno terdahulu ternyata menjadi permulaan ketegasan tindakan pemerintah untuk menindas pergerakan nasional dan meletakkannya dibawah kontrol pemerintah selama tahun-tahun terakhir kekuasaan kolonial. Ketika Sukarno kembali ditangkap dan dipenjarakan di Sukamiskin, itu hanya berlangsung untuk sementara karena sebenarnya pemerintah bermaksud untuk mnyingkirkan Sukarno dari kegiatan politik selanjutnya dengan jalan membuangnya ke luar Pulau Jawa. Sesudah penangkapan Sukarno, pemerintah Hindia Belanda menindak pemimpin-pemimpin lainnya. Pada bulan Februari, Hatta dan Sjahrir ditangkap dan tanpa diadili dibuang ke Boven Digul, Irian. Kemudian pada tahun 1936 mereka dipindahkan ke Pulau Banda. Setalah pembuangan para pemimpinnya tersebut, PNI baru terlihat lebih bisa bertahan jika dibandingkan dengan Partindo. Pada masa itu pergerakan nasional terpaksa mengambil jalan moderat dan kooperasi. Bukan dengan nama Partindo, melainkan dengan nama baru yaitu Parindra yang tampil mewakili gaya politik dengan suasana kelonggaran baru yang diberikan pemerintah pada pertengahan dan akhir tahun 1930an. Parindra ini didirikan pada tahun 1935 sebagai hasil fusi perkumpulan Budi Utomo, Persatuan Bangsa Indonesia, dan beberapa organisasi kecil lainnya. Partai baru ini mencerminkan pikiran-pikiran pemimpin-pemimpin yang lebih moderat seperti Thamrin dan dr. Sutomo. Partai ini bekerja sama dengan volksraad, seperti juga beberapa golongan nasional lain termasuk kelompok Islam yang dipimpin Haji Agus Salim, yang merupakan hasil pecahan dari partai Sarekat Islam Indonesia yang bersifat non kooperatif.
Sementara itu, Sukarno yang pada waktu di buang di Ende mendapatkan hak-hak istimewa. Sukarno diperbolehkan untuk menghimpun teman-teman disekitarnya, yaitu penduduk biasa dari berbagai kalangan di Ende untuk membentuk suatu pementasan sandiwara. Sesekali Sukarno juga diperbolehkan untuk mengirim surat kepada sanak saudaranya dan sejumlah karangan-karangan politik yang bersifat netral ke pers Indonesia. Pada tahun 1938, setelah Sukarno diserang penyakit malaria yang berat, maka diputuskan untuk memindahkannya ke tempat pengasingan yang lebih sehat. Ia diangkut dari Flores ke Surabaya. Setalah itu dengan pengawalan yang ketat dari ujung ke ujung pulau Jawa, maka Sukarno pun di berangkatkan ke Bengkulu setelah sakitnya sembuh. Di Bengkulu, ia menikahi ftmawati, seorang putrid dari pimpinan Muhammadiyah setempat. Disana, Sukarno juga meneruskan pekerjaan jurnalistiknya secara berkala, membatasi dirinya menulis hal-hal yang aman karena terpaksa. Sukarno memang dilarang untuk menulis mengenai situasi politik di Hindia Belanda, tetapi diperbolehkan untuk menulis secara umum mengenai perkembangan politik dunia.
Pada tahun 1936, volksraad dengan mayoritas cukup menerima sebuah petisi yang meminta untuk diadakannya konferensi yang membicarakan rencana pemberian otonomi dalam kerangka konstitusi Belanda bagi Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun yang akan datang. Akan tetapi setalah dua tahun dipetisikan di negeri belanda, akhirnya petisi Sutardjo ini ditolak dan sungguh membuat banyak pihak yang kecewa. Pada akhirnya kekecewaan itu melahirkan sebuah keyakinan bahwa dengan bersikap moderat itu tidak akan merubah sama sekali. Oleh karena itu maka lahirlah Gerindo yang sikapnya lebih radikal daripada Parindra. Meskipun menekankan perjuangan kemerdekaan sebagai sesuatu yang penting, tetapi mereka juga tetap menempatkan pekerjaan utama pada kerja sama Indonesia dengan Belanda dalam melawan fasisme Jerman di Eropa dan Jerman di Pasifik. Dengan perubahan penekanan politik ini, pada tahun 1939 diusahakan untuk mempersatukan berbagai unsure nasionalisme Indonesia kedalam satu front yang lebih luas, yaitu dengan membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang terdiri dari delapan organisasi termasuk Gerindo, PSII dan Parindra. Programnya mencakup tujuan-tujuan perjuangan anti  fasis dan perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia. Sukarno juga tetap memperhatikan setiap perkembangan yang terjadi dari jauh, dan kadang-kadang ia memberikan komentar-komentarnya dalam tulisan mengenai aspek-aspek ideologisnya yang luas.
Adanya peristiwa penaklukan dan pendudukan Jepang atas Belanda merupakan salah satu peristiwa yang membawa perubahan besar yang menyeluruh bagi pergerakan nasional dan juga bagi Sukarno sendiri. Bagi Sukarno keadaan ini sangatlah menguntungkan, karena dengan ini maka pengasingannya berakhir. Setelah itu Sukarno tidak lagi berdiri pada pihak oposisi, tetapi sudah mempunyai kedudukan formal sebagai wakil pendapat umum kaum nasionalis. Pada zaman pendudukan Jepang ini, Sukarno berhasil menjadi pemimpin tanpa tantangan dari rakyatnya. Jepang juga memberikan ruang gerak yang lebih bebas daripada ketika masa pendudukan Hindia Belanda.oleh karena itu Sukarno semakin yakin bahwa kemerdekaan Indonesia dapat dicapai dengan satu jalan lain yaitu melalui kependudukan Jepang. Sukarno tetap teguh pada keyakinannya ini meskipun politik pendudukan Jepang semakin keras dan teguh menolak setiap konsensi. Pertemuan antara Sukarno dengan Hatta pada masa pendudukan Jepang ini juga mempunyai warna tersendiri. Hubungan antara keduanya yang terakhir, yaitu sekitar sembilan tahun yang lalu ditandai dengan persaingan dan kebencian, pada masa ini mereka berdamai, karena memang sudah tidak ada tempat lagi untuk memperdebatkan perbedaan-perbedaan antara Partindo dan PNI Baru. Sikap Sukarno yang mau diajak bekerjasama dengan pemerintah Jepang merupakan sebuah pilihan yang memang telah dipikirkannya secara masak. Pada dasarnya ketika ia menentang untuk bekerja sama dengan Belanda itu sebenarnya sudah merupakan prinsip, berbeda dengan kerjasamanya dengan Jepang yang nampaknya akan membawa hasil yang lebih baik. Dalam hal ini Sukarno berfikiran, apapun cara yang akan ia tempuh adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu memperoleh kemerdekaan Indonesia. Sikap yang diambil Sukarno itu juga pada akhirnya membawa Hatta kearah jalur yang sama dalam berjuang, yaitu dengan mau bekerjasama dengan pemerintah Jepang.
Pada awal Jepang menduduki Indonesia, mereka banyak memenjarakan orang-orang Belanda yang masih tersisa. Sementara untuk jabatan-jabatan yang ditinggalkan Belanda, Jepang mengisinya dengan tenaga dari masyarakat Indonesia itu sendiri. Meskipyun ada langkah-langkah yang nyata ke arah kerja sama dengan pemimpin-pemimpin Indonesia, namun Jepang tetap dengan teguh memegang kendali kekuasaan dalam tangannya. Pemimpin-pemimpin nasional diberikan kehormatan, tetapi bukan kehormatan eksklutif dan Jepang juga tidak bermaksud memberikan kkonsesi-konsesi nyata untuk memenuhi Indonesia. Salah satu tindakan pertama yang dilakukan Jepang adalah melarang kegiatan kebebasan politik yang segera disusul dengan pembubaran semua perkumpulan politik. Bahakan perwujudan  yang demikian sederhana seperti pengibaran bendera merah-putih dan nyanyian Indonesia Raya juga dilarang. Nama-nama jalan yang semula merupakan nama Belanda ditukar dengan nama Jepang. Selain itu, Jepang juga melakukan perubahan sistem pendidikan yaitu dengan pendidikan penjepangan terararah. Dalam keadaan demikian, Sukarno bertindak sangat hati-hati dalam berdiplomasi. Selama berpidato biasanya Sukarno selalu memuji Jepang terlebih dahulu dan baru memberikan semangat kepada rakyat Indonesia.
Dalam mobilisasi politik, Jepang merasakan peningkatan-peningkatan secara bertahap, sehingga mereka menciptakan suatu front organisasi resmmi sebagai ganti organisasi-organisasi yang telah dilarang. Pada bulan April 1942, Jepang mendirikan Gerakan 3A yang direncanakan sebagai front persatuan seluruh kekuatan politik. Adapun tujuannya adalah untuk menanamkan konsep kepemimpinan Jepang di Asia seperti yang tercakup dalam semboyan 3A, yaitu Jepang pemimpin Asia, Jepang pelindung Asia, Jepang cahaya Asia. Akan tetapi Sukarno dan Hatta sepakat untuk menjauhkan diri dari gerakan ini, sehingga tidak heran jika Jepang jadi merasa perlu untuk merencanakan cara yang lebih halus agar tetap dapat berhubungan dengan pemimpin-pemimpin politik dan agama agar mendapatkan jaminan kerja sama dengan mereka. Salah satu langkah yang ditempuh Jepang adalah dengan melakukan perdamaian dengan Islam. Berbagai usaha dilakukan Jepang untuk melakukan perdamaian tersebut, antara lain dengan menghubungi ulama konservatif yang sederhana dan pada akhirnya mendirikan organisasi-organisasi Islam, seperti Masjumi dan Majlis Suro Muslimin Indonesia.  Dengan cara itu pemerintah Jepang berhasil menarik berbagai unsur dari masyarakat Islam, karena Jepang juga memberikan kedudukan politik yang tidak pernah dimiliki Islam selama 20 terakhir ini. Usaha Jepang mendapatkan dukungan Islam sekaligus juga diimbangi dengan merayu kekuatan lain, terutama dari golongan nasionalis sekuler. Hal ini memberikan ruang gerak untuk Sukarno dalam mendirikan suatu organisasi politik baru. Meskipun pada awalnya Jepang sedikit keberatan karena tujuan organisasi ini adalah untuk membajakan semangat rakyat untuk Persiapan perjuangan yang akan dating, tetapi pada akhirnya Jepang mengizinkan berdirinya organisasi tersebut setelah mendapatkan jaminan persetujuan dari Tokyo. Organisasi itu diberi nama Putera (Pusat Tenaga Rakyat) diman Sukarno dan Hatta menjadi ketua dan wakil ketuanya, Ki Hajar Dewantoro dan Mas Mansoer serta sejumlah orang Jepang menjadi anggota dari suatu Dewan Pertimbangannya.
Berdirinya organisasi Putera nampak sebagai suatu kemenangan politik oleh Sukarno. Hal ini memberikan dorongan kepada kepemimpinan nasionalis yang sedikit banyak telah menggeser posisi Islam yang sudah maju dibawah pemerintahan Jepang. Sayangnya meskipun dalam organisasi Putera di pusat terdapat kelonggaran-kelonggaran bagi pemimpin-pemimpin Indonesia, tetapi di cabang-cabangnya mereka tidaklah mempunyai kekuasaan yang sebenarnya, karena semua gerak-gerik mereka diawasi dengan ketat oleh serdadu Jepang. Meskipun demikian, pada saat memburuknya situasi perang pasifik pada tahun 1943, sikap Jpang mulai goyah terhadap tekanannya kepada kaum nasionalis. Beberapa konsensi diberikan untuk memenuhi keinginan setempat, kemudian berganti lagi dengan control yang lebih ketat, dan akhirnya mereka maju selangkah demi selangkah dengan rencana politik yang lebih serius lagi untuk menciptakan Indonesia merdeka. Dalam hal ini Sukarno dengan cekatan dapat menyesuaikan diri terhadap setiap perubahan yang terjadi. Mulai bulan September Jepang Nampak akan memberikan janjinya dengan membentuk seperangkat badan pertimbangan. Pembentukan Badan Pertimbangan Pusat dilakukan dibawah pimpinan Sukarno, dan di daerah-daerah serta di kota praja Jakarta dibentuk dewan-dewan setempat. Sebenarnya pembentukan Badan Pertimbangan Pusat ini dilakukan untuk menekan pembesar-pembesar militer Jepang untuk mengubah beberapa aspek tindakan dan kebijaksanaan yang tidak disenangi rakyat.
Secara keseluruhan, kedudukan terhormat yang diberikan kepada pemimpin-pemimpin nasional dengan pembentukan dewan pertimbangan dan Peta telah meningkatkan pengakuan terbatas Jepang akan cita-cita nasional. Dalam hal ini Sukarno yang mendapatkan keuntungan dari kebijaksanaan Jepang. Kedudukan Sukarno sebagai Presiden Dewan Pertimbangan Pusat membuatnya memimpin sebuah delegasi ke Tokyo untuk menyatakan rasa terimakasih rakyat Indonesia atas konsensi-konsensi yang diberikan kepada mereka. Adanya delgasi ini berarti bahwa tekanan politak Jepang sudah mulai berubah. Pembesar Jepang mulai menyadari bahwa konsensi-konsensi yang mereka berikan selama ini kepada kaum nasionalis dalam bentuk Putera dan sistem dewan itu akhirnya telah lebih melayani kepentingan Indonesia daripada kepentingan jepang. Pada akhir tahun 1943 dilakukan pencegahan otonomi lebih lanjut dengan penempatan aparat dibawah pendudukan jepang, Putera dibubarkan dan diganti dengan Djawa Hokokai. Pembentukan badan ini merupakan pertanda kebingungan Jepang yang menghadapi pikulan-pukulan sekutu di medan perang, sehingga mengakibatkan pula pada tahun 1944 terjadi perubahan politik Jepang. Berbaliknya situasi di medan pertempuran sangat mempengaruhi pemerintah Jepang untuk memberikan konsensi-konsensi yang lebih besar lagi kepada Indonesia atas desakan kaum nasionalis. Hal ini membuahkan hasil yang bagus untuk perjuangan Indonesia, karena pada tanggal 7 September 1944 Perdana Mentri Kaoso memberikan pengumuman di parlemen Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dalam waktu singkat. Pernyataan Kaiso tersebut merombak seluruh pola politik di Indonesia. Meskipun konsesi tersebut hanya samar-samar saja dan tidak ada kejelasan mengenai kapan pemberian kemerdekaan itu, tetapi bagi Sukarno itu adalah angin segar yang membuatnya yakin bahwa usahanya untuk bekerja sama dengan Jepang bukanlah pilihan yang salah. Pada waktu itu ada pola umum dalam semua pidato dan karangannya yang selalu menyampaikan kata-kata yang menguntungkan Jepang dengan segera disusul dengan uraian yang membangkitkan semangat rakyat dengan janji Jepang yang akan segera memberikan kemerdekaan.
Peranan Sukarno selama masa pendudukan Jepang adalah sangat penting dalam menciptakan sebuah revolusi. Dikatakan sebagai sebuah revolusi karena pada masa itu Sukarno berhasil mencapai tujuan-tujuan yang brsifat taktis. Terbentuknya Peta merupakan pencapaian yang penting bagi persiapan kekuatan landasan pokok dalam perjuangan republic Indonesia pada masa depan. Berdirinya dewan-dewan setempat juga dapat menyediakan tata susunan kerja pemerintah local yang kemudian beralih menjadi aparat administrasi revolusi, sehingga memungkinkan Republik melaksanakan wewenangnya. Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga terus meluas dan mempunyai arti peenting dalam konsolidasi rasa kebangsaan. Akan tetapi terkait dengan janji kemerdekaan yang diberikan Jepang, pada perkembangannya menyebabkan perdebatan sengit diantara golongan nasionalis. Yang pertama dikemukakan oleh Syahrir yang pendiriannya adalah tidak mengenal kompromi. Syahrir dan pengikutnya tidak rela menerima proklamasi kemerdekaan apapun dibawah sponsor Jepang. Kemudian yang kedua adalah dari golongan pemimpin-pemimpin pemuda. Mereka tidak banyak perduli pada obrolan ideologis, karena menurut mereka kekuasaan itu harus direbut segera tanpa perlu berhutang kepada jasa Jepang dan itu dilaksanakan pada tindakan berani.
Sikap syahrir yang terkesan kasar itu segera diberitahukan Hatta kepada Sukarno setelah ia kembali dari Saigon. Pemikiran Syahrir tesebut bertentangan dengan apa yang dipikirkan oleh Hatta dan Sukarno yang cenderung setuju menunggu janji kemerdekaan yang akan segera diberikan oleh Jepang. Sementara itu para pemuda yang setuju dengan Syahrir segera menyusun siasat untuk mendesak Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal ini disebabkan karena mereka secara diam-diam mengikuti perkembangan perang dari radio gelapnya yang memberikan informasi bahwa Jepang sudah menyerah dan pernyataan kemerdekaan harus segera diumumkan sebelum PPKI bersidang. Suatu perkumpulan dari berbagai kelompok pemuda akhirnya memutuskan untuk segera mengirim delegasi ke Sukarno untuk mendesak pendirian mereka. Karena usaha yang dilakukannnya tidak berhasil, maka mereka memutuskan untuk menculik Sukarno dan keluarganya dan Hatta ke Rengasdengklok. Hilangnya Sukarno dan Hatta menyebabkan kebingungan pada beberapa golongan yang sedang mengusahakan suatu proklamasi kemerdekaan dan Jepang yang sedang berhubungan dengan kedua tokoh ini. Laksamana Maeda yang mempunyai hubungan baik dengan kedua tokoh itu akhirnya menyuruh pembantunya yang bernama Nisjihima mencari tau keberadaan kedua tokoh nasionalis tersebut. Setelah berhasil meyakinkan Sukarno dan Hatta maka golongan pemuda membawa mereka kembali ke Jakarta dan langsung menuju ke rumah Laksamana Maeda, yang sudah disetujui Laksamana itu untuk dijadikan tempat pertemuan pemimpin-pemimpin Indonesia. Sementara itu awalnya Nisjimura menolak member persetujuan resmi terhadap setiap tindakan bebas Indonesia, tetapi akhirnya member kesempatan bahwa proklamasi mungkin dapat dilakukan tanpa sepengetahuannya. Sekelompok kecil tokoh-tokoh nasionalis yang ikut berkumpul di rumah Maeda ke ruang tamu untuk menggarap konsep, sementara sekelompok besar lainnya menggerombol menunggu di ruang makan yang besar. konsep ini tidak berisi kata-kata yang diinginkan Syahrir yang bersifat keras dan anti Jepang, juga tidak berisi tuntutan tindakan langsung merebut aparat kekuasaan seperti yang diinginkan pemuda. Dalam naskah itu hanya menyatakan:
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Naskah tersebut ditandatangani oleh Sukarno dan Hatta sebagai wakil dari rakyat Indonesia. Pada pagi harinya naskah tersebut dibacakan di halaman depan rumah Sukarno di jalan Pegangsaan Timur. Sukarno membacakan naskah itu dengan diapit oleh Hatta dan Letnan Latif dari Peta. Bendera merah putih yang khusus dijaitkan Fatmawati untuk acara bersejarah itu dinaikkan di tiang darurat yang diiringi dengan senandung Indonesia Raya. Dengan itu revolusi Indonesia pun dimulai.
Seorang pengamat yang tajam tentang  karier soekarnosudah dapat menduga bahwa Proklamasi kemerdekaan menjadi puncak dari sejarah hidupnya. Dalam Proklamasi, meskipun menghadapi tahun-tahunperjuangan berat didepannya, ia bererhasil mencapai tujuan yang dibinanya selama 20 tahun dan 17 Agustus untuk sebagian besar adalah keberhasilan pribadinya sendiri.  Dalam pertemuan 15 Agustus malam dan selama sehari penculikan atas dirinya ia cukup keras melawan kekerasan melawan pemuda dan tetap membuka garis hubungannya dengan jepang. Sepanjang waktu itu Soekarno bersikap seirama dengan Hatta yang pragmatisnya biasa dicelahkan.sikap hati-hati pada permulaan disebabkan kepercayaan Soekarno bahwa tetap ada kemungkinan merdeka lewat penyerahan kekuasaan kepada suatu pemerintah otonomi setempatoleh jepang. Dalam jangka waktu panjang, perdebatan-perdebatan tanggapan atas sifat refolusi telah menjadi bagian dari mitologi yang salah bagi indonesi, penting dalam mempertahankan kekuasaan dakekuasaan yang saling berlawananberbagai macan kelompok masing-masing mengembangkan rasa memiliki rasa Revolusi. Sambutan terhadap Proklamasi sungguh diluar dugaan, bahwa mungkin mengagetkan Soekarno, ketika para pemuda pada sore 17 Agustus merebut kantor besar Radio Domei dan menyiapkan berita itu kepada seluruh rakyat Indonesia. Sementara tindakan itu menampilkan Revolusi yang sedang lahir Soekarno dan kawan-kawanya diJakarta menghadiri tugas yang tidak kurang menakjubkan yakni menciptakan perlengkapan resmi pemerintahan.
Pada tanggal 23 Agustus Soekarno berpidato didepan Radio, menjelaskan tujuan-jujuan Republikdan menekankan pentingnya pengakuan internasional bagi Republik ini. Pada hari berikutnya PPKI mempersiapkan peraturan-peraturan pemerintahan daeran dan Komite Nasional Indonesia Pusat. Dalam situasi tumbuhnya anarki yang potensial ini, Soekarno menjadi titik pusat kekuasaan yang  tidak diragukan lagi. Ada sejumlah orang yang mulanya menyangsikan hal ini, antara lain Sjahrir. Meskipun dihangatkan oleh sambutan yang demikian hebat, Soekarno sendiri masih kurng memiliki kepercayaan diri untuk menghadapi tugas-tugas rutin pemerintah, untuk melaksanakan tugas itu ia bersandar pada wakilnya. Pembagian seperti ini tentu sudah wajar, tetapi membawa akibat penting bagi Soekarno. Gejala ke arah ini adalah keputusan memberikan kepada KNIP kekuasaan co-legislative bersama presiden. Yang berakibat pada perbedaan pendapat dalam dasar bentuk dan sifat negara. Sampai pada suatu ketika Soekarno berada di luar Kota Jakarta dan ia tidak mengetahui adanya usulan namun Hatta, menyetujui usulan tersebut dan meminta Sjhrir menyusun kabinet dan akhirnya Soekarno menerima gagasan kabinat kabinet yang bertanggung jawab lebih dari hanya pmerintahan saja. Oleh sebab itu dia bersedia bersandar pada mereka yang memiliki keahlian menjalankan pemerintahan sehari-hari. Perubahan komstitusional ini menurut perumusan yang lebih jelas atas kekuatan dan kelemahan kedudukan presiden sendiri. Dalam 12 bulan berikutnya ada tiga hal penting yang meminta perhatian pimpinan republik di semping hal lainnya sebagai presiden Soekarno tidak bia menghindar diri dari penentuan sikap terhadap analisis diplomasi dan perjuangan.
Api yang berkobar di Surabayan itu adalah hasil pola keseimbangan antara ketegangan dan kecurigaan yang ruwet, memuncak ketika angkat perang Inggris mulai mendarat di Jawa pada akhir Oktober. Di Surabaya sikap hati-hati inggris untuk meredakan kekuatan Indonesia. Sayang, dalam suatu aksi tembak-menembak yang membingungkan setelah persetujuan itu Malaby sendiri tewas terbunuh dan keteganganpun kembali memuncak Soekarno yang sudah di Jakarta dalam pidato di radionya menghimbau rakyat Surabaya agar menahan diri. Kemudian pada tanggal 9 November setelah tugas mereka selesai Inggris memutuskan untuk menduduki kota Surabaya dan kembali meminta penduduk segera tunduk dan menyerahkan senjata-senjatanya. Bagi republik pertempuran di Surabaya menjadi salah satu lembar sejarah kepahlawanan Revolusinya. Namun bagi Soekarno masih kurang jelas sikap Soekarno yang saling bertentangan merupakan perwujudan konflik batinnya sendiri yang pada hakekatnya adalah sumber kekuatannya. Diplomasi saja maupun perjuangan saja belum cukup untuk mengalahkan belanda. Sampai akhirnya Tan Mala kembali ke Indonesia pada tahun-tahun pendudukan Jepang di Indonesia setelah lebih dari 20 tahun bekerja. Kesamaran organisasi komunisme internasional di luar negeri. Selagi Sjahrir membuka perundingan dengan belanda Tan Malaka mengumpulkan beberapa pemimpin pemuda di sekitarnya seperti Adam Malik dan Chairul saleh dan bekerja untuk membentuk suatu gerakan massa yang bertujuan menolak perundingan dengan musuh pada akhir Desember tentara Belanda mulai mengalir masuk ke Jakarta di rasakan bahwa resiko mempertahankan Kota itu sebagai pusat pemerintahan terlalu besar maka pemindahan pemerintahan di Jogyakarta dan pada 4 januari 1946 Soekarno dan Hatta di berangkatkan menggunakan kereta api.
Pengunduran diri Sjahrir menempatkan inisiatif langsung berada ditangan Soekarno samapi pada tanggal 27 juni malam Mayor Jenderal Soedarsono memerintahkan penangkapan Perdana Menteri Sjahrir ketika ia kembali ke Yogyakarta dari Jawa Timur dalam penangkapan itu musuh yang paling berbahaya adalah musuh dalam selimut musuh di dalam yang menggerogoti Dasar Republik kita sedikit demi sedikit peristiwa yang di kenal dengan nama peristiwa 3 Juli ini merupakan ancaman besar bukan saja sebagai pemerintah Sjahrir tetapi bagi Republik Indonesia sendiri dimana kekacauan yang sifatnya lebih mendalam lagi dimana Tan Malaka menjadi titik tumpuan bagi mereka yang yakin bahwa Belanda tidak dapat dipercaya bahwa usaha untuk menjamin peralihan kedaulatan lewat perundingan akan gagal dan kesudahannya adalah kemusnahan Republik. Bagi golongan pendukung garis muda yang bergabung dalam PP, Tan Malaka bukan saja dari lambang suatu gaya perjuangan yang lain, tetapi juga sekaligus menjadi lambang suatu bentuk Revolusi yang berbeda. Meskipun, ada pendukung-pendukung yang terdiri dari para pemuda dalam kedua barisan yang beradu kekuatan pada tahun 1946. Sampai pada akhirnya ada juga unsur kekecewaan pada pemimpin-pemimpin yang berkelompok di sekitar tanmalaka dari berbagai ragam kelompok dan persoalan yang saling melengkapi ini timbul barisan penentang yang berani mengambil resiko merebut kekuasaan pemerintah arti penting percobaan KUP itu bagi Soekarno ialah percobaan itu sekali lagi menggaris bawahi posisi sentralnya dan kebebasannya dalam berpihak.
Strategi PKI selama 1948 sebagian telah dibentuk oleh perkembangan-perkembangan dalam negeri tetapi juga oleh perubahan politik gerakan komunisme internasional secara menyeluruh Soekarno segera merasakan pengaruh perubahan ini strategi PKI, seperti juga oposisi Tan Malaka dulu dengan cara menyamar, Muso tiba di lapangan terbang Bukit Tinggi awal Agustus bertindak sebagai Sekertaris Suritno sampai kembalinya Muso segera di susul pengumuman Amir Syarifudin yang menggambarkan bahwa ia adalah seorang Komunis. Seperti pemberontakan PKI pada tahun 1926 dan tahun 1927, peristiwa madiun ini cepat di gagalkan seruan Soekarno telah di sertai dengan pemberian kekuasaan penuh kepadanya untuk mengatasi keadaan darurat. Segera diambil langkah-langkah penangkapan PKI. Pertama-tama ia tetap menganggap PKI sebagai unsur asli dari Revolusi Indonesia dan kutukannya atas pemberontakan itu adalah kutukan terhadap penyimpangan PKI dari jalan yang benar. Kedua ia telah belajar atau mengira telah belajar bahwa kepemimpinan sudah cukup untuk memungkinkan ia mengendalikan unsur-unsur penentang yang membahayakan Negara selama krisis madiun dibawah tekanan Amerika, memperlihatkan sikap menahan diri dan rela berusaha mempergunakan ketegangan dalam tubuh republik bagi kepentingan tujuannya. Sampai pada tanggal 15 desember balanda kembali lagi menyampaikan ultimatum kepada republik yang disusun sedemikian rupa sehingga dan pada pagi hari 19 desember belanda melancarkan serangan mendadak ke yogyakarta sebagai aksi polisionil yang kedua akhirnya 1949 diumumkan gunjatan senjata sebagai hasil persetujuan belanda untuk melanjutkan perundingan, meskipun soekarno tetap mendapatkan penghormatan sebagai pemimpin nasional selama masa tawanannya di prapat, toh dalam masa itu ia harus berhadapan dengan sejenis tantangan lain.
Belanda yang resmi mengalihkan kedaulatan Republik Indonesia serikat pada tanggal 27 desember 1949 dan esok paginya soekarbo meninggalkan Yogyakarta, ibu kota revolusi republik, menuju Jakarta yang menjadi Ibukota Indonesia Baru. Setelah bertahun-tahun berjuang melawan kekerasam kekuasaan kolonial Belanda selama tahun 1950 keseimbangan politik yang penting dalam pembicaraan ketentuan pasal-pasal konsultasi yang baru penggunaan kekuatan eksekutif sekali lagi berada di tangan seorang perdana menteri dan kabinet yang tergantung pada hukum Parlemen. Dan hanya memberikan peranan tokoh lambang kepada seorang presiden penunjukkan formatir kabinet adalah hak progatifnya dalam pidato pelantikannya sebagai republik indonesia  serikat beberapa bulan sebelumnya ia mengutuk kebiasaan Demokrasi liberal barat dalam kata-kata yang mencerminkan tindakan politiknya kemudian ia menyatakan perlunya bagi Indonesia suatu bentuk demokrasi terpimpin di sini tersimpul yang sungguh ingin dimainkannya. Ia tidak ingin di ikat untuk mengerjakan tugas-tugas rutin pemerintahan juga tidak ingin mengambil resiko di benci oleh orang yang bisa saja muncul dari kalangan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan esklusif.
Pada tahun-tahun pertama kemerdekaan, kritik-kritik Soekarno banyak ditujukan terhadap gaya atau semangat kehidupan nasional dan ketidak kepuasannya dinyatakannya secara luas. Bagi Soekarno persaingan antar partai ini adalah menyangkut soal-soal yang remeh, tetapi bisa merusak persatuan nasional yang mungkin dapat di atasi dengan pembentukan satu partai saja. Kebijakan ekonomi telah menimbulkan keadaan yang gawat bagi republik muda ini faktor-faktor ini ditambah dengan devisit anggaran negara yang terus menerus menyebabkan kenaikan inflansi yang mengganggu setiap pemerintahan yang di bentuk keadaan ini berlanjut sampai tahun 1960an. Sementara para perdana menteri yang silih berganti terus berusaha untuk mengatasi tekanan-tekanan ini tidak banyak berhasil. Soekarno nampak kecewa yang di anggapnya telah kehilangan tuuan dan cita-cita nasionalnya sampai disini ucapan-ucapan Soekarno nampaknya hanya merupakan keprihatinannya sendiri atas merosotnya semangat bangsa namun secara berlahan iapun melibatkan dirinya dalam tindak politik praktis. Ujian pertama terhadap posisi Soekarno datang sesudah terbentuknya Republik kesatuan pada tahun 1950.
Persoalan Irian Barat di pergunakan Soekarno untuk tujuannya dan itu wajar. Baginya itu berarti kelanjutan perjuangan revolusi nasional belum selesai sebelum daerah yang masih pertahankan Belanda pada waktu perjanjian KMB di Denhag dialihkan kepada Indonesia. Namun ada unsur lain yang diperhatikan dengan sadar. Soekarno memilih suatu pertemuan di istana dengan para anggota persatuan Wartawan Indonesia yang sedang berkonverensi sebagai tempat untuk menjelaskan sikap dan pendiriannya. Selama beberapa tahun kemudian tidak ada kemajuan dalam Irian Barat dalam usahanya mencari sintesis dalam persatuan selama tahun-tahun itu, Soekarno berkali-kali berbicara tentang peranan yang tepat bagi islam dalam menekankan perhatian terhadap kedudukan dalam permufakatan nasional. Sampai pada bulan Januari 1953 ketika mengunjungi Kalimantan Selatan, Soekarno menyinggung kecurigaan ini. Sehingga membuat Soekarno berpaling kepada Wilopo dari PNI yang berhasil mempertemukan sekelompok tokoh yang bersedia duduk dalam kabinetnya dan daftar susunannya diajukan kepada presiden. Meskipun kabinet itu dipinpin PNI, Soekarno sulit bisa cocok dengan pemerintahan ini karena bagi PNI sikap rukun kaum komunis itu akan membuka kemungkinan-kemungkinan tertentu yang menarik. PKI dalam perundingannya tetap  partai kecil.
Soekarno yang tidak terlalu senang dengan pembaruan dalam ketatanegaraan mempunyai jalur hubungan dengan kedua unsur oposisi ini dan sejak pertengahan tahun 1952 ia membiarkan dirinya terseret dalam serangkaian siasat politik yang sangat ruwet.inilah unsur-unsur pokok situasi yang membangkitkan gerakan-gerakan masa di luar istana pada tanggal 17 Oktober itu. Pada tahun 1950 Soekarno telah menerima ketetapan-ketetapan konstitusional yang ternyata telah membatasi tindakan-tindakannya. meskipun Soekarno bersikap hati-hati agar jangan sampai dikenal sebagai bersikap mendua dalam kaitan hubungannya dengan PNI, tetapi sekidak-tidaknya bantuan terbuka yang di berikan kepada pemerintahan Ali Sastromidjojo telah terungkap dengan sendirinya dalam sejumlah peristiwa., bantuan ini semakin di perkuat lagi dengan prakarsa-prakarsanya dibidang politik luar negeri ketika peranan Indonesi semakin menonjol.
Ketika Soekarno berpidato tentang “Kuburkan semua partai” pada 28 Oktober, baginya belum jelas kemana ia akan pergi. Didorong oleh reaksi-reaksi yang serbh bingung ini Soekarno dalam pidatonya di depan “Persatukan Guru Republik Indonesia” dua hari kemudian.kembali lagi pada masalah ini dalam nada yang agak lebih keras “ Saya tidak lagi cuma mimpi”. Katanya , maka, pembunaran partai-partai dengan tegas saya anjurkan. Bersamaan dengan itu ia menjelaskan bahwa ia tidak mempunyai keinginan untuk berkuasa sebagai diktator. “ Saya bukan presiden diktator dari Republik Indonesia dan saya tidak ingin jadi diktator karena itu berlawanan dengan kesadaranku... saya adalah seorang Demokrat, tetapi tidak ingin demokrasi liberal sebaliknya yang saya ingin adalah demokrasi terpimpin... menjelang januari nampaknya inisiatif utama berada tangan para kolonel dan pendukung-pendukung politiknya meskipun demikian Soekarno bergerak dengan hati-hati dalam menerjemahkan prinsip-prinsip ini kedalam bentuk perangkat politik yang nyata.
Pada tanggal 14 Maret Kabinent Ali Sastroamdjojo mengundurkan dari  dan segera sesudah itu presiden mengumumkan negara dalam keadaan bahaya. Ternyata keberhasilan itu terbatas meskipun sebagian besar menteri-menterinya adalah anggota partai-partai politik mereka telah di pilih dan bersedia memangku jabatannya secara pribadi sesuai kedudukannya, juanda berkepentingan mengurangi unsur-unsur yang merubah situasi, pembentukan kabinet telah mengembalikan sekedarnya keadaan normal setelah keadaan yang guncang bulan-bulan lalu. Meskipun gagasan mengakibatkan konperensi datang dari dewan nasional tetapi dilaksanakan oleh pemerintah dan lebih banyak menjadi hasil kerja juanda dari pada Soekarno. Yang banyak di bicarakan dalam konperensi itu adalah inti persoalan soekarno-hatta dan dipermukaan nampaknya seolah-olah telah dicapai kemajuan. Sementara mengikuti musyawarah nasional Soekarnopun menjaga supaya inisiatifnya tetap segar, strategi agitasi demikian cocok dengan sifat Soekarno, dan ini membawa resiko baginya, resiko pribadi dan resiko politiknya. Percobaan pembunuhan atas soekarno dan penyitaan besar-besaran milik belanda telah mencetuskan suasana krisis baru, sama dengan situasi krisis pada bulan-bulan pertama waktu itu. Suasana krisis semakin meningkat pada bulan Januari 1958 Pers memberitahukan bahwa sejumlah tokoh terkemuka yang menentang tindakan-tindakan Soekarno dan politik pemerintah mulai berkumpul di sumtra barat, pangkalan gerakan sparatis pertama satu tahun sebelumnya.
Pada permulaan tahun 1957dulu, daerah-daerah dan pemimpin-pemimpin militernya, dengan simpati dari Masyumi, telah menghadapi suatu pemerintahan yang berdasarkan partai-partai, pimpinan tinggi angkatan darat yang ragu-ragu, dan Soekarno yang siap akan campur tangan menurut caranya sendiri PKI tentu menjadi suatu kekecualian pada gambaran umum merosotnya partai-partai tetapi dalam banyak hal, persekutuan ini tidak mantap dikarenakan kekuasaan tentara telah dijalankan langsung lewat wewenang negara dalam keadaan bahaya dan lewat kontrolnya atas sebagian besar sektor ekonomi, tetapi ia juga mencoba perluasanpengaruh politiknya secara tidak langsung lewat suatu organisasi front nasional dengan latarbelakang pola-pola baru kekuatan ini, Soekarno sekali lagi kembali pada demokrasi terpimpin dan akhirnya, dengan sendirinya, mulai bentuk-bentuk yang lebih jelas. Dalam menyelesaikan perbedaan-perbedaan ini Soekarno harus bekerja secara faham meskipun komunike yang baik yang bagus bunyinya telah dikeluarkan sesuai peraturan itu yang berisi bahwa telah berhasil dicapai suatu perumusan, segera menjadi jelas bahwa persetujuan partai-partai masih belum dicapai. Pikiran untuk kembali ke UUD 1945 bukanlah suatu pikiran yang baru pada tanggal 8 maret soekarno berpidato didepan muka istana, dan dalam minggu-minggu selanjutnya serangkaian rapat umum melahirkan resolusi-resolusi yang menyokong rencana itu.
Menjelang akhir bulan Mei, menjadi jelas bahwa demi kepercayaan akan terbukanya harapan, maka seruan presiden kepada kontituante 22 April berada dalam bahaya akan di tolak. Inilah situasi yang terhampar dihadapan soekarno ketika ia kembali pada akhir bulan. Dalam meninjau kembali kajadian-kejadian ini keputusan tegas ini mengandung suasana keterpaksaan yang menyelimutinya dan ini tidak boleh dianggap enteng dengan dekrit 5 Juli tujuan-tujuan yang dirumuskan Soekarno dalam garis-garis besar sejak 2 Tahun yang lalu akhirnya tercapai meskipun demikian, dengan latar belakang ini, inisiatif Soekarno sendiri adalah menentukan dalam mengalahkan lawan-lawan politiknya juga terdapat unsur yang bersifat pribadi. Dengan demikian Juli 1959 adalah tahun kemenangannya ia telah memulihkan posisi sentralnya dalam urusan bangsanya tinggal lagi memilih bagaimana ia mempergunakan posisi ini.
Dekrit 5 Juli itu telah mempertegas perubahan kenyataan-kenyataan politik yang berjalan sejak tahun 1956. Sebagai perdana menteri dibawah konstitusi baru itu, tugasnya yang pertama adalah membentuk pemerintahan anggota-anggota kabinet diharapkan melepaskan hubungan kepartaiannya sejak pelantikannya. Kelompok dewan-dewan dan lembaga-lembaga perwakilan yang kompleks ini dimaksudkan sebagai wadah mustawarah yang pantas menurut hakekat demokrasi terpimpin, akan dapat menjamin kata sepakat dan persatuan nasional setelah terbentuknya kabinet kerja, segera soekarno melengkapkan kerangka bangunan lembaga-lembaga ini. Semua lembaga-lembaga perwakilan ini bersama golongan kekaryaan, harus bekerja keras untuk memenuhi harapan-harapannya akhirnya, sebagai tambahan dari lembaga-lembaga perwakilan baik yang berdasarkan konstitusi atau partai-partai khusus dibentuk suatu badan baru, fron nasional untuk menggantikan fron pembebasan irian barat dikuasai tentara meskipun Soekarno menjadi pengambil inisiatif dalam membangun alat perlengkapan permusyawaratan dan alat kontrol ia enggan untuk mengambil tangging jawab detail-detail pekerjaan pemerintahan. Pembagian pekerjaan ini sebagian adalah akibat dari struktur demikrasi terpimpin itu sendiri yang mencoba secara khusus mengembangkan kepemimpinan dan musyawarah dan mengecilkan arti pekerjaan pemerintah yang meletihkan, bertanggung jawab dan sering tidak disenangi.
Tetapi meskipun Soekarno tidak berusaha menjadi kepala eksekutif, ia adalah pusat dari kehidupan politik, dan akhirnya tidak bisa mengelakkan tanggung jawab atas apa yang terjadi oleh kedudukan sentralnya ini. Yang terpusat sesudah ia selama tiga tahun menyerang partai-partai politik tingkah laku mementingkan partai sendiri para pemimpinnya dan sistem keparlemenan sebagai keseluruhan, menyebabkan banyak pengamat politik melihat demokrasi terpimpin itu sebagai contoh dari kediktatoran perorangan. Namun penilaian seperti ini tidaklah tepat dikarenakan Soekarno bukanlah seorang diktator dalam pengertian umum. Selama periode demokrasi terpimpin terdapat beberapa pikiranmengenai sifat perlindungan Soekarno terhadap PKI donaldhindely percaya bahwa kebangkitan PKI lebih nyata dari pada yang kelihatan. Meskipun atas tinjauan sejarah yang sama tidak mudah untuk menyimpulkan perbedaan penilaian para penulis ini. Pada bulan Agustus 1959, sebulan sesudah dekrit 5 Juli Soekarno secara mengejutkan ia mengambil tindakan keras menyangkut perubahan harga mata uang pada bulan Agustus 1960 dewan perancang nasional mengumumkan rencana pembangunan semesta berencana untuk pengembangan ekonomi dengan berbagai cara ternyata kebijaksanaan ini telah diperhitungkan untuk melemahkan sektor ekonomi swasta dan mendorong pertumbuhan birokrasi baru kapitalisme. Hanya pada satu kejadian, tahun 1963, kelihatannya pemerintah bersedia menerima saran ekonomi yang realisis dengan perlengkapan berupa slogan-slogan, Soekarno mendorong rakyatnya kearah tugas nasional bulding, membangun satu bangsa yang bersatu. Sejak tahun 1955 hartini telah berkembang secara politik semula ia hanya berada dibelakang layar tetapi menjelang 40-an mungkin disebabkan semakin tumbuhnya perasaan ketidak pastian ian berusaha keras melayani Soekarno sebaik-baiknya, menjadi Istri dan sekaligus menjadi teman pembantu politiknya suatu usaha yang tidak pernah dilakukan Fatmawati. Tetapi terlepas dari itu semua Soekatno dapat mempertahankan stabilitas dan meningkatkan kepemimpinannya dalam situasi keruntuhan ekonomi, dalam situasi yang penuh dengan hal-hal yang tidak stabil.
Tuntutan Soekarno untuk menjadikan dirinya sebagai pembawa idiologi yang baru, menyebabkan ia berbeda dengan sebagian besar pemimpin-pemimpin asia lainnya. Sementara untuk Soekarno sebagai pemimpin idiologi harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, tidak terdapat suatu sistem atau keterpaduan logika dalam gagasan-gagasannya soekarno adalah seorang yang banyak membaca, dan teori sosial politik ia pelajari sendiri, meskipun pemikiran politik Soekarno lebih bersifat pengumpulan pengetahuan dari pada suatu sistematika, maka gagasan-gagasannya jelas berdaya tenaga besar. Dengan menyelusuri perjuangan politik Soekarno sebagian besar pandangannya tentang dunia telah diuraikan Soekarno tidak melihat perlunya ketergantungan seperti itu, segi positif dari pandangan hidupnya adalah perjuangannya untuk mempersatukan bangsa indonesia melawan Imperalisme untuk terbentuknya suatu bangsa perlu ada usaha bersama dari golongan islam maupun komunis, golongan demokrat sosialis maupun sosialis, betapapun besarnya perbandingan-perbandingan yang telah berlangsung lama diantara mereka. Usahanya menciptakan persatuan bangsa telah disusunpula dengan upaya-upaya menciptakan suatu sistematis idiologi yang menarik perhatian ialah, ketika pembicaraan berkisar kesatuan bangsa, dasar pikiran Soekarno bertolak dari penghalang-penghalang persatuan yang tidak ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan kelas, tetapi oleh kesetiaan masing-masing suku pada kebiasaan adat lembaganya dan oleh aliran-aliran keyakinan dan budaya yang saling bertentangan.
Nasionalisme dengan warna anti barat yang dicapai dengan membangkitkan kesadaran masa, kampanye yang dilancarkan utnuk persatuan semua gagasan ini telah mapan dalam pikirannya pada akhir tahun 1930-an pada permulaan tahun 1960-an, ketika ia memperkenalkan akronim baru “Nasakom” sebagai lambang persatuan antara Nasionalisme, Agama dan Komunisme, ia sebenarya menghidupkan kembali pemikirannya pada tahun 1926 bahwa kepentingan kaum nasionalis islam dan Masrxis dapat sama dan cocok satu sama lain. Pandangan terhadap dunia luar juga nampaknya tidak banyak berubah meskipun demikian, perbedaan nevo dan oldevo tidak jelas. Antitesis nevo oldevo dalam beberapa hal tidak dirumuskan dalam pengertian bekas jajahan dan bekas penjajahannya yang sedapat mungkin mempertahankan kepentingan ekonominya dan kadang-kadang juga berkepentingan politik dan militernya. Perumusan-perumusan baru yang timbul pada tahun 1960an ini, pada pandangan pertama, nampak sebagai kelanjutan gagasan-gagasan lama yang sudah dikembangkan Soekarno atau yang sudah disesuaikan dengan situasi. Menjelang tahun 1960, sebagaian romantikanya masih tetap terpelihara, tetapi idealismenya mulai pudar. Segi lain dalam perubahan gaya Soekarno ialah, ideologi dengan cepat telah beralih pada suatu yang ortodoks, ketika sukarno telah menjadi penerjemahannya yang menimbulkan inspirasi. Perrubahan dalam pembinaan idiologi Soekarno, dari mencoba ke pengembaraan dengan itu mengubah dunia untuk memanipulasinya telah tertulis pada gagasan Nasakom.
Selama tahun 1950an ternyata unsur program dari pemikiran ini mulai menghilang dan dalam pembicaraan tentang revolusi, Soekarno nampaknya hanya mempersoalkan kekacauan dan perubahan yang terus-menerus dengan tidak menetapkan tujuan dan pengarahan revolusi. Curahan emosi yang berlebih-lebihan dalam konsep Soekarno tentang revolusi mendapatkan perwujudan yang paling menonjol dalam pidato 17 Agustus pada tahun 1960. Tetapi diluar pernyataan tentang pentingnya PKI dalam pertimbangan politik disekitar dirinya, penerimaan PKI hanyalah mengenai sifat dasar pemikiran partai itu, bukan karena tujuan pokok program sosialnya. Apabila interprestasi ini tepat maka ini akan memebantu menerangkan tentang tidak adanya suatu program sosial untuk Demokrasi Terpimpin, pikiran-pikiran tentang keseimbangan dalam jagat raya dan kesesuaian antara keseluruhan isinya dengan konflik-konflik yang didamaikan dalam satu kesatuan, sangat banyak sesuai dengan aneka ragam tradisi dan warna priyayi abangan dalam kehidupan jawa. Persatuan setidak-tidaknya termasuk hal-hal pokok dalam pemikiran soekarno pada waktu itu dapat dianggap termasuk dalam pandangan dunia yang menekankan hormati dan kesatuan seluruh isi alam semesta.  Akhirnya sejauh mana Soekarno sadar bahwa telah menyerahkan kembali suasana kebesaran kraton Jawa dalam kepresidenannya yang jelas dalam hal ini ia tidak saja telah memenuhi harapan-harapan rakyat petani jawa yang melihat diriya sebagai insan messiah pembebas penderitaan mereka.
Kepemimpinan Soekarno pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya yang tidak bertandingan di indonesia semakin menjadi fanatik suatu sifat khusus yang jelas kelihatan dibidang politik luar negeri. Persetujuan pada bulan agustus 1968 yang dicapai dengan perantaraan diplomat senior  amerika ellswort bunker menentukan suatu genjatan senjata dan diteruskan pada penyerahan wilayah irian barat untuk sementara pada PBB pada 1 oktober. Pada 1 oktober 1962, pemerintah sementara PBB melaksanakan pengawasannya bagian dunia lain mengharapkan penyelesaian irian barat yang menguntungkan indonesia itu akan membuat indonesia kembali menjadi negeri cinta damai dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa ketika teungku abdulrahman, perdana menteri Malaysia mengemukakan pikiran tentang suatu bentuk federasi yang meliputi Malaya, Singapura dan daerah-daerah Kalimantan utara bekas daerah Inggris, Indonesia tidak menyatakan keberatannya. Pada bulan November 1961, menlu Subandrio mengatakan tidak mempunyai tuntutan apapun terhadap wilayah-wilayah dikalimantan utara. Peristiwa yang tidak terduga ini ialah meletusnya pemberontakan dari Brunei pada bulan Desember 1962 dibawah pimpinan A.M Ashari, ketua terbesar wilayah partai itu, partai rakyat. Terdapat banyak alasan mengapa indonesia dibawah pimpinan Soekarno melaksanakan reaksi yang merugikan dalam menghadapi gagasan Malaysia Soekarnopun tidak dapat melepaskan kecurigaan terhadap Malaysia yang pada tahun 1958 bersimpati dengan kaum pembrontak di Indonesia.
Sehubungan dengan itu juga timbul pendapat-pendapat lain di Indonesia dalam menilai alasan-alasan nyata tentang penentangan mendadak oleh Soekarno terhadap rencana Malaysia, pendapat dan pandangan-pandangan ini harus diperhitungkan dengan sungguh-sungguh. Pada akhir Mei terjadi perundingan mendadak dengan nada danm irama ketegangan ini isi pokok persetujuan Manila ini ialah sebelum Malaysia berdiri, dilakukan usaha untuk mengetahui kesediaan penduduk-penduduk wilayah-wilayah Kalimantan Inggris itu, apakah mereka ingin menjadai anggota federasi malaysia. Namun ketika persetujuan itu tercapai ketika itupula ia kembali berantakan. Muncul dua masalah baru, dan olehnya perpecahan antara Indonesia dan Malaysia sudah tidak dapat diatasi lagi meskipun sementara itu U Thant mengumumkan bahwa ia merasa puas karena penduduk wilayah-wilayah kalimantan telah bersedia masuk ke dalam federasi Malaysia, Presiden Soekarno masih terus melibatkan indonesia dalam politik konfrontasi, setelah selama 6 bulan melakukan diplomasinya yang silih berganti itu setelah itu konfrontasi itu menjadi politik indonesia yang tetap, dan ganyang malaysia menjadi pekikan peperangan. Politik konfrontasi telah banyak merusak kepemimpinan indonesia dikalangan asia pasifik sepanjang tahun itu nampak tanda-tanda indonesia semakin terpencil. Pendapat itu juga dipertimbangkan bahwa penanganan Soekarno atas masalah Malaysia adalah rasional, dalam pengertian bahwa ia telah didorong oleh alasa-alasan yang telah diuraikan yaitu oleh tekanan kepentingan indonesia atau setidak-tidaknya oleh tekanan tanggapan idiologis indonesia dalam hubungannnya dengan negara-negara kekuatan-kekuatan yang sedang tumbuh. Kendati demikian, menifestasikan konfrontasi dengan cara ini yang sebagian besar berdasarkan pertimbangan politik dalam negeri masih memerlukan penjelasan lebih lanjut bagaimanapun, alasan-alasan demikian terhadap masalah malaysia tidak membangkitkan perlawanan dari dalam negeri indonesia sendiri sampai sejauh ini  kita telah meneliti petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan masalah ini seperti yang pernah muncul selama tahun pertama dari 4tahun demokrasi terpimpin.
Salah satu keyakinan PKI adalah mampu menumbuhkan lawan-lawan idiologinya seperti pada peristiwa-peristiwa sebelumnya, tumbuhnya prestis dan kekuatan PKI telah membangkitkan gerakan-gerakan untuk melawannya. Dalam banyak hal, pembentukan badan baru BPS banyak persamaan dengan kampanye anti PKI sebelumnya yang dibangun lewat liga demokrasi tahun 1960, dan nasibnyapun serupa disamping itu masih ada lagi petunjuk-petunjuk tentang keinginan Soekarno melindungi PKI dan membentuk musuh-musuhnya tetapi dengan menggeser-geser kedudukan Nasution, tidak mencukupi bagi Soekarno untuk berhasil memecah angkatan darat dalam menghadapi masalah gawat yakni mengenai sikap angkatan darat terhadap Komunis. Seperti pada bulan Januari 1965 angakatn darat gelisah ketika pada hari ulang tahun yang ke-11 harian NU, duta masyarakat, Subandrio dalam pidatonya menyatakan bahwa tahun yang akan datang merupakan tahun yang paling gawat yang masih dihadapi indonesia dan seterusnya menyatakan bahwa apabila kekuatan-kekuatan revolusi indonesia sudah mencapai bentuknya mungkin perlu disisihkan beberapa bekas teman seperjuangan, karena mereka sudah menjadi kontrarevolusioner. Dengan demikian, hal ini yang menunjukkan bahwa simpati soekarno ditumpahkan pada usaha menangani kekuatan-kekuatan sekitarnya. Tanpa bukti yang cukup tidak mungkin ditarik suatu kesimpulan akhir tentang maksud tujuan Soekarno dalam melayani PKI, dengan alasan ini adalah salah satu yang tidak sulit untuk dipakai setiap pihak dalam rangka menyesuaikan satu dengan yang lain. Soekarno tidak menyadari alasan-alasan, motivasi-motivasi tindakannya.
Jika ditinjau kembali, adalah menarik bahwa krisis di indonesia memuncak sepanjang tahun 1965. Kesehatan Soekarno yang sejak lama menjadi suatu perhitungan politik terus menjadi pokok spekulasi yang mencemaskan tumbuhnya suasana kritis dan berbagai desas desus menggoda para pengamat untuk memperhatikan detik-detik jalannya sejarah yang menjurus kesuatu klimaks yang pasti dan dramatis. Fakta-fakta pokok sudah banyak diketahui tetapi detail dan maknanya yang mendalam mungkin tidak pernah akan mencapai kebulatan pendapat. Ketika aksi-aksi ini sedang berjalan, pasukan-pasukan lain menyita stasiun radio dan kantor telepon, dan menjelang pagi hari mereka para pelaku KUP ini dengan lapangan udara halim sebagai pangkalannya nampaknya sudah menguasai keadaan, lewat jam 7 pagi radio Jakarta yang sudah berada ditangan para konspirator, menyiapkan berita resmi pertama tentang KUP mereka sementara peristiwa-peristiwa malam itu berjalan, Soekarno menginap dirumah istrinya, Dewi, dislipi, setelah sebelumnya berpidato dalam suatu pertemuan di snayan sementara itu, KUP untung itu telah membangkitkan perlawanan dimana-mana berangsur-angsur Soeharto bergerak menetralisir lawan, menghubungi perwira-perwira lainnya lewat sistem komunikasi tentara sendiri untuk mendapatkan dukungan mereka, menghubungi dua batalion yang memberontak itu dan mengadakan pembicaraan dengan masing-masing komandannya dan siap bertindak terhadap halim sendiri. Menjelang petang inisiatif sepenuhnya telah berada ditangan soeharto dengan sendirinya terdapat beberapa macam interprestasi pokok semua tafsiran ini saling tidak bersesuaian sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut.
KUP itu dibubarkan, seperti yang diinginkan tentara, suatu usaha PKI yang mencapai kekuasaan dalam pengertian yang ortodoks besarnya keterlibatan PKI tidak harus berarti bahwa KUP itu telah direncanakan oleh polit bironya dan disetujui oleh komite sentranya dengan demikian, menurut pandangan ini PKI adalah sekutu persengkongkolan utama yang terbatas, yang dimaksudkan untuk menggeser perimbangan kekuatan dalam negeri demi keuntungan dan memeajukan posisinya sendiri tanpa membahayakan kehadirannya. Sementara Soekarno dan Soeharto menjelaskan siasat-siasat mengontrol angkatan darat, Presiden dengan jalan lain sedang mengembangkan garis kebijaksanaan jangka panjang untuk menanggulangi situasi baru ini karena ia telah tersesat mengharapkan ketenangan dalam situasi yang telah terpecah-pecah adalah suatu saat dan menyampingkan saja kejadian-kejadian tanggal 1 Oktober itu adalah soal yang lain. Pembantaian dilakukan kadang-kadang oleh tentara, kadang-kadang oleh orang sipil, orang-orang islam atau orang lainnya. Soekarno tidak dapat menahan arus politiknya yang terus meningkat klimaksnya terjadi 2 hari kemudian pada esok harinya bertindak dibawah surat perintah Presiden ini Soeharto mengeluarkan keputusan pembubarak PKI bagi Soekarno, surat perintah 11 Maret itu secara nyata meskipun tidak resmi telah menjadi akhir dari karir politiknya meskipun Soekarno tetap masih Presiden dan perdana menteri, jalan sudah dipersiapkan, jika ia tidak bersedia menyesuaikan diri secara terhormat dengan situasi baru ini maka jalan yang berangsur-angsur turun telah tersedia baginya. Akhirnya setelah kasus berkembang mendekati dirinya Soekarno bersedia menjawab permintaan MPRS untuk mennguraikan keadaan negara selama kepemimpinannya dengan latar belakang tuntutan-tuntutan mahasiswa supaya Soekarno diadili dan dihukum karena perananya disekitar KUP itu, akhirnya Soeharto memutuskan sudah tiba waktunya untuk mengambil tindakan akhir terhadap Soekarno.
Titel penuh Soeharto sebagai Presiden baru secara pasti diberikan setahun kemudian lewat suatu keputusan MPRS pada 27 maret 1968. Semula Soekarno ditahan dirumahnya dibatu tulis, bogor dan kemudian dirumah dewi, di daerah slipi jakarta Soekarno sekarang hidup terdampar dalam kesepian dan keterpencilan Dewi telah meninggalkan sebelum ia diturunkan dan baru cerai resmi pada awal 1970. Tentu tidak mudah untuk meyakini motivasi Soeharto yang orisinil dan harus diakui bahwa juga pilihan-pilihannya terbatas dalam hal ini apakah berdasarkan keberanian keangkuhan prinsip keyakinan atau berdasarkan harapannya yang sangat besar bahwa ia dapat memulihkan kekuasaannya dengan syarat-syarat sendiri, Soekarno telah tidak memilih jalan ini. Dan pada petang hari 16 Juni 1970 setelah sakitnya tiba-tiba menjadi gawat Soekarno diangkat ke rumah sakit Militer di Jakarta dan meninggal dunia pada pagi hari minggu 21 Juni. Sebelum meninggal Soekarno menyatakan keinginannya untuk berjumpa sekali lagi dengan Dewi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar