Kamis, 17 Januari 2013

Etnografi Masyarakat Samin










ETNOGRAFI MASYARAKAT SAMIN

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan masyarakat cepat atau lambat pasti akan menuju pada kehidupan modern. Dengan kata lain kehidupan ini pasti akan menuju ke depan dan tidak surut ke belakang. Tetapi untuk menuju pada kehidupan modern itu tidaklah bisa memandang sebelah mata kehidupan tradisional sebagai pijakan utama, bias dikatakan, masyarakat modern tidak akan pernah terwujud tanpa ada peran dari masyarakat tradisional
.
Masing-masing kelompok mempunyai cara tersendiri dalam memaknai hidupnya. Bagi kebanyakan orang (terutama mereka yang sering mengklaim modern) apa yang dilakukan masyarakat tradisional bias jadidianggap negative. Namun perlu kita tahu bahwa masyarakat tradisional mempunyai cara tersendiri dalam menjaga kontinuitas, keseimbangan dan kerukunan masyarakatnya.
Hal itu juga Nampak dalam kehidupan masyarakat Samin, dimana mereka telah menunjukkan bahwa mereka mampu hidup mandiri tanpa bantuan pihak lain. Suatu semangat hidup yang patut dicontoh oleh daerah lain. Terlepas dari setuju atau tidaknya terhadap kepercayaan dan aktivitas dua kelompok tersebut orientasi hidup yang berdasarkan keseimbangan, kerukunan dan komunalitas dari masyarakat Samin ini layak untuk diambil contoh inilah salah satu dari berbagai suku-suku yang ada di indonesia.
Untuk dapat memepelajari tentang mereka maka kita perlu adanya kedekatan dengan mereka sehingga kita tahu akan kebudayaan merika atau bisa juga disebut sebagai pendekatan etnografi.

B. DESKRIPSI LINGKUNGAN DAN PEMETAAN WILAYAH
Komunitas samin merupakan bentuk pengelompokkan masyarakat yang di dasarkan pada ajaran  dan tradisi hidup yang khas dalam berinteraksi dengan komunitas lain, masyarakat luas maupun dengan pemerintahannya. Kekhasan inilah inilah yang menjadikan kajian tentang komunitas samin sudah dimulai sejak abad kesembilan belas yang lalu. Komunitas ini sudah diteliti oleh ilmuwan social dari mancanegara dan dari kalangan bangsa indonesia sendiri. Sebagian dari mereka adalah E. Ketjen (1877) yang mengkaji tentang orang-orang kalang di Blora (De Kalangers), Purbatjaraka (1954) yang mengkaji tentang asal usul Blora, Harry J. Benda dan Lance Castle (1960) yang meneliti orang Tapelan sebagai orang Samin yang sudah ada sejak tahun 1890. Selain mereka terdapat pula Victor T King, Onghokham, dan RPA Suryanto Sastroatmodjo.
Komunitas samin berasal dari ketokohan dan pemikiran atau ajaran pemimpin masyarakat yang bernama samin surontiko. Dia merupakan putera dan raden surowidjoyo dan cucu dari Raden Mas Adipati Brotodiningrat. Samin surontiko bernama priyai Raden Kohar. Sementara bapaknya Raden Surowidjoyo adalah nama tuannya. Sedangkan nama kecilnya adalah Raden Surontiko atau Suratmoko. Sementara nama yang merakyat dari dia adalah Samin.
Kata Samin sendiri berarti sami-sami amin. Interpretasi samin disini bisa di deskripsikan sebagai wujud demokrasi yang berlandaskan pada adanya persetujuan atau kesepatan bersama sebagai landasan yang sah yang didukung komponen masyarakat banyak. Samin merupakan legitimasi pembenaran dalam tataran komunitasnya yang tentunya berbeda dengan legimitasi dari lingkungan pemerintahan. Raden surontiko ini disebut juga sebagai Raden Aryo yang dalam tradisi samin diberi gelar Samin sepuh. Dia mendapat ajaran tentang hal ihwal kerajaan oleh bapaknya yang menjabat sebgai Bupati wedono. Ajaran yang di berikan berkaitan dengan pengetahuan kerajaan, ilmu, keprihatinan, tapa brata, kedigjayaan, dan yang lainya.
Saminisme sangat tertutup dalam hidupnya. Mereka tidak mudah percaya kepada orang lain yang dianggap asing. Mereka lebih percaya pada diri sendiri dan pemerintah. Bentuk-bentuk perlawanan yang sering diimplementasikan orang dengan mbangkang, nggendeng nyangkak adalah wujud dari bentuk perlawanan tanpa kekerasan.
Tersebar pertama kali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Pada 1890 pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Gerakan ini lantas dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng Utara dan Kendeng Selatan. Atau di sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut peta sekarang.
Dua tempat penting dalam pergerakan Samin adalah Desa Klopodhuwur di Blora dan Desa Tapelan di Kecamatan Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki jumlah terbanyak pengikut Samin. Mengutip karya Harry J. Benda dan Lance Castles (1960), orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie van Nederlandsch-Indiƫ (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300 orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah Tradisi Lisan Pergerakan Samin, Legitimasi Arus Bawah Menentang Penjajah, (1999), jumlahnya 2.305 keluarga sampai tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan.
Dalam perkembangannya saminisme terbagi menjadi dua golongan, yang satu disebut sebagai samin peniten (sikep), artinya masyarakat samin yang perilaku dan gaya bermasyarakatnya menggunakan model niteni.sedangka golongan samin sangkak yaitu masyarakat samin yang gaya hidup dan ujarannya memakai logika yang berdasarkan perspektif mereka sendiri. Dewasa ini, Saminisme yang masih lestari terdapat di desa Blimbing, Kab. Blora dan di desa Jipang, Kab. Bojonegoro. Saminisme di kedua tempat tersebut termasuk kategori samin sangkak. Sedan samin peniten hanya tinggal terdapat di desa Bapangan.

C. KEADAAN PENDUDUK
a. Pemukiman
Pemukiman masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar memudahkan untuk berkomunikasi. Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung, atau joglo. Penataan ruang sangat sederhana dan masih tradisional, terdiri dari ruang tamu yang cukup luas, kamar tidur, dan dapur. Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan oleh beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar, di samping rumah.
b. Upacara dan tradisi
Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.
c. Pernikahan bagi orang Samin
            Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja (U)Tama” (anak yang mulia). Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.” Demikian beberapa ajaran kepercayaan yang diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih dipatuhi warga samin. Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin. Ajaran perihal Perkawinan dalam tembang Pangkur orang Samin adalah sebagai berikut (dalam Bahasa Jawa):
d. Masyarakat Samin saat ini
Walaupun Samin memiliki ajaran sendiri namunsejak kemerdekaan RI,orang Samin sudah merasa menjadi bagian dari warga Negara Indonesia dan telah menjalankan apa yang menjadi kewajibannya.
Dalam tata pemerintahan, masyarakat samin mengikuti dan taat pada peraturan yang ada. Misalnya, tata cara perkawinan secara resmi tellah mengikuti aturan nasional. Cuma dalam adat suku Samin dikenal istilah Nyuwita. Selain itu berbagai ajaran suku Samin yang masih dilestarikan adalah emulai hari dengan semacam ritus yang menentukan masa terang yang mewajibkan orang samin untuk mencari nafkah.
Zaman memang telah berubah, penjajah telah pergi, tetapi ajaran-ajaran kebenaran masih dijalani oleh sebagian masyarakat Samin. Waktu yang akan menguji, apakah akan menjadi pegangan selamanya, ataukah terkikis pelan-pelan oleh zaman.

D. DESKRIPSI 7 UNSUR BUDAYA
1.      Ajaran Samin (system Religi)
Pemikiran dan ajaran Samin Surontiko diawali oleh kondisi masyarakat akan kebencian perlakuan pemerintahan kolonial belanda. Eksploitasi penjajah dan kerakusan birokrat colonial bangsa bumipetra merupakan pemicu utama munculnya ajaran ini.
Ajaran yang munculdalam tradisi lisan diantaranya adalah:
1.      Agama itu gaman, adam pangucape, man gaman lanang (agama adam merupakan senjata hidup)
2.      Aja drengki srei, tukar padu, dahpenkemeren, aja kutil jumput, bedhog colong
3.      Sabar lan trokal empun ngantos dengisrei….., nemu barang teng dalan mawon kula simpangi
4.       Wong urip kudu ngerti ing uripe
5.      Wong enom mati uripe titip sing urip . bayi uda nangis nger niku suksma ketemu raga.
6.      Dhek zaman landa niku njaluk pajeg boten trima sak legane nggih boten diwehi. Bebas boten seneng. Ndandani ratan nggih bebas. Gak gelem wis dibebasake … jaga omahe dhewe. Nyengkah ing Negara telung taun dikenek keja paksa
7.      Untuk ajaran ke 7 sampai ke 9 merupakan ajaran moral tentang sikap, ucapan dan tindakan yang harus berhati-hati, perkawinan, dan konsep persaudaraan berdasarkan keanggotaan kelompoknya.

Ajaran lainnya terdapat dalam tradisi tulisan berupa kitab yang terdiri dari:
1.   Serat punjer kawitan
2.   Serat pikukuh pesajaten
3.   Serat uri-uri pambudi
4.   Serat jati sawit
5.   Serat lampahing urip

Paham Saminisme dinamakan "Agama Nabi Adam". Ajaran Saminisme yang terwariskan hingga kini sebenarnya mencuatkan nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebersamaan, keadilan, dan kerja keras.
Ajaran Samin ada 3 yaitu:
1.      Angger-angger pangucap (hukum bicara)
2.      Angger-angger pratikel (hukum tindak tanduk)
3.      Angger-angger lakonono (hukum perihal yang perlu dijalankan).

Konsep ajaran Samin
Pengikut ajaran Samin mempunyai 6 ajaran yaitu :
1.      Tidak bersekolah
2.      Tidak memakai peci, tetapi memakai iket yaitu semacam kain yang diikatkan dikepala mirip orang Jawa zaman dahulu.
3.      Tidak berpoligami
4.      Tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana selutut
5.      Tidak berdagang
6.      Penolakan terhadap kapitalisme.

2.      Sistem Bahasa
Bahasa merupakan media utama dalam komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang berwujud kode dan symbol. Masyarakat samin secara umum menggunakan bahasa jawa sebagai media komunikasi antar warga. Bahasa jawa memiliki banyak tingkatan yang penggunanya di sesuaikan dengan konteks dan posisi/derajat antara komunikator dan komunikan. Inti dari gerakan Samin adalah melalui bahasa Jawa ngoko kasar dan sering disertai samepa(perumpamaan). Bagi mereka menghormati orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang ditunjukkan.

3.      Organisasi sosial dan sistem kekerabatan
Masyarakat Samin memiliki persamaan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan darah atau generasi lebih keatas setelah kakek atau nenek. Hubungan ketetanggaan baik sesama Samin masyarakat maupun diluar Samin terjalin dengan baik. Dalam menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin memiliki tradisi untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat sekalipun tempat tinggalnya jauh.
Menurut Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan anak yang mulia (atmaja (u)Tama). Dalam ajaran Samin, dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : "sejak nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…. Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua". Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin
4.      Kesenian
Upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain, nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber iar pada sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi slamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu, kehamilan, kelahiran, khitan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.
Adapun kesenian mereka yaitu, tari tayup, dan wayang tengul. Tari tayup merupakan tari pergaulan yang populer bagi masyarakat Bojonegoro dan sekitar. Tarian ini biasanya dilakukan oleh pria dengan diiringi gamelan dan tembang-tembang Jawa yang dilantunkan oleh Waranggono yang syairnya syarat dengan petuah dan ajaran. Wayang tengul adalah kesenian wayang khas Bojonegoro dalam bentuk 3 dimensi dengan diiringi gamelan pelog atau slendro.

5.      Mata pencaharian
Sebagian besar masyarakat Samin sekarang ini adalah petani. Pandangan terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam misalnya, mengambil kayu secukupnya saja tidak pernah mengeploitasi. Hal ini sama sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan, dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi kehidupan bagi mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.

6.      Teknologi
Masyarakat Samin dikenal dengan keluguan, kejujuan dan apa adanya, tidak berbuat aneh-aneh dan selalu mentaati peraturan. Pakaian orang Samin biasanya terdiri dari baju lengan panjang tidak memakai kerah, berwarna hitam. Laki-laki memakai ikat kepala. Untuk pakaian wanita bentuknya memakai lengan panjang, berkain sebatas dibawah tempurung lutut atau diatas mata kaki. Sekalipun masyarakat Samin berusaha mempertahankan tradisi namun tidak urung pengaruh kemajuan zaman juga mempengarui mereka. Misalnya, pemakaian traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, alat rumah tangga dari plastik, aluminium, dan lainnya. Yang diharapkan tidak hilang terpupus zaman adalah nilai-nilai positif atau kearifan lokal yang telah ada pada masyarakat Samin tersebut, misalnya kejujuran, dan kearifan dalam memakai alam, semangat gotong-royong dan saling menolong yang masih tinggi.


7.      Ilmu Pengetahuan
      Pandangan terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam misalnya, mengambil kayu secukupnya saja tidak pernah mengeploitasi. Hal ini sama sesuai dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan, dan apa adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi kehidupan bagi mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya. Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.

E. ISU-ISU YANG MENONJOL DAN MENARIK
Potret Masa Lalu Wong Samin
Komunitas Samin yang hingga kini tinggal generasi akhir di Bojonegoro mengajarkan betapa menghadapi hidup adalah kesederhanaan kejujuran, berprinsip yang benar dan lurus. Capaian hidup sesungguhnya tidak harus berada di puncak. Tapi, bagaimana menghargai dan menghormati antara sesama. Jabatan dan pangkat seperti mitos: begitu diburu ia akan menghindar.
Dalam Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu Pemerinrtah Belanda seperti menolak membayar pajak, tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi hasil bumi kepada Pemerintah Belanda. Prinsip dalam memerangi kolonial Belanda melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama) yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan kesederhanaan.
Sikap perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yaknigayahidup yang tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi antek Belanda, bekerja keras, berdoa, berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan antara lain : sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi sabar,nrimo,rilo dan trokal (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain diungkapkan dalam sikap sepi ing pamrih rame ing gawe dan selalu hati-hati dalam
Lokasi masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi obyek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dangayahidup kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial dasar.

Kejujuran untuk Mencapai Kemuliaan
Suatu hari di tahun 1907,kotaBojonegoro, Jawa Timur geger. Tokoh masyarakat asalkotatembakau, Samin Soerontiko, ditangkap Pemerintah Hindia Belanda yang ketika itu berkuasa di tanah Jawa. Dia dianggap mempengaruhi masyarakat sekitar dengan ajaran kepercayaan (yang kemudian disebut Saminisme-red). Ajaran itu membuat Pemerintah HindiaBelanda kesulitan untuk menancapkan pengaruhnya di Bojonegoro.
Ajaran Saminisme secara sederhana bisa diartikan sebagai ajaran kejujuran untuk mencapai kemuliaan. Karena kejujuran itulah, penganut Saminisme tidak bisa dimasuki skenario politik pecah belah Pemerintah Hindia Belanda atau dikenal sebagai devide et ampera. Samin dan penganutnya dianggap mengganggu jalannya pemerintahan dan tata kehidupan masyarakat. Karenanya, Samin Soerontiko ditangkap dan dibuang ke Sumatera Barat dan Jawa Barat.
Itulah penggalan “cerita” yang termuat dalam buku catatan Pemerintah Hindia Belanda, Besluit no.5 yang diterbitkan 5 Juli 1907. Arsip yang memuat kisah Samin Soerontiko hanyalah satu dari jutaan meter linier arsip sejarah yang disimpan di Badan Arsip Nasional, termasuk Badan Arsip Provinsi Jawa Timur. Arsip-arsip itu disimpan tekstual (kertas), media baru (file komputer) maupun micro film. Peran arsip sejarah sendiri tidak bisa diabaikan dalam perjalanan sejarah bangsaIndonesia. Arsip sekaligus menjadi bukti otentik atas semua hal yang pernah terjadi. Melalui lembaran-lembaran lusuh itu juga beberapa peristiwa yang sempat menjadi misteri bisa terungkap dengan lugas. Salah satunya adalah lembaran Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang menjadi awal penyerahan kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Hingga saat ini, lembaran suratyang konon hilang itu menyisakan tanda tanya besar sejarah Indonesia. Apakah benar ketika itu Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Jenderal Soeharto? Bagaimana proses pembuatan suratitu? Apakah dengan todongan senjata? “Hal-hal seperti ini bisa tuntas bila arsip Supersemar ditemukan,” ungkap Syawal.

BAB II
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Komunitas samin merupakan bentuk pengelompokkan masyarakat yang di dasarkan pada ajaran  dan tradisi hidup yang khas dalam berinteraksi dengan komunitas lain. Interpretasi samin disini bisa di deskripsikan sebagai wujud demokrasi yang berlandaskan pada adanya persetujuan atau kesepatan bersama sebagai landasan yang sah yang didukung komponen masyarakat banyak. walaupun Samin memiliki ajaran sendiri namunsejak kemerdekaan RI,orang Samin sudah merasa menjadi bagian dari warga Negara Indonesia dan telah menjalankan apa yang menjadi kewajibannya.



Daftar Pustaka:

·         Purwasito, andik. 2003. AGAMA TRADISIONAL. Yogyakarta: LKiS
·         file:///C:/users/oke/documents/GOMVideoConverter/suku-samin.html.akses:10/04/2012


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar