RESUME
SUKARNO SEBUAH BIOGRAFI
POLITIK
Kemerdekaan Indonesia yang berhasil
diraih pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan buah manis dari perjuangan
keras seluruh rakyat Indonesia. Sukarno
yang merupakan wakil rakyat Indonesia dan dipercaya sebagai pemimpin bangsa
Indonesia membacakan proklamasi kemerdekaan di depan rakyat. Momentum
proklamasi tersebut menjadi titik awal perjuangan bangsa Indonesia sebagai
suatu Negara yang merdeka. Proklamasi juga menjadi salah satu festival nasional
yang dilakukan setiap tahunnya.
Pada setiap pidato kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Sukarno sebagai Presiden selalu berhasil memancing dan membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Sikapnya yang berwibawa, tenang dan gaya bahasa yang disampaikannya pada setiap pidato kenegaraan menunjukkan bahwa Beliau memang orang yang sangat kharismatik.
Pada setiap pidato kemerdekaan yang dikumandangkan oleh Sukarno sebagai Presiden selalu berhasil memancing dan membangkitkan semangat rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaannya. Sikapnya yang berwibawa, tenang dan gaya bahasa yang disampaikannya pada setiap pidato kenegaraan menunjukkan bahwa Beliau memang orang yang sangat kharismatik.
Sukarno merupakan salah satu anak
dari Raden Sukemi Sosrodiharjo, seorang bangsawan dari tanah Jawa yang menikah
dengan Ida Ayu Nyoman Rai, putri dari salah satu keluarga Bali dari kelas
Brahmana. Kedua orang tua Sukarno awalnya menetap di Singaraja, Bali sampai
kakaknya yang bernama Sukarmini lahir. Setelah anak pertamanya menginjak usia
dua tahun, barulah mereka pindah ke Surabaya dan disanalah Sukarno dilahirkan.
Awalnya kedua orang tua Sukarno memberi nama Kusno Sosro Sukarno, akan tetapi
pada masa kanak-kanaknya kedua nama pertama itu dibuang dan selanjutnya sesuai
dengan kebiasaan orang Jawa ia hanya diberi nama Sukarno. Banyak masa kanak-kanaknya dihabiskan di
Tulungagung bersama kedua orang tuanya dan Mojokerto bersama kakek neneknya.
Sewaktu usianya masih kecil, ia dikenal sebagai jagoan muda karena bisa dengan
cepat menguasai teman-temannya bermain dan ketika itu Sukarno menjadi ketua
geng bermainnya. Akan tetapi pada waktu itu keluarga Sukarno bukanlah keluarga
yang kaya, bahkan tergolong sangat miskin. Dalam otobiografinya, Sukarno
menuturkan bahwa dalam sehari ia dan keluarganya bahkan bisa tidak makan sama
sekali karena tidak punya apapun untuk dimakan. Ayahnya hanyalah seorang guru
kecil dengan gaji yang sangat kecil, yaitu 25 gulden setiap bulannya. Namun
jika ditinjau kembali Sukarno bukanlah seorang rakyat kecil seperti yang
diceritakannya, karena ia adalah seorang keturunan priyayi atau bangsawan Jawa.
Adapun asal-usul kepriyayian Sukemi, ayah Sukarno, tidaklah dirintis dari karir
sebagai pangreh praja. Kedudukannya sebagai guru sekolah adalah bentuk pegawai
negeri yang penghargaannya tidak setinggi pangreh praja, tetapi kedudukan itu
memberikan kepada anaknya kesempatan mendapatkan keuntungan pendidikan Belanda
yang sangat penting di satu pihak, dan keuntungan mendapatkan kedudukan yang
mapan dalam masyarakat Jawa di lain pihak.
Sebagai kanak-kanak, Sukarno memasuki kebudayaan
tradisional Jawa melalui dunia wayang yang merupakan salah satu dari kebudayaan
tinggi tradisi keratin Jawa sekaligus tradisi rakyat pedesaan Jawa. Banyak
pelajaran mengenai kehidupan yang diperolehnya dari berbagai macam tokoh
dalam pewayangan tersebut. Selain itu,
Sukarno juga menyerap berbagai macam filsafat Jawa dari kakek neneknya di Tulungagung dan dari
ayahnya di Mojokerto. Sukarno telah menyerap kemajemukan moral dari
pandangan-pandangan mengenai penguasa yang adil dan masyarakat yang selaras dan
tertib melalui cerita-cerita wayang yang sering didengarkannya. Akan tetapi
Sukarno tidak mengikuti model-model dari tokoh wayang yang santun dan halus,
melainkan lebih menyukai tokoh yang energik, kasar dan duniawi dalam perilaku
sosialnya. Sejak kecil memang Sukarno sudah berendam dalam tradisi wayang.
Bahkan dalam pidato-pidatonya kemudian, jika ingin menyampaikan pikiran yang
lebih peil pada masyarakat Jawa maka ia sering menggunakan kisah dan
tokoh-tokoh pewayangan.
Pada masa kanak-kanaknya ini, hal yang paling
penting dalam membentuk Sukarno muda adalah profesi ayahnya sebagai guru dan
perhatiannya sebagai seorang cendikiawan. Ayahnya sangatlah disiplin mengenai
berbagai hal menyangkut pendidikan yang ditempuh Sukarno. Sepulang Sukarno
masih diberikan pelatihan tambahan untuk mempersiapkan dirinya memasuki sekolah
lanjutan Belanda. Meskipun pada masa sekolahnya Sukarno bukan termasuk anak
yang brilian, tetapi ia berhasil menjalani sekolah dasar pimpinan ayahnya di
Mojokerto sampai kelas lima. Setelah itu Sukarno memasuki sekolah dasar
berbahasa Belanda selama dua tahun sebagai landasan untuk memasuki sekolah
lanjutan Belanda. Sukarno semakin fasih dalam berbahasa belanda setelah ia
jatuh cinta pada gadis Belanda dan mempunyai teman-teman sepermainan dalam
sepak bola bersama anak-anak keturunan Belanda.
Pada mulanya, orang-orang Belanda yang datang ke
Indonesia menemukan masyarakat yang sangat beragam. Pola perpindahan dan pemukiman
penduduk pada awalnya telah menghasilkan suatu campuran sejumlah suku bnagsa
yang secara etnis berbeda. Hingga akhirnya pada abad ke 16 masyarakat yang
berbeda-beda tersebut untuk pertama kalinya bersentuhan dengan
pengaruh-pengaruh baru dari Eropa. Pertama kali hubungan dengan Eropa dijalin
dengan Portugis dan kemudian disusul oleh Belanda dan Negara-negara Eropa
lainnya. Pada permulaan abad ke 17 VOC, kongsi dagang bentukan Belanda sudah
mempunyai markas besar di Belanda. Awalnya VOC hanyalah mengurusi urusan
perdagangan tetapi pada perkembangannya VOC justru mengambil alih kekuasaan
tertinggi di Nusantara ini. VOC juga menerapkan kebijakan yang sang sangat
menyengsarakan rakyat. Bahkan setelah VOC ditarik kembali kuasanya oleh Ratu
Belanda, kekuasaan Belanda di Nusantara belum juga berakhir. Sebagai reaksi
dari kolonialisasi Belanda di Nusantara, rakyat banyak melakukan perlawanan
terhadap pemerintah colonial, sehingga meletus berbagai perang kemerdekaan di
berbagi sudut Nusantara ini. Hal tersebut dilatarbelakngi karena kekayaan
Nusantara dikeruk tanpa batas, dan rakyat tidak diperdulikan sama sekali
kesejahteraannya.
Golongan elite pribumi memberikan reaksi dengan
berbagai sikap, ada yang menerima Belanda dengan baik yaitu dengan menduduki
jabatan-jabatan yang enak dalam kerangka kerja colonial dan ada pula yang
mempunyai harapan akan adanya otonomi bagi bangsanya di masa depan. Kesadaran
mengenai nasionalisme barulah lahir setelah banyak pemberontakan-pemberontakan
dibawah pimpinan tradisional mengalami banyak kegagalan, sehingga muncul
pemikiran untuk menyatukan kekuatan agar dapat mengalahkan kekuatan penjajah.
Akan tetapi sebenarnya nasionalisme itu sendiri lahir tidak semata-mata karena
adanya penindasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial,
melainkan suatu efek yang tercipta dengan sendirinya ketika pemerintah kolonial
mulai memperhatikan rakyat, yaitu dengan mengadakan politik etis.
Dilaksanakannya politik etis tersebut pada akhirnya memunculkan
pemikiran-pemikiran idealism, sehingga muncullah rasa nasionalisme yang tinggi.
Meskipun politik etis tersebut tidak dapat mengendalikan kemrosotan taraf hidup
rakyat dan dinyatakan hanya berhasil menyentuh permukaannya saja, tetapi dengan
adanya politik etis ini muncul kaum etrpelajar yang pada perkembangannya akan
menciptakan suatu gagasan baru yang sangat menentukan masa depan bangsa ini.
Di Indonesia, Sukarno juga turut memberikan bentuk
pada rasa kesadaran diri yang baru, meskipun bukan ia yang menciptakannya.
Sukarno yang sejak kecil berkesempatan untuk menempuh pendidikan yang
diselenggarakan Belanda, menginjak usia remaja juga turut mengenyam pendidikan
tradisional, yaitu dengan mondok. Pendidikan tradisional yang diikutinya
tersebut merupakan salah satu jalan yang ditempuhnya untuk memperoleh
kematangan batin dengan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa
kesepian karena jauh dari keluarganya mendorongnya untuk selalu belajar. Dengan
perantara kenalan-kenalan ayahnya ia berhasil menimba pengetahuan dari kekayaan
perpustakaan Perhimpunan Teosofi Surabaya. Dengan gairah pengetahuannya yang
semakin meningkat, ia mulai berkenalan dengan berbagai macam pemikiran politik,
seperti demokrasinya Jefferson, fabianismenya Webb, dan Marxisme. Semua ini
dalam berbagai cara turut memberi sumbangan kepada pembentukan pemikirannya.
Dalam filsafat, ia mengikuti Hegel, Kant dan Rousseau.
Pada tahun 1916, tepatnya ketika Sarekat Islam
berusia 4 tahun, organisasi tersebut berhasil memasuki periode ekspansi
terbesarnya. Sarekat Islam berhasil menemukan landasan dukungan yang sangat
luas, sehingga bersifat lebih nasionalis. Akan tetapi Sarekat Islam bukanlah
satu-satunya gerakan yang mempunyai makna politik, karena dalam perkembangan
nasionalisme pada tahun 1914 terbentuklah ISDV (Indische Sociaal Demokratische
Vereniging). Kedua organisasi itu mempunyai tujuan yang berbeda, namun pada
dasarnya mempunyai satu mata rantai seperti halnya dengan organisasi-organisasi
lainnya. Sarekat Islam yang mempunyai watak beranekaragam tercermin pada berbagai
macam orang yang ada dilingkungan Tjokroaminoto, termasuk juga Sukarno.
Berkaitan dengan hal ini Sukarno mulai mengenal tokoh-tokoh yang kemudian ikut
memberi sumbangan bagi kesadaran politiknya. Sukarno mulai memainkan perannya
dengan mengikuti debat ketika mendengarkan diskusi-diskusi mengenai keadaan
Indonesia yang gelisah, tentang gerakan-gerakan revolusioner di berbagai
tempat, tentang strategi dan taktik dalam situasi pada waktu itu. Berawal dari
ikut sertanya dalam diskusi-diskusi tersebut, kemudian berangsur-angsur menjadi
partisipasi yang lebih langsung dalam kegiatan-kegiatan kelompok, meskipun
masih dalam peran yang kurang penting.
Langkah pertamanya yang positif sebagai seorang
nasionalis aktif dilakukannya dalam organisasi pemuda Trikorodarmo cabang
Surabaya, yang dibentuk tahun 1915 sebagai anak dari organisasi Boedi Oetomo.
Pada perkembangannya yaitu menginjak tahun 1918 perkumpulan tersebut berganti
nama menjadi Jong Java. Organisasi ini memberikan wadah yang kurang penting
bagi Sukarno, tetapi merupakan pangkal tolak kiprahnya dalam dunia politik.
Dari sini Sukarno melangkah ke jenjang yang lebih penting, terutama langkah
pertamanya di bidang jurnalistik sebagai penyumbang karangan untuk Oetoesan
Hindia. Dengan semua kegiatan yang dilakukannya selama mengikuti perkumpulan
ini, Sukarno semakin sadar akan kemampuannya dalam bidang politik, sehingga ia
seakan-akan bisa loncat menjadi seseorang yang terkemuka. Peristiwa-peristiwa
yang terjadi di sekitar Sukarno ketika ia mulai memasuki kancah politik
mempunyai arti yang sangat penting. Menjelang tahun 1912, Tjokroaminoto meminta
Sukarno untuk menikahi putrinya yang bernama Siti uteri. Dari pernikahan
tersebut, Tjokroaminoto sebenarnya menginginkan Sukarno untuk meneruskannya
menjadi pemimpin Sarekat Islam. Akan tetapi pernikahannya ini tidak dapat
berjalan lama, karena memang tidak dilakukan berdasarkan cinta, sehingga
pernikahan tersebut kandas ditengah jalan.
Pada tahun 1921 Sukarno berhasil lulus dari sekolah
HBS Surabaya dan melanjutkan ke perguruan tinggi teknik di Bandung. THS di
Bandung ini baru saja didirikan sebagai langkah pertama ke arah pembentukan
universitas di Hindia. Baru beberapa bulan ia di Bndung, Tjokroaminoto yang
merupakan sesupuhnya ditahan karena kejadian yang menggelisahkan pejabat-pejabat
pemerintah maupun Sarekat Islam selama dua tahun terakhir, yang dikenal dengan
peristiwa Afdelling B Affair. Hal tersebut segera mendapatkan reaksi dari
Sukarno, ia bergegas pulang ke Surabaya setelah mendengar kabar itu dan
meninggalkan sekolahnya di THS. Di Surabaya, Sukarno bekerja sebagai pegawai
kereta api dengan penghasilan yang kecil untuk menunjang kehidupan keluarga
Tjokroaminoto. Setelah Tjokroaminoto bebas, barulah Sukarno bisa kembali lagi
ke Bandung untuk meneruskan sekolahnya. Tidak lama, Sukarno menikah lagi dengan
Inggit, seorang wanita yang sering menemaninya mengikuti rapat-rapat dan
diskusi-diskusi dengan mahasiswa maupun dengan tokoh-tokoh yang ada di Bandung.
Disana ia juga disibukkan dengan menulis pidato dan beberapa karangan politik.
Pada tahun 1923, ia menghadiri rapat raksasa yang diselenggarakan Konsentrasi
Radikal, yaitu suatu front luas yang terdiri dari berbagai organisasi politik.
Pada kesempatan itu, Sukarno menyampaikan pidatonya yang bersifat militant,
sehingga dihentikan oleh polisi. Tidak lama setelah itu, Sukarno juga hadir
dalam konggres PKI di Bandung tahun 1923 dan berpidato membela Tjokroaminoto
terhadap serangan Haji Misbach. Melalui kegiatannya ini berangsur-angsur
Sukarno memperluas hubungannya dengan tokoh-tokoh terkemuka gerakan nasionalis
di Bandung. Kehidupan dan pemikiran dari para tokoh yang dikenalnya berpengaruh
pula bagi pemikiran Sukarno. Terutama mengenai cara pendekatan Douwes Decker
terhadap seluruh situasi di Hindia dan cara yang mungkin ditempuh untuk
mengubahnya. Adapun dasar dari pemikirannya adalah suatu bangsa merdeka,
multi-rasial dalam komposisinya tetapi terikat pada kesetiaan terhadap tanah
airnya dan bersedia berjuang demi kemerdekaannya.
Sukarno menyelesaikan studinya di THS selama 5
tahun, ia mundur setahun dari kelulusan yang semestinya bisa ditempuh dengan 4
tahun karena sempat berhenti selama kurang lebih selama 7 bulan. Setelah lulus
ia bekerjasama dengan Anwari, temannya ketika THS untuk mendirikan sebuah
kantor perencanaan pembangunan. Akan tetapi panggilan hatinya untuk menggeluti
dunia politik sangatlah besar, sehingga ia meninggalkan karirnya sebagai
arsitek dan kembali ke kancah politik. Batu loncatan yang dijadikannya pangkal
tolak melontarkan dirinya kedalam kepemimpinan nasional ialah Algemene Studie
Club (Kelompok Studi Umum) yang turut didirikannya pada awal tahun 1926, tidak
lama sebelum ia lulus dari THS. Sukarno menjadi sekretaris dari kelompok studi
ini dan menjadi salah seorang penggerak utamanya. Dalam upayanya membantu
melancarkan pekerjaan kelompok studi ini, Sukarno berusaha memimpinnya dari
satu titik tolak baru dalam perlawanan Indonesia melawan kekuasaan kolonial. Ia
melihat berbagai macam perpecahan gerakan kemerdekaan yang ada disekitarnya,
sehingga muncul pemikirannya untuk membentuk sebuah persatuan dan merintis
jalan kearah pembentukan suatu organisasi massa yang mencakup keseluruhannya
sebagai sarana untuk mengembangkan kekuatan yang mampu menentang kekuatan rezim
kolonial. Sukarno sangat mengutuk eksklusivisme dan chauvisme nasionalisme
Eropa serta mempertentangnya dengan nasionalismenya sendiri yang berlandaskan
atas dasar cinta kasih seluruh umat manusia.
Pada perkembangannya Aglemeene Studie Club
menerbitkan majalah yang berjudul Indonesia Muda, dimana dalam
halaman-halamannya Sukarno memaparkan pemikiran-pemikirannya yang semakin
matang. Pemikiran-pemikiran Sukarno dan kelompok studinya tersebut mendapatkan
sambutan baik di lingkungan yang subur. Kejadian-kejadian selama tahun-tahun
sebelumnya telah mendiskreditkan partai-partai massa yang disasarkan pada
ideology dan telah merintis jalan bagi suatu gerakan yang jelas berciri
kekotaan, dicerminkan oleh peningkatan jumlah dan bertambah besarnya
keterlibatan kaum cendikiawan. Peristiwa merosotnya Sarekat Islam dan
ditumpasnya PKI oleh Belanda telah meratakan jalan bagi suatu gerakan tipe baru
yang didasarkan pada suatu bentuk nasionalisme yang lebih padat, dalam
pengertian bahwa gerakan nasionalisme itu mengenyampingkan masalah-masalah
sosial dan memusatkan seluruh upaya dan gerakannya pada tujuan tunggal, yaitu
kemerdekaan nasional.
Pada pertengahan tahun 1920an akhirnya Sukarno dapat
mengecap pendidikan Belanda di Hindia Belanda. Pada tahun 1922 perkumpulan
Indische Vereniging melakukan reorganisasi dan menukar namanya menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI). Pada pertengahan tahun 19201n anggota-anggota PI
kembali ke tanah air untuk mencoba menjalankan peranannya dalam gerakan
nasionalisme Indonesia. Mahasiswa-mahasiswa PI ini umumnya memiliki pendekatan
yang lebih berdisiplin terhadap kemasyarakatan daripada pemikiran Sukarno.
Selanjutnya pada tanggal 4 Juli dibentuklah sebuah organisasi baru yang bernama
Perserikatan Nasional Indoonesia (PNI) yang merupakan hasil inisiatif kelompok
basis Indonesia. Pada bulan desember 1927 Sukarno muncul pada rapat umum PNI di
Batavia, dan disinilah ia mengulas mengenai prinsip-prinsip PNI. Kemudian di
Bandung juga ia membentuk PPKI yang merupakan kumpulan dari berbagai organisasi
yang berbeda-beda. PPPKI sebenarnya lebih
berbentuk sebuah federasi dari berbagai golongan yang ada tanpa adanya tuntutan
ideology, kecuali menerima gagasan berjuang untuk mencapai kemerdekaan politik
bangsa Indonesia. Bagi Sukarno hal ini merupakan sebuah jalan praktis untuk
menerapkan keyakinannya tentang persatuan yang didasarkan pada persamaan
kepentingan pokok diantara berbagai macam aliran perlawanan Indonesia terhadap
Belanda. Dalam wadah PPPKI ini Sukarno dapat menunjukkan kemampuannya untuk
merukunkan satu golongan dengan golongan yang lain dengan meyakinkan berbagai
macam golongan itu untuk menggalang kerjasama untuk mewujudkan satu cita-cita
bersama. Sementara itu, Sukarno juga memimpin PNI ke arah radikal dan anti
kerja sama dengan Belanda, namun ia juga mampu untuk bersikap lunak dengan
golongan moderat yang memikirkan konsensi-konsensi yang pantas akan dapat
dicapai lewat jalan kooperasi dengan Belanda. Bagi kaum nasionalis dari tahun
1920an dan awal tahun 1930an masalah kooperasi dan non kooperasi ini tidak
hanya soal taktik saja, tetapi merupakan perbedaan yang sangat wajar. Oleh
karena itu dengan situasi yang demikian, maka sebuah prestasi tersendiri
Sukarno dapat mendirikan PPPKI yang dapat mempersatukan semua golongan-golongan
itu.
Keterlibatan di dalam berbagai macam kegiatan politik
membawa kesulitan bagi kehidupannya, tetapi sekaliguss juga membawa kegairahan
dan kegembiraan. Bagi Sukarno, apapun yang terjadi dalam hidupnya adalah
tantangan untuk menjalani profesinya. Kehidupan Sukarno mengalami kesulitan
dalam ekonomi karena banyaknya dana yang harus dikeluarkan untuk membiayai
partainya, sementara untuk kebutuhan rumah tangga Sukarno sangat bergantung
pada istrinya Inggit yang menjual jamu-jamuan hasil ramuannya sendiri dan honor
dari beberapa tulisan-tulisannya. Gatot Mangkupradja, seorang sekertaris partai
setelah kongres PNI yang awalnya sangat kaya, rela memiskinkan dirinya sendiri
untuk mendanai kebutuhan partai. Selain itu ada pula tokoh-tokoh yang
menyisihkan sedikit penghasilannya untuk menunjang kehidupan Sukarno, seperti
Ali Sastroamidjojo, Sartono, Iskaq dan Sujudi yang mengumpulkan uang mereka dan
memberikan tunjangan sebesar 75 gulden setiap bulannya kepada Sukarno.
Perjuangan Sukarno dalam PNI merupakan bukti bahwa dirinya memiliki bakat
memimpin organisasi dan yang lebih penting adalah kekuatan ampun dalam
berpidato dengan retorikanya. Sukarno mampu mempesona pendengar dan membakar
semangat mereka untuk menyadari identitas nasional dan kemuliaan cita-cita
kebangsaannya. Lewat keahlian berpidato dan karangan-karangan kebangsaannnya,
unsure-unsur posisi ideologinya berangsur-angsur berkembang dengan sendirinya.
Adanya beberapa segi pemikiran khas yang dapat ditandai dalam diri Sukarno.
Pertama, yang mempunyai arti fundamental adalah cita-citanya tentang persatuan
nasional. Kedua, desakannnya untuk menjalankan sikap non kooperasi, bukan hanya
sebagai taktik tetapi sebagai hal yang prinsip. Kemudian yang ketiga mengenai
konsep Marhaenisme-nya, yaitu berupa gagasan tentang rakyat kecil, si Marhaen
mungkin tidak merupakan suatu sumbangan besar dalam dunia politik, tetapi
sesungguhnya konsep tersebut telah menampilkan suatu penilaian yang jujur
tentang sifat masyarakat Indonesia. Unsure-unsur pemikiran dan cara kerja
Sukarno tersebut pada pokoknya tidak membawa perubahan pada sekitar tahun-tahun
itu. Hal ini hanya mencerminkan suatu pandangan dunia yang konsisten dan
umumnya bersifat bebas.
Peraturan hukum Hindia Belanda pada tahun 1919 telah
mengantarkan Sukarno dan kawan-kawannya ke belakang jeruji besi. Mereka
ditindak melalui proses formal peradilan, walaupun sebenarnya bisa saja mereka
tidak usah diadili dan langsung dibuang ke pengasingan.sidang pemeriksaannya
dibuka di Pengadilan Negeri Bndung pada tanggal 1930 di bawah pimpinan hakim
ketua Mr. R Siegenbeek van Heukelom. Hakim ketua mempertanyakan mengenai soal
pembentukan PNI dan sifat kenasionalannya. Akan tetapi sebenarnya kasus yang
diangkat adalah mendesak akan adanya hubungan PNI dengan PKI. Bagi Sukarno,
keasyikan pengadilan memperhatikan pidato-pidatonya selama 3 tahun terakhir,
nampaknya bukanlah sesuatu yang berarti. Sukarno mengawali pembelaannya dengan
menyoroti pengadilan itu sendiri. Dalihnya dalah tujuan pidato itu untuk
menunjukkan pada persidangan tentang tujuan dan sifat-sifat PNI, ia menunjuk
pada sifat-sifat elastis dari dasar-dasar yuridis tuduhan terhadapnya. Ia juga
memperingatkan para hakim yang memeriksanya agar menentang penggunaan hokum
sebagai senjata politik. Dari sinilah Sukarno dapat membahas dan mengupas
mengenai kapitalisme dan imperialisme. Pidato pembelaan itu berakhir dalam dua
hari yang merupakan suatu penampilan maraton. Pembelaan Sukarno tersusun dari
teori yang padat hingga pengajuan argumentasi yuridis yang terperinci.akan
tetapi Sukarno gagal untuk meyakinkan para hakimnya, sehingga para tahanan
dikirim ke penjara Sukamiskin di dekat Bandung. Pada saat dalam penjara Sukarno
menempatkan diri lebih dekat pada studi tentang Islam, karena pada saat itu ia
banyak menerima buku-buku yang mengkaji tentang Islam, sementara buku tentang
politak tidak diizinkan masuk.
Penasihat hukumnya mengajukan banding pada tahun
1931 hingga pada akhirnya Sukarno dapat beranjak keluar dari penjara Sukamiskin
dan menjadi orang yang merdeka. Akan tetapi setelah ia keluar dari penjara, ia
mendapatkan bahwa gerakan PNI yang selama ini dipimpinnya telah berada pada
keadaan yang porak poranda akibat adanya penahanan massal pemimpin-pemimpin PNI
dalam bulan Desember tahun 1929. Sukarno kembali ke Bandung untuk mengambil
alih tugas aksi-aksi politik. Masalah utama yang mencekam perhatiannya tentu
pergerakan nasional yang ada dalm keadaan terpecah-pecah dan merangkan lagi
Anggaran Dasar PPPKI sebagai langkah ke arah menghidupkan koalisi yang sedang
berada dalam keadaan sekarat. Dalam pidatonya di Surabaya tanggal Januari,
Sukarno mencoba menarik hubungan persoalan secara lebih spesifik, yaitu adanya
persaingan antara Partindo dan PNI baru. Didalam usahanya untuk mendamaikan
kedua belah pihak, Sukarno berkeyakinan bahwa doktrin nasionalisme yang lugas
akan mampu mempersatukan kelompok-kelompok yang bersaing dan yang tenggelam
bersama perbedaan tersebut. Akan tetapi dengan berbagai usahanya untuk
berpidato dalam setiap pertemuan di kedua belah pihak, tetap saja diantara dua
itu tidak bisa disatukan dan kali ini Sukarno dinyatakan gagal untuk semua
usaha yang dilakukannya mendamaikan Partindo dan PNI baru.
Pada perkembangan selanjutnya, Sukarno memutuskan
untuk masuk dalam barisan Partindo. Hal tersebut menyebabkan perpecahan yang
berlarut-larut menjadi nyata dalam gerakan nasionalisme Indonesia. Perpecahan
ini memang sebenernya sudah lama berlangsung, yaitu sejak tahun 1927 tepatnya
ketika diadakan pertemuan antara PI dan pimpinan Pemuda Nasionalis Bandung
untuk membentuk PNI. Awalnya perpecahan tersebut dapat dicegah oleh Sukarno,
tetapi setelah Sukarno ditangkap maka celah perbedaan itu kembali terbuka lagi.
Pembebasan Sukarno yang hamper bersamaan dengan pulangnya Hatta dan Syahrir
dari Belanda menyediakan tokoh-tokoh pimpinan untuk masing-masing kelompok
tersebut. Hingga akhirnya sering terlihat persaingan antara Partindo dan PNI
baru sebagai persaingan antara kaum radikal dan kaum moderat, atau barisan kiri
dan barisan kanan.
Sebagai ketua Partindo, Sukarno dengan cepat tampil
dalam gaya kepemimpinannya pada tahun 1928-1929. Hidupnya kembali sarat dengan
rangkaian pidato-pidato, disamping sejumlah kegiatan jurnalistik politik dan
sedikit praktek keahlian arsiteknya bersama dengan Ir. Roosseno untuk
mendapatkan nafkah bagi keluarganya. Berkembangnya Partindo dibawah kepemimpinannya
merupakan suatu bukti kemahiran Sukarno dalam bidang politik. Dalam waktu
kurang dari setahun, jumlah anggota Partindo telah berlipat ganda. Akan tetapi
tidak lama setelah itu Sukarno kembali ditangkap oleh pemerintah Hindia
Belanda. Penangkapan Sukarno terdahulu ternyata menjadi permulaan ketegasan
tindakan pemerintah untuk menindas pergerakan nasional dan meletakkannya
dibawah kontrol pemerintah selama tahun-tahun terakhir kekuasaan kolonial.
Ketika Sukarno kembali ditangkap dan dipenjarakan di Sukamiskin, itu hanya
berlangsung untuk sementara karena sebenarnya pemerintah bermaksud untuk
mnyingkirkan Sukarno dari kegiatan politik selanjutnya dengan jalan membuangnya
ke luar Pulau Jawa. Sesudah penangkapan Sukarno, pemerintah Hindia Belanda menindak
pemimpin-pemimpin lainnya. Pada bulan Februari, Hatta dan Sjahrir ditangkap dan
tanpa diadili dibuang ke Boven Digul, Irian. Kemudian pada tahun 1936 mereka
dipindahkan ke Pulau Banda. Setalah pembuangan para pemimpinnya tersebut, PNI
baru terlihat lebih bisa bertahan jika dibandingkan dengan Partindo. Pada masa
itu pergerakan nasional terpaksa mengambil jalan moderat dan kooperasi. Bukan
dengan nama Partindo, melainkan dengan nama baru yaitu Parindra yang tampil
mewakili gaya politik dengan suasana kelonggaran baru yang diberikan pemerintah
pada pertengahan dan akhir tahun 1930an. Parindra ini didirikan pada tahun 1935
sebagai hasil fusi perkumpulan Budi Utomo, Persatuan Bangsa Indonesia, dan
beberapa organisasi kecil lainnya. Partai baru ini mencerminkan pikiran-pikiran
pemimpin-pemimpin yang lebih moderat seperti Thamrin dan dr. Sutomo. Partai ini
bekerja sama dengan volksraad, seperti juga beberapa golongan nasional lain
termasuk kelompok Islam yang dipimpin Haji Agus Salim, yang merupakan hasil pecahan
dari partai Sarekat Islam Indonesia yang bersifat non kooperatif.
Sementara itu, Sukarno yang pada waktu di buang di
Ende mendapatkan hak-hak istimewa. Sukarno diperbolehkan untuk menghimpun
teman-teman disekitarnya, yaitu penduduk biasa dari berbagai kalangan di Ende
untuk membentuk suatu pementasan sandiwara. Sesekali Sukarno juga diperbolehkan
untuk mengirim surat kepada sanak saudaranya dan sejumlah karangan-karangan
politik yang bersifat netral ke pers Indonesia. Pada tahun 1938, setelah
Sukarno diserang penyakit malaria yang berat, maka diputuskan untuk
memindahkannya ke tempat pengasingan yang lebih sehat. Ia diangkut dari Flores
ke Surabaya. Setalah itu dengan pengawalan yang ketat dari ujung ke ujung pulau
Jawa, maka Sukarno pun di berangkatkan ke Bengkulu setelah sakitnya sembuh. Di
Bengkulu, ia menikahi ftmawati, seorang putrid dari pimpinan Muhammadiyah
setempat. Disana, Sukarno juga meneruskan pekerjaan jurnalistiknya secara
berkala, membatasi dirinya menulis hal-hal yang aman karena terpaksa. Sukarno
memang dilarang untuk menulis mengenai situasi politik di Hindia Belanda,
tetapi diperbolehkan untuk menulis secara umum mengenai perkembangan politik
dunia.
Pada tahun 1936, volksraad dengan mayoritas cukup
menerima sebuah petisi yang meminta untuk diadakannya konferensi yang
membicarakan rencana pemberian otonomi dalam kerangka konstitusi Belanda bagi
Indonesia dalam jangka waktu 10 tahun yang akan datang. Akan tetapi setalah dua
tahun dipetisikan di negeri belanda, akhirnya petisi Sutardjo ini ditolak dan
sungguh membuat banyak pihak yang kecewa. Pada akhirnya kekecewaan itu
melahirkan sebuah keyakinan bahwa dengan bersikap moderat itu tidak akan
merubah sama sekali. Oleh karena itu maka lahirlah Gerindo yang sikapnya lebih
radikal daripada Parindra. Meskipun menekankan perjuangan kemerdekaan sebagai
sesuatu yang penting, tetapi mereka juga tetap menempatkan pekerjaan utama pada
kerja sama Indonesia dengan Belanda dalam melawan fasisme Jerman di Eropa dan
Jerman di Pasifik. Dengan perubahan penekanan politik ini, pada tahun 1939
diusahakan untuk mempersatukan berbagai unsure nasionalisme Indonesia kedalam
satu front yang lebih luas, yaitu dengan membentuk Gabungan Politik Indonesia
(GAPI) yang terdiri dari delapan organisasi termasuk Gerindo, PSII dan
Parindra. Programnya mencakup tujuan-tujuan perjuangan anti fasis dan perjuangan untuk kemerdekaan
Indonesia. Sukarno juga tetap memperhatikan setiap perkembangan yang terjadi
dari jauh, dan kadang-kadang ia memberikan komentar-komentarnya dalam tulisan
mengenai aspek-aspek ideologisnya yang luas.
Adanya peristiwa penaklukan dan pendudukan Jepang
atas Belanda merupakan salah satu peristiwa yang membawa perubahan besar yang
menyeluruh bagi pergerakan nasional dan juga bagi Sukarno sendiri. Bagi Sukarno
keadaan ini sangatlah menguntungkan, karena dengan ini maka pengasingannya
berakhir. Setelah itu Sukarno tidak lagi berdiri pada pihak oposisi, tetapi
sudah mempunyai kedudukan formal sebagai wakil pendapat umum kaum nasionalis.
Pada zaman pendudukan Jepang ini, Sukarno berhasil menjadi pemimpin tanpa
tantangan dari rakyatnya. Jepang juga memberikan ruang gerak yang lebih bebas
daripada ketika masa pendudukan Hindia Belanda.oleh karena itu Sukarno semakin
yakin bahwa kemerdekaan Indonesia dapat dicapai dengan satu jalan lain yaitu
melalui kependudukan Jepang. Sukarno tetap teguh pada keyakinannya ini meskipun
politik pendudukan Jepang semakin keras dan teguh menolak setiap konsensi.
Pertemuan antara Sukarno dengan Hatta pada masa pendudukan Jepang ini juga
mempunyai warna tersendiri. Hubungan antara keduanya yang terakhir, yaitu
sekitar sembilan tahun yang lalu ditandai dengan persaingan dan kebencian, pada
masa ini mereka berdamai, karena memang sudah tidak ada tempat lagi untuk
memperdebatkan perbedaan-perbedaan antara Partindo dan PNI Baru. Sikap Sukarno
yang mau diajak bekerjasama dengan pemerintah Jepang merupakan sebuah pilihan
yang memang telah dipikirkannya secara masak. Pada dasarnya ketika ia menentang
untuk bekerja sama dengan Belanda itu sebenarnya sudah merupakan prinsip,
berbeda dengan kerjasamanya dengan Jepang yang nampaknya akan membawa hasil
yang lebih baik. Dalam hal ini Sukarno berfikiran, apapun cara yang akan ia
tempuh adalah cara terbaik untuk mencapai tujuan utamanya, yaitu memperoleh kemerdekaan
Indonesia. Sikap yang diambil Sukarno itu juga pada akhirnya membawa Hatta
kearah jalur yang sama dalam berjuang, yaitu dengan mau bekerjasama dengan
pemerintah Jepang.
Pada awal Jepang menduduki Indonesia, mereka banyak
memenjarakan orang-orang Belanda yang masih tersisa. Sementara untuk
jabatan-jabatan yang ditinggalkan Belanda, Jepang mengisinya dengan tenaga dari
masyarakat Indonesia itu sendiri. Meskipyun ada langkah-langkah yang nyata ke
arah kerja sama dengan pemimpin-pemimpin Indonesia, namun Jepang tetap dengan
teguh memegang kendali kekuasaan dalam tangannya. Pemimpin-pemimpin nasional
diberikan kehormatan, tetapi bukan kehormatan eksklutif dan Jepang juga tidak
bermaksud memberikan kkonsesi-konsesi nyata untuk memenuhi Indonesia. Salah
satu tindakan pertama yang dilakukan Jepang adalah melarang kegiatan kebebasan
politik yang segera disusul dengan pembubaran semua perkumpulan politik.
Bahakan perwujudan yang demikian
sederhana seperti pengibaran bendera merah-putih dan nyanyian Indonesia Raya
juga dilarang. Nama-nama jalan yang semula merupakan nama Belanda ditukar
dengan nama Jepang. Selain itu, Jepang juga melakukan perubahan sistem
pendidikan yaitu dengan pendidikan penjepangan terararah. Dalam keadaan
demikian, Sukarno bertindak sangat hati-hati dalam berdiplomasi. Selama
berpidato biasanya Sukarno selalu memuji Jepang terlebih dahulu dan baru
memberikan semangat kepada rakyat Indonesia.
Dalam mobilisasi politik, Jepang merasakan
peningkatan-peningkatan secara bertahap, sehingga mereka menciptakan suatu
front organisasi resmmi sebagai ganti organisasi-organisasi yang telah
dilarang. Pada bulan April 1942, Jepang mendirikan Gerakan 3A yang direncanakan
sebagai front persatuan seluruh kekuatan politik. Adapun tujuannya adalah untuk
menanamkan konsep kepemimpinan Jepang di Asia seperti yang tercakup dalam
semboyan 3A, yaitu Jepang pemimpin Asia, Jepang pelindung Asia, Jepang cahaya
Asia. Akan tetapi Sukarno dan Hatta sepakat untuk menjauhkan diri dari gerakan
ini, sehingga tidak heran jika Jepang jadi merasa perlu untuk merencanakan cara
yang lebih halus agar tetap dapat berhubungan dengan pemimpin-pemimpin politik
dan agama agar mendapatkan jaminan kerja sama dengan mereka. Salah satu langkah
yang ditempuh Jepang adalah dengan melakukan perdamaian dengan Islam. Berbagai
usaha dilakukan Jepang untuk melakukan perdamaian tersebut, antara lain dengan
menghubungi ulama konservatif yang sederhana dan pada akhirnya mendirikan
organisasi-organisasi Islam, seperti Masjumi dan Majlis Suro Muslimin Indonesia. Dengan cara itu pemerintah Jepang berhasil
menarik berbagai unsur dari masyarakat Islam, karena Jepang juga memberikan
kedudukan politik yang tidak pernah dimiliki Islam selama 20 terakhir ini.
Usaha Jepang mendapatkan dukungan Islam sekaligus juga diimbangi dengan merayu
kekuatan lain, terutama dari golongan nasionalis sekuler. Hal ini memberikan
ruang gerak untuk Sukarno dalam mendirikan suatu organisasi politik baru.
Meskipun pada awalnya Jepang sedikit keberatan karena tujuan organisasi ini adalah
untuk membajakan semangat rakyat untuk Persiapan perjuangan yang akan dating,
tetapi pada akhirnya Jepang mengizinkan berdirinya organisasi tersebut setelah
mendapatkan jaminan persetujuan dari Tokyo. Organisasi itu diberi nama Putera
(Pusat Tenaga Rakyat) diman Sukarno dan Hatta menjadi ketua dan wakil ketuanya,
Ki Hajar Dewantoro dan Mas Mansoer serta sejumlah orang Jepang menjadi anggota
dari suatu Dewan Pertimbangannya.
Berdirinya organisasi Putera nampak sebagai suatu
kemenangan politik oleh Sukarno. Hal ini memberikan dorongan kepada
kepemimpinan nasionalis yang sedikit banyak telah menggeser posisi Islam yang
sudah maju dibawah pemerintahan Jepang. Sayangnya meskipun dalam organisasi
Putera di pusat terdapat kelonggaran-kelonggaran bagi pemimpin-pemimpin
Indonesia, tetapi di cabang-cabangnya mereka tidaklah mempunyai kekuasaan yang
sebenarnya, karena semua gerak-gerik mereka diawasi dengan ketat oleh serdadu
Jepang. Meskipun demikian, pada saat memburuknya situasi perang pasifik pada
tahun 1943, sikap Jpang mulai goyah terhadap tekanannya kepada kaum nasionalis.
Beberapa konsensi diberikan untuk memenuhi keinginan setempat, kemudian
berganti lagi dengan control yang lebih ketat, dan akhirnya mereka maju
selangkah demi selangkah dengan rencana politik yang lebih serius lagi untuk
menciptakan Indonesia merdeka. Dalam hal ini Sukarno dengan cekatan dapat
menyesuaikan diri terhadap setiap perubahan yang terjadi. Mulai bulan September
Jepang Nampak akan memberikan janjinya dengan membentuk seperangkat badan
pertimbangan. Pembentukan Badan Pertimbangan Pusat dilakukan dibawah pimpinan
Sukarno, dan di daerah-daerah serta di kota praja Jakarta dibentuk dewan-dewan
setempat. Sebenarnya pembentukan Badan Pertimbangan Pusat ini dilakukan untuk
menekan pembesar-pembesar militer Jepang untuk mengubah beberapa aspek tindakan
dan kebijaksanaan yang tidak disenangi rakyat.
Secara keseluruhan, kedudukan terhormat yang
diberikan kepada pemimpin-pemimpin nasional dengan pembentukan dewan
pertimbangan dan Peta telah meningkatkan pengakuan terbatas Jepang akan
cita-cita nasional. Dalam hal ini Sukarno yang mendapatkan keuntungan dari
kebijaksanaan Jepang. Kedudukan Sukarno sebagai Presiden Dewan Pertimbangan
Pusat membuatnya memimpin sebuah delegasi ke Tokyo untuk menyatakan rasa
terimakasih rakyat Indonesia atas konsensi-konsensi yang diberikan kepada
mereka. Adanya delgasi ini berarti bahwa tekanan politak Jepang sudah mulai
berubah. Pembesar Jepang mulai menyadari bahwa konsensi-konsensi yang mereka
berikan selama ini kepada kaum nasionalis dalam bentuk Putera dan sistem dewan
itu akhirnya telah lebih melayani kepentingan Indonesia daripada kepentingan
jepang. Pada akhir tahun 1943 dilakukan pencegahan otonomi lebih lanjut dengan
penempatan aparat dibawah pendudukan jepang, Putera dibubarkan dan diganti
dengan Djawa Hokokai. Pembentukan badan ini merupakan pertanda kebingungan
Jepang yang menghadapi pikulan-pukulan sekutu di medan perang, sehingga
mengakibatkan pula pada tahun 1944 terjadi perubahan politik Jepang. Berbaliknya
situasi di medan pertempuran sangat mempengaruhi pemerintah Jepang untuk
memberikan konsensi-konsensi yang lebih besar lagi kepada Indonesia atas
desakan kaum nasionalis. Hal ini membuahkan hasil yang bagus untuk perjuangan
Indonesia, karena pada tanggal 7 September 1944 Perdana Mentri Kaoso memberikan
pengumuman di parlemen Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia
dalam waktu singkat. Pernyataan Kaiso tersebut merombak seluruh pola politik di
Indonesia. Meskipun konsesi tersebut hanya samar-samar saja dan tidak ada
kejelasan mengenai kapan pemberian kemerdekaan itu, tetapi bagi Sukarno itu
adalah angin segar yang membuatnya yakin bahwa usahanya untuk bekerja sama
dengan Jepang bukanlah pilihan yang salah. Pada waktu itu ada pola umum dalam
semua pidato dan karangannya yang selalu menyampaikan kata-kata yang
menguntungkan Jepang dengan segera disusul dengan uraian yang membangkitkan
semangat rakyat dengan janji Jepang yang akan segera memberikan kemerdekaan.
Peranan Sukarno selama masa pendudukan Jepang adalah
sangat penting dalam menciptakan sebuah revolusi. Dikatakan sebagai sebuah
revolusi karena pada masa itu Sukarno berhasil mencapai tujuan-tujuan yang
brsifat taktis. Terbentuknya Peta merupakan pencapaian yang penting bagi
persiapan kekuatan landasan pokok dalam perjuangan republic Indonesia pada masa
depan. Berdirinya dewan-dewan setempat juga dapat menyediakan tata susunan
kerja pemerintah local yang kemudian beralih menjadi aparat administrasi
revolusi, sehingga memungkinkan Republik melaksanakan wewenangnya. Pemakaian
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga terus meluas dan mempunyai arti
peenting dalam konsolidasi rasa kebangsaan. Akan tetapi terkait dengan janji
kemerdekaan yang diberikan Jepang, pada perkembangannya menyebabkan perdebatan
sengit diantara golongan nasionalis. Yang pertama dikemukakan oleh Syahrir yang
pendiriannya adalah tidak mengenal kompromi. Syahrir dan pengikutnya tidak rela
menerima proklamasi kemerdekaan apapun dibawah sponsor Jepang. Kemudian yang kedua
adalah dari golongan pemimpin-pemimpin pemuda. Mereka tidak banyak perduli pada
obrolan ideologis, karena menurut mereka kekuasaan itu harus direbut segera
tanpa perlu berhutang kepada jasa Jepang dan itu dilaksanakan pada tindakan
berani.
Sikap syahrir yang terkesan kasar itu segera
diberitahukan Hatta kepada Sukarno setelah ia kembali dari Saigon. Pemikiran
Syahrir tesebut bertentangan dengan apa yang dipikirkan oleh Hatta dan Sukarno
yang cenderung setuju menunggu janji kemerdekaan yang akan segera diberikan
oleh Jepang. Sementara itu para pemuda yang setuju dengan Syahrir segera
menyusun siasat untuk mendesak Sukarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Hal ini disebabkan karena mereka secara diam-diam
mengikuti perkembangan perang dari radio gelapnya yang memberikan informasi
bahwa Jepang sudah menyerah dan pernyataan kemerdekaan harus segera diumumkan
sebelum PPKI bersidang. Suatu perkumpulan dari berbagai kelompok pemuda
akhirnya memutuskan untuk segera mengirim delegasi ke Sukarno untuk mendesak
pendirian mereka. Karena usaha yang dilakukannnya tidak berhasil, maka mereka
memutuskan untuk menculik Sukarno dan keluarganya dan Hatta ke Rengasdengklok.
Hilangnya Sukarno dan Hatta menyebabkan kebingungan pada beberapa golongan yang
sedang mengusahakan suatu proklamasi kemerdekaan dan Jepang yang sedang
berhubungan dengan kedua tokoh ini. Laksamana Maeda yang mempunyai hubungan
baik dengan kedua tokoh itu akhirnya menyuruh pembantunya yang bernama
Nisjihima mencari tau keberadaan kedua tokoh nasionalis tersebut. Setelah
berhasil meyakinkan Sukarno dan Hatta maka golongan pemuda membawa mereka
kembali ke Jakarta dan langsung menuju ke rumah Laksamana Maeda, yang sudah disetujui
Laksamana itu untuk dijadikan tempat pertemuan pemimpin-pemimpin Indonesia.
Sementara itu awalnya Nisjimura menolak member persetujuan resmi terhadap
setiap tindakan bebas Indonesia, tetapi akhirnya member kesempatan bahwa
proklamasi mungkin dapat dilakukan tanpa sepengetahuannya. Sekelompok kecil
tokoh-tokoh nasionalis yang ikut berkumpul di rumah Maeda ke ruang tamu untuk
menggarap konsep, sementara sekelompok besar lainnya menggerombol menunggu di
ruang makan yang besar. konsep ini tidak berisi kata-kata yang diinginkan
Syahrir yang bersifat keras dan anti Jepang, juga tidak berisi tuntutan
tindakan langsung merebut aparat kekuasaan seperti yang diinginkan pemuda.
Dalam naskah itu hanya menyatakan:
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaan Indonesia. Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Naskah tersebut ditandatangani oleh Sukarno dan
Hatta sebagai wakil dari rakyat Indonesia. Pada pagi harinya naskah tersebut
dibacakan di halaman depan rumah Sukarno di jalan Pegangsaan Timur. Sukarno
membacakan naskah itu dengan diapit oleh Hatta dan Letnan Latif dari Peta.
Bendera merah putih yang khusus dijaitkan Fatmawati untuk acara bersejarah itu
dinaikkan di tiang darurat yang diiringi dengan senandung Indonesia Raya.
Dengan itu revolusi Indonesia pun dimulai.
Seorang pengamat yang tajam tentang karier soekarnosudah dapat menduga bahwa
Proklamasi kemerdekaan menjadi puncak dari sejarah hidupnya. Dalam Proklamasi,
meskipun menghadapi tahun-tahunperjuangan berat didepannya, ia bererhasil
mencapai tujuan yang dibinanya selama 20 tahun dan 17 Agustus untuk sebagian
besar adalah keberhasilan pribadinya sendiri.
Dalam pertemuan 15 Agustus malam dan selama sehari penculikan atas
dirinya ia cukup keras melawan kekerasan melawan pemuda dan tetap membuka garis
hubungannya dengan jepang. Sepanjang waktu itu Soekarno bersikap seirama dengan
Hatta yang pragmatisnya biasa dicelahkan.sikap hati-hati pada permulaan
disebabkan kepercayaan Soekarno bahwa tetap ada kemungkinan merdeka lewat
penyerahan kekuasaan kepada suatu pemerintah otonomi setempatoleh jepang. Dalam
jangka waktu panjang, perdebatan-perdebatan tanggapan atas sifat refolusi telah
menjadi bagian dari mitologi yang salah bagi indonesi, penting dalam
mempertahankan kekuasaan dakekuasaan yang saling berlawananberbagai macan
kelompok masing-masing mengembangkan rasa memiliki rasa Revolusi. Sambutan
terhadap Proklamasi sungguh diluar dugaan, bahwa mungkin mengagetkan Soekarno,
ketika para pemuda pada sore 17 Agustus merebut kantor besar Radio Domei dan
menyiapkan berita itu kepada seluruh rakyat Indonesia. Sementara tindakan itu
menampilkan Revolusi yang sedang lahir Soekarno dan kawan-kawanya diJakarta
menghadiri tugas yang tidak kurang menakjubkan yakni menciptakan perlengkapan
resmi pemerintahan.
Pada tanggal 23 Agustus Soekarno berpidato didepan
Radio, menjelaskan tujuan-jujuan Republikdan menekankan pentingnya pengakuan
internasional bagi Republik ini. Pada hari berikutnya PPKI mempersiapkan
peraturan-peraturan pemerintahan daeran dan Komite Nasional Indonesia Pusat.
Dalam situasi tumbuhnya anarki yang potensial ini, Soekarno menjadi titik pusat
kekuasaan yang tidak diragukan lagi. Ada
sejumlah orang yang mulanya menyangsikan hal ini, antara lain Sjahrir. Meskipun
dihangatkan oleh sambutan yang demikian hebat, Soekarno sendiri masih kurng
memiliki kepercayaan diri untuk menghadapi tugas-tugas rutin pemerintah, untuk
melaksanakan tugas itu ia bersandar pada wakilnya. Pembagian seperti ini tentu
sudah wajar, tetapi membawa akibat penting bagi Soekarno. Gejala ke arah ini
adalah keputusan memberikan kepada KNIP kekuasaan co-legislative bersama presiden. Yang berakibat pada perbedaan
pendapat dalam dasar bentuk dan sifat negara. Sampai pada suatu ketika Soekarno
berada di luar Kota Jakarta dan ia tidak mengetahui adanya usulan namun Hatta,
menyetujui usulan tersebut dan meminta Sjhrir menyusun kabinet dan akhirnya
Soekarno menerima gagasan kabinat kabinet yang bertanggung jawab lebih dari
hanya pmerintahan saja. Oleh sebab itu dia bersedia bersandar pada mereka yang
memiliki keahlian menjalankan pemerintahan sehari-hari. Perubahan
komstitusional ini menurut perumusan yang lebih jelas atas kekuatan dan kelemahan
kedudukan presiden sendiri. Dalam 12 bulan berikutnya ada tiga hal penting yang
meminta perhatian pimpinan republik di semping hal lainnya sebagai presiden
Soekarno tidak bia menghindar diri dari penentuan sikap terhadap analisis
diplomasi dan perjuangan.
Api yang berkobar di Surabayan itu adalah hasil pola
keseimbangan antara ketegangan dan kecurigaan yang ruwet, memuncak ketika
angkat perang Inggris mulai mendarat di Jawa pada akhir Oktober. Di Surabaya
sikap hati-hati inggris untuk meredakan kekuatan Indonesia. Sayang, dalam suatu aksi
tembak-menembak yang membingungkan setelah persetujuan itu Malaby sendiri tewas
terbunuh dan keteganganpun kembali memuncak Soekarno
yang sudah di Jakarta
dalam pidato di radionya menghimbau rakyat Surabaya
agar menahan diri. Kemudian pada tanggal 9 November
setelah tugas mereka selesai Inggris
memutuskan untuk menduduki kota Surabaya
dan kembali meminta penduduk segera tunduk dan menyerahkan senjata-senjatanya.
Bagi republik pertempuran di Surabaya
menjadi salah satu lembar sejarah kepahlawanan Revolusinya. Namun bagi Soekarno masih kurang
jelas sikap Soekarno
yang saling bertentangan merupakan perwujudan konflik batinnya sendiri yang
pada hakekatnya adalah sumber kekuatannya. Diplomasi saja maupun perjuangan
saja belum cukup untuk mengalahkan belanda. Sampai akhirnya Tan Mala kembali ke Indonesia
pada tahun-tahun pendudukan Jepang
di Indonesia setelah lebih dari 20 tahun bekerja. Kesamaran organisasi
komunisme internasional di luar negeri. Selagi Sjahrir membuka perundingan dengan
belanda Tan Malaka mengumpulkan
beberapa pemimpin pemuda di sekitarnya seperti Adam Malik dan Chairul saleh
dan bekerja untuk membentuk suatu gerakan massa
yang bertujuan menolak perundingan dengan musuh pada akhir Desember tentara Belanda mulai mengalir
masuk ke Jakarta di rasakan bahwa resiko mempertahankan Kota itu sebagai pusat
pemerintahan terlalu besar maka pemindahan pemerintahan di Jogyakarta dan pada
4 januari 1946 Soekarno
dan Hatta di berangkatkan
menggunakan kereta api.
Pengunduran diri Sjahrir
menempatkan inisiatif langsung berada ditangan Soekarno samapi pada tanggal 27 juni
malam Mayor Jenderal Soedarsono memerintahkan
penangkapan Perdana
Menteri Sjahrir ketika ia
kembali ke Yogyakarta
dari Jawa Timur dalam penangkapan
itu musuh yang paling berbahaya adalah musuh dalam selimut musuh di dalam yang
menggerogoti Dasar
Republik kita sedikit
demi sedikit peristiwa yang di kenal dengan nama peristiwa 3 Juli ini merupakan
ancaman besar bukan saja sebagai pemerintah Sjahrir
tetapi bagi Republik
Indonesia sendiri dimana
kekacauan yang sifatnya lebih mendalam lagi dimana Tan Malaka menjadi titik
tumpuan bagi mereka yang yakin bahwa Belanda
tidak dapat dipercaya bahwa usaha untuk menjamin peralihan kedaulatan lewat
perundingan akan gagal dan kesudahannya adalah kemusnahan Republik. Bagi golongan
pendukung garis muda yang bergabung dalam PP, Tan Malaka
bukan saja dari lambang suatu gaya perjuangan yang lain, tetapi juga sekaligus
menjadi lambang suatu bentuk Revolusi
yang berbeda. Meskipun, ada pendukung-pendukung yang terdiri dari para pemuda
dalam kedua barisan yang beradu kekuatan pada tahun 1946. Sampai pada akhirnya
ada juga unsur kekecewaan pada pemimpin-pemimpin yang berkelompok di sekitar
tanmalaka dari berbagai ragam kelompok dan persoalan yang saling melengkapi ini
timbul barisan penentang yang berani mengambil resiko merebut kekuasaan pemerintah arti penting
percobaan KUP itu bagi Soekarno
ialah percobaan itu sekali lagi menggaris bawahi posisi sentralnya dan
kebebasannya dalam berpihak.
Strategi PKI selama 1948 sebagian telah dibentuk
oleh perkembangan-perkembangan dalam negeri tetapi juga oleh perubahan politik
gerakan komunisme internasional secara menyeluruh Soekarno segera merasakan
pengaruh perubahan ini strategi PKI, seperti juga oposisi Tan Malaka dulu dengan cara
menyamar, Muso
tiba di lapangan terbang Bukit
Tinggi awal Agustus bertindak
sebagai Sekertaris Suritno sampai
kembalinya Muso
segera di susul pengumuman Amir
Syarifudin yang menggambarkan
bahwa ia adalah seorang Komunis.
Seperti pemberontakan PKI pada tahun 1926 dan tahun 1927, peristiwa madiun ini
cepat di gagalkan seruan Soekarno
telah di sertai dengan pemberian kekuasaan penuh kepadanya untuk mengatasi
keadaan darurat. Segera diambil langkah-langkah penangkapan PKI. Pertama-tama
ia tetap menganggap PKI sebagai unsur asli dari Revolusi Indonesia dan kutukannya atas
pemberontakan itu adalah kutukan terhadap penyimpangan PKI dari jalan yang
benar. Kedua ia telah belajar atau mengira telah belajar bahwa kepemimpinan
sudah cukup untuk memungkinkan ia mengendalikan unsur-unsur penentang yang
membahayakan Negara selama krisis madiun dibawah tekanan Amerika,
memperlihatkan sikap menahan diri dan rela berusaha mempergunakan ketegangan
dalam tubuh republik bagi kepentingan tujuannya. Sampai pada tanggal 15
desember balanda kembali lagi menyampaikan ultimatum kepada republik yang
disusun sedemikian rupa sehingga dan pada pagi hari 19 desember belanda
melancarkan serangan mendadak ke yogyakarta sebagai aksi polisionil yang kedua
akhirnya 1949 diumumkan gunjatan senjata sebagai hasil persetujuan belanda
untuk melanjutkan perundingan, meskipun soekarno tetap mendapatkan penghormatan
sebagai pemimpin nasional selama masa tawanannya di prapat, toh dalam masa itu
ia harus berhadapan dengan sejenis tantangan lain.
Belanda yang resmi mengalihkan kedaulatan Republik Indonesia serikat pada
tanggal 27 desember 1949 dan esok paginya soekarbo meninggalkan Yogyakarta, ibu kota
revolusi republik, menuju Jakarta
yang menjadi Ibukota
Indonesia Baru. Setelah
bertahun-tahun berjuang melawan kekerasam kekuasaan kolonial Belanda selama tahun
1950 keseimbangan politik yang penting dalam pembicaraan ketentuan pasal-pasal
konsultasi yang baru penggunaan kekuatan eksekutif sekali lagi berada di tangan
seorang perdana menteri dan kabinet yang tergantung pada hukum Parlemen. Dan hanya
memberikan peranan tokoh lambang kepada seorang presiden penunjukkan formatir
kabinet adalah hak progatifnya dalam pidato pelantikannya sebagai republik
indonesia serikat beberapa bulan sebelumnya
ia mengutuk kebiasaan Demokrasi
liberal barat dalam kata-kata yang mencerminkan tindakan politiknya kemudian ia
menyatakan perlunya bagi Indonesia
suatu bentuk demokrasi terpimpin di sini tersimpul yang sungguh ingin dimainkannya.
Ia tidak ingin di ikat untuk mengerjakan tugas-tugas rutin pemerintahan juga
tidak ingin mengambil resiko di benci oleh orang yang bisa saja muncul dari
kalangan yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kebijakan esklusif.
Pada tahun-tahun pertama kemerdekaan, kritik-kritik Soekarno banyak
ditujukan terhadap gaya atau semangat kehidupan nasional dan ketidak
kepuasannya dinyatakannya secara luas. Bagi Soekarno
persaingan antar partai ini adalah menyangkut soal-soal yang remeh, tetapi bisa
merusak persatuan nasional yang mungkin dapat di atasi dengan pembentukan satu
partai saja. Kebijakan ekonomi telah menimbulkan keadaan yang gawat bagi
republik muda ini faktor-faktor ini ditambah dengan devisit anggaran negara
yang terus menerus menyebabkan kenaikan inflansi yang mengganggu setiap
pemerintahan yang di bentuk keadaan ini berlanjut sampai tahun 1960an.
Sementara para perdana menteri yang silih berganti terus berusaha untuk
mengatasi tekanan-tekanan ini tidak banyak berhasil. Soekarno nampak kecewa yang
di anggapnya telah kehilangan tuuan dan cita-cita nasionalnya sampai disini
ucapan-ucapan Soekarno
nampaknya hanya merupakan keprihatinannya sendiri atas merosotnya semangat
bangsa namun secara berlahan iapun melibatkan dirinya dalam tindak politik praktis.
Ujian pertama terhadap posisi Soekarno
datang sesudah terbentuknya Republik
kesatuan pada tahun 1950.
Persoalan Irian
Barat di pergunakan Soekarno untuk tujuannya
dan itu wajar. Baginya itu berarti kelanjutan perjuangan revolusi nasional
belum selesai sebelum daerah yang masih pertahankan Belanda pada waktu
perjanjian KMB di Denhag
dialihkan kepada Indonesia.
Namun ada unsur lain yang diperhatikan dengan sadar. Soekarno memilih suatu
pertemuan di istana dengan para anggota persatuan Wartawan Indonesia yang
sedang berkonverensi sebagai tempat untuk menjelaskan sikap dan pendiriannya.
Selama beberapa tahun kemudian tidak ada kemajuan dalam Irian Barat dalam
usahanya mencari sintesis dalam persatuan selama tahun-tahun itu, Soekarno
berkali-kali berbicara tentang peranan yang tepat bagi islam dalam menekankan
perhatian terhadap kedudukan dalam permufakatan nasional. Sampai pada bulan
Januari 1953 ketika mengunjungi Kalimantan Selatan,
Soekarno menyinggung kecurigaan ini. Sehingga membuat Soekarno berpaling kepada
Wilopo dari PNI yang berhasil mempertemukan sekelompok tokoh yang bersedia
duduk dalam kabinetnya dan daftar susunannya diajukan kepada presiden. Meskipun
kabinet itu dipinpin PNI, Soekarno sulit bisa cocok dengan pemerintahan ini
karena bagi PNI sikap rukun kaum komunis itu akan membuka
kemungkinan-kemungkinan tertentu yang menarik. PKI dalam perundingannya
tetap partai kecil.
Soekarno yang tidak terlalu senang dengan pembaruan
dalam ketatanegaraan mempunyai jalur hubungan dengan kedua unsur oposisi ini
dan sejak pertengahan tahun 1952 ia membiarkan dirinya terseret dalam
serangkaian siasat politik yang sangat ruwet.inilah unsur-unsur pokok situasi
yang membangkitkan gerakan-gerakan masa di luar istana pada tanggal 17 Oktober
itu. Pada tahun 1950 Soekarno telah menerima ketetapan-ketetapan konstitusional
yang ternyata telah membatasi tindakan-tindakannya. meskipun Soekarno
bersikap hati-hati agar jangan sampai dikenal sebagai bersikap mendua dalam
kaitan hubungannya dengan PNI, tetapi sekidak-tidaknya bantuan terbuka yang di
berikan kepada pemerintahan Ali Sastromidjojo telah terungkap dengan sendirinya
dalam sejumlah peristiwa., bantuan ini semakin di perkuat lagi dengan
prakarsa-prakarsanya dibidang politik luar negeri ketika peranan Indonesi semakin
menonjol.
Ketika Soekarno berpidato tentang “Kuburkan semua
partai” pada 28 Oktober, baginya belum jelas kemana ia akan pergi. Didorong
oleh reaksi-reaksi yang serbh bingung ini Soekarno dalam pidatonya di depan
“Persatukan Guru Republik Indonesia” dua hari kemudian.kembali lagi pada
masalah ini dalam nada yang agak lebih keras “ Saya tidak lagi cuma mimpi”.
Katanya , maka, pembunaran partai-partai dengan tegas saya anjurkan. Bersamaan
dengan itu ia menjelaskan bahwa ia tidak mempunyai keinginan untuk berkuasa
sebagai diktator. “ Saya
bukan presiden diktator dari Republik Indonesia dan saya tidak ingin jadi
diktator karena itu berlawanan dengan kesadaranku... saya adalah seorang
Demokrat, tetapi tidak ingin demokrasi liberal sebaliknya yang saya ingin adalah
demokrasi terpimpin... menjelang januari nampaknya inisiatif utama berada
tangan para kolonel dan pendukung-pendukung politiknya meskipun demikian
Soekarno bergerak dengan hati-hati dalam menerjemahkan prinsip-prinsip ini
kedalam bentuk perangkat politik yang nyata.
Pada tanggal 14 Maret Kabinent Ali Sastroamdjojo
mengundurkan dari dan segera sesudah itu
presiden mengumumkan negara dalam keadaan bahaya. Ternyata keberhasilan itu
terbatas meskipun sebagian besar menteri-menterinya adalah anggota partai-partai
politik mereka telah di pilih dan bersedia memangku jabatannya secara pribadi
sesuai kedudukannya, juanda berkepentingan mengurangi unsur-unsur yang merubah
situasi, pembentukan kabinet telah mengembalikan sekedarnya keadaan normal
setelah keadaan yang guncang bulan-bulan lalu. Meskipun gagasan mengakibatkan
konperensi datang dari dewan nasional tetapi dilaksanakan oleh pemerintah dan
lebih banyak menjadi hasil kerja juanda dari pada Soekarno. Yang banyak di
bicarakan dalam konperensi itu adalah inti persoalan soekarno-hatta dan
dipermukaan nampaknya seolah-olah telah dicapai kemajuan. Sementara mengikuti
musyawarah nasional Soekarnopun
menjaga supaya inisiatifnya tetap segar, strategi agitasi demikian cocok dengan
sifat Soekarno, dan ini
membawa resiko baginya, resiko pribadi dan resiko politiknya. Percobaan
pembunuhan atas soekarno dan penyitaan besar-besaran milik belanda telah
mencetuskan suasana krisis baru, sama dengan situasi krisis pada bulan-bulan
pertama waktu itu. Suasana krisis semakin meningkat pada bulan Januari 1958 Pers memberitahukan
bahwa sejumlah tokoh terkemuka yang menentang tindakan-tindakan Soekarno dan politik
pemerintah mulai berkumpul di sumtra barat, pangkalan gerakan sparatis pertama
satu tahun sebelumnya.
Pada permulaan tahun 1957dulu, daerah-daerah dan
pemimpin-pemimpin militernya, dengan simpati dari Masyumi, telah menghadapi
suatu pemerintahan yang berdasarkan partai-partai, pimpinan tinggi angkatan
darat yang ragu-ragu, dan Soekarno
yang siap akan campur tangan menurut caranya sendiri PKI tentu menjadi suatu
kekecualian pada gambaran umum merosotnya partai-partai tetapi dalam banyak
hal, persekutuan ini tidak mantap dikarenakan kekuasaan tentara telah
dijalankan langsung lewat wewenang negara dalam keadaan bahaya dan lewat
kontrolnya atas sebagian besar sektor ekonomi, tetapi ia juga mencoba
perluasanpengaruh politiknya secara tidak langsung lewat suatu organisasi front
nasional dengan latarbelakang pola-pola baru kekuatan ini, Soekarno sekali lagi
kembali pada demokrasi terpimpin dan akhirnya, dengan sendirinya, mulai
bentuk-bentuk yang lebih jelas. Dalam menyelesaikan perbedaan-perbedaan ini Soekarno harus bekerja
secara faham meskipun komunike yang baik yang bagus bunyinya telah dikeluarkan
sesuai peraturan itu yang berisi bahwa telah berhasil dicapai suatu perumusan,
segera menjadi jelas bahwa persetujuan partai-partai masih belum dicapai.
Pikiran untuk kembali ke UUD 1945 bukanlah suatu pikiran yang baru pada tanggal
8 maret soekarno berpidato didepan muka istana, dan dalam minggu-minggu
selanjutnya serangkaian rapat umum melahirkan resolusi-resolusi yang menyokong
rencana itu.
Menjelang akhir bulan Mei, menjadi jelas bahwa demi kepercayaan
akan terbukanya harapan, maka seruan presiden kepada kontituante 22 April berada dalam
bahaya akan di tolak. Inilah situasi yang terhampar dihadapan soekarno ketika
ia kembali pada akhir bulan. Dalam meninjau kembali kajadian-kejadian ini
keputusan tegas ini mengandung suasana keterpaksaan yang menyelimutinya dan ini
tidak boleh dianggap enteng dengan dekrit 5 Juli
tujuan-tujuan yang dirumuskan Soekarno
dalam garis-garis besar sejak 2 Tahun
yang lalu akhirnya tercapai meskipun demikian, dengan latar belakang ini,
inisiatif Soekarno
sendiri adalah menentukan dalam mengalahkan lawan-lawan politiknya juga
terdapat unsur yang bersifat pribadi. Dengan demikian Juli 1959 adalah tahun
kemenangannya ia telah memulihkan posisi sentralnya dalam urusan bangsanya
tinggal lagi memilih bagaimana ia mempergunakan posisi ini.
Dekrit 5 Juli
itu telah mempertegas perubahan kenyataan-kenyataan politik yang berjalan sejak
tahun 1956. Sebagai perdana menteri dibawah konstitusi baru itu, tugasnya yang
pertama adalah membentuk pemerintahan anggota-anggota kabinet diharapkan
melepaskan hubungan kepartaiannya sejak pelantikannya. Kelompok dewan-dewan dan
lembaga-lembaga perwakilan yang kompleks ini dimaksudkan sebagai wadah
mustawarah yang pantas menurut hakekat demokrasi terpimpin, akan dapat menjamin
kata sepakat dan persatuan nasional setelah terbentuknya kabinet kerja, segera
soekarno melengkapkan kerangka bangunan lembaga-lembaga ini. Semua
lembaga-lembaga perwakilan ini bersama golongan kekaryaan, harus bekerja keras
untuk memenuhi harapan-harapannya akhirnya, sebagai tambahan dari
lembaga-lembaga perwakilan baik yang berdasarkan konstitusi atau partai-partai
khusus dibentuk suatu badan baru, fron nasional untuk menggantikan fron
pembebasan irian barat dikuasai tentara meskipun Soekarno menjadi pengambil inisiatif
dalam membangun alat perlengkapan permusyawaratan dan alat kontrol ia enggan
untuk mengambil tangging jawab detail-detail pekerjaan pemerintahan. Pembagian
pekerjaan ini sebagian adalah akibat dari struktur demikrasi terpimpin itu
sendiri yang mencoba secara khusus mengembangkan kepemimpinan dan musyawarah
dan mengecilkan arti pekerjaan pemerintah yang meletihkan, bertanggung jawab
dan sering tidak disenangi.
Tetapi meskipun Soekarno
tidak berusaha menjadi kepala eksekutif, ia adalah pusat dari kehidupan
politik, dan akhirnya tidak bisa mengelakkan tanggung jawab atas apa yang
terjadi oleh kedudukan sentralnya ini. Yang terpusat sesudah ia selama tiga
tahun menyerang partai-partai politik tingkah laku mementingkan partai sendiri
para pemimpinnya dan sistem keparlemenan sebagai keseluruhan, menyebabkan
banyak pengamat politik melihat demokrasi terpimpin itu sebagai contoh dari
kediktatoran perorangan. Namun penilaian seperti ini tidaklah tepat dikarenakan
Soekarno bukanlah
seorang diktator dalam pengertian umum. Selama periode demokrasi terpimpin
terdapat beberapa pikiranmengenai sifat perlindungan Soekarno terhadap PKI
donaldhindely percaya bahwa kebangkitan PKI lebih nyata dari pada yang
kelihatan. Meskipun atas tinjauan sejarah yang sama tidak mudah untuk
menyimpulkan perbedaan penilaian para penulis ini. Pada bulan Agustus 1959, sebulan
sesudah dekrit 5 Juli
Soekarno secara
mengejutkan ia mengambil tindakan keras menyangkut perubahan harga mata uang
pada bulan Agustus
1960 dewan perancang nasional mengumumkan rencana pembangunan semesta berencana
untuk pengembangan ekonomi dengan berbagai cara ternyata kebijaksanaan ini
telah diperhitungkan untuk melemahkan sektor ekonomi swasta dan mendorong
pertumbuhan birokrasi baru kapitalisme. Hanya pada satu kejadian, tahun 1963,
kelihatannya pemerintah bersedia menerima saran ekonomi yang realisis dengan
perlengkapan berupa slogan-slogan, Soekarno
mendorong rakyatnya kearah tugas nasional bulding, membangun satu bangsa yang
bersatu. Sejak tahun 1955 hartini telah berkembang secara politik semula ia
hanya berada dibelakang layar tetapi menjelang 40-an mungkin disebabkan semakin tumbuhnya
perasaan ketidak pastian ian berusaha keras melayani Soekarno sebaik-baiknya,
menjadi Istri dan sekaligus
menjadi teman pembantu politiknya suatu usaha yang tidak pernah dilakukan Fatmawati. Tetapi terlepas
dari itu semua Soekatno
dapat mempertahankan stabilitas dan meningkatkan kepemimpinannya dalam situasi
keruntuhan ekonomi, dalam situasi yang penuh dengan hal-hal yang tidak stabil.
Tuntutan Soekarno
untuk menjadikan dirinya sebagai pembawa idiologi yang baru, menyebabkan ia
berbeda dengan sebagian besar pemimpin-pemimpin asia lainnya. Sementara untuk Soekarno sebagai
pemimpin idiologi harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, tidak terdapat
suatu sistem atau keterpaduan logika dalam gagasan-gagasannya soekarno adalah
seorang yang banyak membaca, dan teori sosial politik ia pelajari sendiri,
meskipun pemikiran politik Soekarno
lebih bersifat pengumpulan pengetahuan dari pada suatu sistematika, maka
gagasan-gagasannya jelas berdaya tenaga besar. Dengan menyelusuri perjuangan
politik Soekarno sebagian besar
pandangannya tentang dunia telah diuraikan Soekarno
tidak melihat perlunya ketergantungan seperti itu, segi positif dari pandangan
hidupnya adalah perjuangannya untuk mempersatukan bangsa indonesia melawan Imperalisme untuk
terbentuknya suatu bangsa perlu ada usaha bersama dari golongan islam maupun
komunis, golongan demokrat sosialis maupun sosialis, betapapun besarnya
perbandingan-perbandingan yang telah berlangsung lama diantara mereka. Usahanya
menciptakan persatuan bangsa telah disusunpula dengan upaya-upaya menciptakan
suatu sistematis idiologi yang menarik perhatian ialah, ketika pembicaraan
berkisar kesatuan bangsa, dasar pikiran Soekarno
bertolak dari penghalang-penghalang persatuan yang tidak ditimbulkan oleh
perbedaan-perbedaan kelas, tetapi oleh kesetiaan masing-masing suku pada
kebiasaan adat lembaganya dan oleh aliran-aliran keyakinan dan budaya yang
saling bertentangan.
Nasionalisme dengan warna anti barat yang dicapai
dengan membangkitkan kesadaran masa, kampanye yang dilancarkan utnuk persatuan
semua gagasan ini telah mapan dalam pikirannya pada akhir tahun 1930-an pada permulaan tahun
1960-an, ketika ia
memperkenalkan akronim baru “Nasakom”
sebagai lambang persatuan antara Nasionalisme,
Agama dan Komunisme, ia sebenarya
menghidupkan kembali pemikirannya pada tahun 1926 bahwa kepentingan kaum
nasionalis islam dan Masrxis
dapat sama dan cocok satu sama lain. Pandangan terhadap dunia luar juga
nampaknya tidak banyak berubah meskipun demikian, perbedaan nevo dan oldevo
tidak jelas. Antitesis nevo oldevo dalam beberapa hal tidak dirumuskan dalam
pengertian bekas jajahan dan bekas penjajahannya yang sedapat mungkin
mempertahankan kepentingan ekonominya dan kadang-kadang juga berkepentingan
politik dan militernya. Perumusan-perumusan baru yang timbul pada tahun 1960an
ini, pada pandangan pertama, nampak sebagai kelanjutan gagasan-gagasan lama
yang sudah dikembangkan Soekarno
atau yang sudah disesuaikan dengan situasi. Menjelang tahun 1960, sebagaian
romantikanya masih tetap terpelihara, tetapi idealismenya mulai pudar. Segi
lain dalam perubahan gaya Soekarno
ialah, ideologi dengan cepat telah beralih pada suatu yang ortodoks, ketika
sukarno telah menjadi penerjemahannya yang menimbulkan inspirasi. Perrubahan
dalam pembinaan idiologi Soekarno, dari mencoba ke pengembaraan dengan itu
mengubah dunia untuk memanipulasinya telah tertulis pada gagasan Nasakom.
Selama tahun 1950an ternyata unsur program dari
pemikiran ini mulai menghilang dan dalam pembicaraan tentang revolusi, Soekarno
nampaknya hanya mempersoalkan kekacauan dan perubahan yang terus-menerus dengan
tidak menetapkan tujuan dan pengarahan revolusi. Curahan emosi yang
berlebih-lebihan dalam konsep Soekarno tentang revolusi mendapatkan perwujudan
yang paling menonjol dalam pidato 17 Agustus pada tahun 1960. Tetapi diluar
pernyataan tentang pentingnya PKI dalam pertimbangan politik disekitar dirinya,
penerimaan PKI hanyalah mengenai sifat dasar pemikiran partai itu, bukan karena
tujuan pokok program sosialnya. Apabila interprestasi ini tepat maka ini akan
memebantu menerangkan tentang tidak adanya suatu program sosial untuk Demokrasi
Terpimpin, pikiran-pikiran tentang keseimbangan dalam jagat raya dan kesesuaian
antara keseluruhan isinya dengan konflik-konflik yang didamaikan dalam satu
kesatuan, sangat banyak sesuai dengan aneka ragam tradisi dan warna priyayi
abangan dalam kehidupan jawa. Persatuan setidak-tidaknya termasuk hal-hal pokok
dalam pemikiran soekarno pada waktu itu dapat dianggap termasuk dalam pandangan
dunia yang menekankan hormati dan kesatuan seluruh isi alam semesta. Akhirnya sejauh mana Soekarno sadar bahwa
telah menyerahkan kembali suasana kebesaran kraton Jawa dalam kepresidenannya
yang jelas dalam hal ini ia tidak saja telah memenuhi harapan-harapan rakyat
petani jawa yang melihat diriya sebagai insan messiah pembebas penderitaan
mereka.
Kepemimpinan Soekarno
pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya yang tidak bertandingan di indonesia
semakin menjadi fanatik suatu sifat khusus yang jelas kelihatan dibidang
politik luar negeri. Persetujuan pada bulan agustus 1968 yang dicapai dengan
perantaraan diplomat senior amerika
ellswort bunker menentukan suatu genjatan senjata dan diteruskan pada
penyerahan wilayah irian barat untuk sementara pada PBB pada 1 oktober. Pada 1
oktober 1962, pemerintah sementara PBB melaksanakan pengawasannya bagian dunia
lain mengharapkan penyelesaian irian barat yang menguntungkan indonesia itu
akan membuat indonesia kembali menjadi negeri cinta damai dalam pergaulan
masyarakat bangsa-bangsa ketika teungku abdulrahman, perdana menteri Malaysia mengemukakan
pikiran tentang suatu bentuk federasi yang meliputi Malaya, Singapura dan
daerah-daerah Kalimantan
utara bekas daerah Inggris,
Indonesia tidak menyatakan
keberatannya. Pada bulan November
1961, menlu Subandrio
mengatakan tidak mempunyai tuntutan apapun terhadap wilayah-wilayah
dikalimantan utara. Peristiwa yang tidak terduga ini ialah meletusnya
pemberontakan dari Brunei
pada bulan Desember
1962 dibawah pimpinan A.M Ashari,
ketua terbesar wilayah partai itu, partai rakyat. Terdapat banyak alasan mengapa
indonesia dibawah pimpinan Soekarno
melaksanakan reaksi yang merugikan dalam menghadapi gagasan Malaysia Soekarnopun tidak dapat melepaskan
kecurigaan terhadap Malaysia
yang pada tahun 1958 bersimpati dengan kaum pembrontak di Indonesia.
Sehubungan dengan itu juga timbul pendapat-pendapat
lain di Indonesia dalam menilai
alasan-alasan nyata tentang penentangan mendadak oleh Soekarno terhadap
rencana Malaysia, pendapat dan
pandangan-pandangan ini harus diperhitungkan dengan sungguh-sungguh. Pada akhir
Mei terjadi perundingan
mendadak dengan nada danm irama ketegangan ini isi pokok persetujuan Manila ini ialah sebelum
Malaysia berdiri,
dilakukan usaha untuk mengetahui kesediaan penduduk-penduduk wilayah-wilayah Kalimantan Inggris itu, apakah
mereka ingin menjadai anggota federasi malaysia. Namun ketika persetujuan itu
tercapai ketika itupula ia kembali berantakan. Muncul dua masalah baru, dan
olehnya perpecahan antara Indonesia
dan Malaysia sudah tidak
dapat diatasi lagi meskipun sementara itu U Thant mengumumkan bahwa ia merasa
puas karena penduduk wilayah-wilayah kalimantan telah bersedia masuk ke dalam
federasi Malaysia,
Presiden Soekarno masih terus
melibatkan indonesia dalam politik konfrontasi, setelah selama 6 bulan
melakukan diplomasinya yang silih berganti itu setelah itu konfrontasi itu
menjadi politik indonesia yang tetap, dan ganyang malaysia menjadi pekikan
peperangan. Politik konfrontasi telah banyak merusak kepemimpinan indonesia
dikalangan asia pasifik sepanjang tahun itu nampak tanda-tanda indonesia semakin
terpencil. Pendapat itu juga dipertimbangkan bahwa penanganan Soekarno atas masalah Malaysia adalah
rasional, dalam pengertian bahwa ia telah didorong oleh alasa-alasan yang telah
diuraikan yaitu oleh tekanan kepentingan indonesia atau setidak-tidaknya oleh
tekanan tanggapan idiologis indonesia dalam hubungannnya dengan negara-negara
kekuatan-kekuatan yang sedang tumbuh. Kendati demikian, menifestasikan
konfrontasi dengan cara ini yang sebagian besar berdasarkan pertimbangan
politik dalam negeri masih memerlukan penjelasan lebih lanjut bagaimanapun,
alasan-alasan demikian terhadap masalah malaysia tidak membangkitkan perlawanan
dari dalam negeri indonesia sendiri sampai sejauh ini kita telah meneliti petunjuk-petunjuk yang
berhubungan dengan masalah ini seperti yang pernah muncul selama tahun pertama
dari 4tahun demokrasi terpimpin.
Salah satu keyakinan PKI adalah mampu menumbuhkan
lawan-lawan idiologinya seperti pada peristiwa-peristiwa sebelumnya, tumbuhnya
prestis dan kekuatan PKI telah membangkitkan gerakan-gerakan untuk melawannya.
Dalam banyak hal, pembentukan badan baru BPS banyak persamaan dengan kampanye
anti PKI sebelumnya yang dibangun lewat liga demokrasi tahun 1960, dan
nasibnyapun serupa disamping itu masih ada lagi petunjuk-petunjuk tentang
keinginan Soekarno
melindungi PKI dan membentuk musuh-musuhnya tetapi dengan menggeser-geser
kedudukan Nasution, tidak mencukupi bagi Soekarno
untuk berhasil memecah angkatan darat dalam menghadapi masalah gawat yakni
mengenai sikap angkatan darat terhadap Komunis.
Seperti pada bulan Januari
1965 angakatn darat gelisah ketika pada hari ulang tahun yang ke-11 harian NU,
duta masyarakat, Subandrio
dalam pidatonya menyatakan bahwa tahun yang akan datang merupakan tahun yang
paling gawat yang masih dihadapi indonesia dan seterusnya menyatakan bahwa
apabila kekuatan-kekuatan revolusi indonesia sudah mencapai bentuknya mungkin
perlu disisihkan beberapa bekas teman seperjuangan, karena mereka sudah menjadi
kontrarevolusioner. Dengan demikian, hal ini yang menunjukkan bahwa simpati
soekarno ditumpahkan pada usaha menangani kekuatan-kekuatan sekitarnya. Tanpa
bukti yang cukup tidak mungkin ditarik suatu kesimpulan akhir tentang maksud
tujuan Soekarno dalam melayani
PKI, dengan alasan ini adalah salah satu yang tidak sulit untuk dipakai setiap
pihak dalam rangka menyesuaikan satu dengan yang lain. Soekarno tidak menyadari
alasan-alasan, motivasi-motivasi tindakannya.
Jika ditinjau kembali, adalah menarik bahwa krisis
di indonesia memuncak sepanjang tahun 1965. Kesehatan Soekarno yang sejak lama
menjadi suatu perhitungan politik terus menjadi pokok spekulasi yang
mencemaskan tumbuhnya suasana kritis dan berbagai desas desus menggoda para
pengamat untuk memperhatikan detik-detik jalannya sejarah yang menjurus kesuatu
klimaks yang pasti dan dramatis. Fakta-fakta pokok sudah banyak diketahui
tetapi detail dan maknanya yang mendalam mungkin tidak pernah akan mencapai
kebulatan pendapat. Ketika aksi-aksi ini sedang berjalan, pasukan-pasukan lain
menyita stasiun radio dan kantor telepon, dan menjelang pagi hari mereka para
pelaku KUP ini dengan lapangan udara halim sebagai pangkalannya nampaknya sudah
menguasai keadaan, lewat jam 7 pagi radio Jakarta
yang sudah berada ditangan para konspirator, menyiapkan berita resmi pertama
tentang KUP mereka sementara peristiwa-peristiwa malam itu berjalan, Soekarno menginap
dirumah istrinya, Dewi,
dislipi, setelah sebelumnya berpidato dalam suatu pertemuan di snayan sementara
itu, KUP untung itu telah membangkitkan perlawanan dimana-mana berangsur-angsur
Soeharto bergerak
menetralisir lawan, menghubungi perwira-perwira lainnya lewat sistem komunikasi
tentara sendiri untuk mendapatkan dukungan mereka, menghubungi dua batalion
yang memberontak itu dan mengadakan pembicaraan dengan masing-masing
komandannya dan siap bertindak terhadap halim sendiri. Menjelang petang
inisiatif sepenuhnya telah berada ditangan soeharto dengan sendirinya terdapat
beberapa macam interprestasi pokok semua tafsiran ini saling tidak bersesuaian
sehingga memerlukan penjelasan lebih lanjut.
KUP itu dibubarkan, seperti yang diinginkan tentara,
suatu usaha PKI yang mencapai kekuasaan dalam pengertian yang ortodoks besarnya
keterlibatan PKI tidak harus berarti bahwa KUP itu telah direncanakan oleh
polit bironya dan disetujui oleh komite sentranya dengan demikian, menurut
pandangan ini PKI adalah sekutu persengkongkolan utama yang terbatas, yang
dimaksudkan untuk menggeser perimbangan kekuatan dalam negeri demi keuntungan
dan memeajukan posisinya sendiri tanpa membahayakan kehadirannya. Sementara Soekarno dan Soeharto menjelaskan
siasat-siasat mengontrol angkatan darat, Presiden
dengan jalan lain sedang mengembangkan garis kebijaksanaan jangka panjang untuk
menanggulangi situasi baru ini karena ia telah tersesat mengharapkan ketenangan
dalam situasi yang telah terpecah-pecah adalah suatu saat dan menyampingkan saja
kejadian-kejadian tanggal 1 Oktober
itu adalah soal yang lain. Pembantaian dilakukan kadang-kadang oleh tentara,
kadang-kadang oleh orang sipil, orang-orang islam atau orang lainnya. Soekarno
tidak dapat menahan arus politiknya yang terus meningkat klimaksnya terjadi 2 hari kemudian pada esok
harinya bertindak dibawah surat perintah Presiden
ini Soeharto mengeluarkan
keputusan pembubarak PKI bagi Soekarno,
surat perintah 11 Maret
itu secara nyata meskipun tidak resmi telah menjadi akhir dari karir politiknya
meskipun Soekarno
tetap masih Presiden
dan perdana menteri, jalan sudah dipersiapkan, jika ia tidak bersedia
menyesuaikan diri secara terhormat dengan situasi baru ini maka jalan yang
berangsur-angsur turun telah tersedia baginya. Akhirnya setelah kasus
berkembang mendekati dirinya Soekarno
bersedia menjawab permintaan MPRS untuk mennguraikan keadaan negara selama
kepemimpinannya dengan latar belakang tuntutan-tuntutan mahasiswa supaya Soekarno diadili dan
dihukum karena perananya disekitar KUP itu, akhirnya Soeharto memutuskan
sudah tiba waktunya untuk mengambil tindakan akhir terhadap Soekarno.
Titel penuh Soeharto
sebagai Presiden baru secara
pasti diberikan setahun kemudian lewat suatu keputusan MPRS pada 27 maret 1968.
Semula Soekarno ditahan dirumahnya
dibatu tulis, bogor dan kemudian dirumah dewi, di daerah slipi jakarta Soekarno sekarang hidup
terdampar dalam kesepian dan keterpencilan Dewi
telah meninggalkan sebelum ia diturunkan dan baru cerai resmi pada awal 1970.
Tentu tidak mudah untuk meyakini motivasi Soeharto
yang orisinil dan harus diakui bahwa juga pilihan-pilihannya terbatas dalam hal
ini apakah berdasarkan keberanian keangkuhan prinsip keyakinan atau berdasarkan
harapannya yang sangat besar bahwa ia dapat memulihkan kekuasaannya dengan
syarat-syarat sendiri, Soekarno
telah tidak memilih jalan ini. Dan pada petang hari 16 Juni 1970 setelah sakitnya
tiba-tiba menjadi gawat Soekarno
diangkat ke rumah sakit Militer
di Jakarta dan meninggal
dunia pada pagi hari minggu 21 Juni.
Sebelum meninggal Soekarno
menyatakan keinginannya untuk berjumpa sekali lagi dengan Dewi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar