ETNOGRAFI MASYARAKAT SAMIN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan
masyarakat cepat atau lambat pasti akan menuju pada kehidupan modern. Dengan
kata lain kehidupan ini pasti akan menuju ke depan dan tidak surut ke belakang.
Tetapi untuk menuju pada kehidupan modern itu tidaklah bisa memandang sebelah
mata kehidupan tradisional sebagai pijakan utama, bias dikatakan, masyarakat
modern tidak akan pernah terwujud tanpa ada peran dari masyarakat tradisional
.
.
Masing-masing
kelompok mempunyai cara tersendiri dalam memaknai hidupnya. Bagi kebanyakan
orang (terutama mereka yang sering mengklaim modern) apa yang dilakukan
masyarakat tradisional bias jadidianggap negative. Namun perlu kita tahu bahwa
masyarakat tradisional mempunyai cara tersendiri dalam menjaga kontinuitas,
keseimbangan dan kerukunan masyarakatnya.
Hal
itu juga Nampak dalam kehidupan masyarakat Samin, dimana mereka telah
menunjukkan bahwa mereka mampu hidup mandiri tanpa bantuan pihak lain. Suatu
semangat hidup yang patut dicontoh oleh daerah lain. Terlepas dari setuju atau
tidaknya terhadap kepercayaan dan aktivitas dua kelompok tersebut orientasi
hidup yang berdasarkan keseimbangan, kerukunan dan komunalitas dari masyarakat
Samin ini layak untuk diambil contoh inilah salah satu dari berbagai suku-suku
yang ada di indonesia.
Untuk
dapat memepelajari tentang mereka maka kita perlu adanya kedekatan dengan
mereka sehingga kita tahu akan kebudayaan merika atau bisa juga disebut sebagai
pendekatan etnografi.
B. DESKRIPSI
LINGKUNGAN DAN PEMETAAN WILAYAH
Komunitas
samin merupakan bentuk pengelompokkan masyarakat yang di dasarkan pada
ajaran dan tradisi hidup yang khas dalam berinteraksi dengan komunitas
lain, masyarakat luas maupun dengan pemerintahannya. Kekhasan inilah inilah
yang menjadikan kajian tentang komunitas samin sudah dimulai sejak abad
kesembilan belas yang lalu. Komunitas ini sudah diteliti oleh ilmuwan social
dari mancanegara dan dari kalangan bangsa indonesia sendiri. Sebagian dari
mereka adalah E. Ketjen (1877) yang mengkaji tentang orang-orang kalang di
Blora (De Kalangers), Purbatjaraka (1954) yang mengkaji tentang asal usul
Blora, Harry J. Benda dan Lance Castle (1960) yang meneliti orang Tapelan
sebagai orang Samin yang sudah ada sejak tahun 1890. Selain mereka terdapat
pula Victor T King, Onghokham, dan RPA Suryanto Sastroatmodjo.
Komunitas
samin berasal dari ketokohan dan pemikiran atau ajaran pemimpin masyarakat yang
bernama samin surontiko. Dia merupakan putera dan raden surowidjoyo dan cucu
dari Raden Mas Adipati Brotodiningrat. Samin surontiko bernama priyai Raden
Kohar. Sementara bapaknya Raden Surowidjoyo adalah nama tuannya. Sedangkan nama
kecilnya adalah Raden Surontiko atau Suratmoko. Sementara nama yang merakyat
dari dia adalah Samin.
Kata
Samin sendiri berarti sami-sami amin. Interpretasi samin disini bisa di
deskripsikan sebagai wujud demokrasi yang berlandaskan pada adanya persetujuan
atau kesepatan bersama sebagai landasan yang sah yang didukung komponen
masyarakat banyak. Samin merupakan legitimasi pembenaran dalam tataran
komunitasnya yang tentunya berbeda dengan legimitasi dari lingkungan
pemerintahan. Raden surontiko ini disebut juga sebagai Raden Aryo yang dalam
tradisi samin diberi gelar Samin sepuh. Dia mendapat ajaran tentang hal ihwal
kerajaan oleh bapaknya yang menjabat sebgai Bupati wedono. Ajaran yang di
berikan berkaitan dengan pengetahuan kerajaan, ilmu, keprihatinan, tapa brata,
kedigjayaan, dan yang lainya.
Saminisme
sangat tertutup dalam hidupnya. Mereka tidak mudah percaya kepada orang lain
yang dianggap asing. Mereka lebih percaya pada diri sendiri dan pemerintah.
Bentuk-bentuk perlawanan yang sering diimplementasikan orang dengan mbangkang,
nggendeng nyangkak adalah wujud dari bentuk perlawanan tanpa kekerasan.
Tersebar
pertama kali di daerah Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah. Pada 1890
pergerakan Samin berkembang di dua desa hutan kawasan Randublatung, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Gerakan ini lantas
dengan cepat menjalar ke desa-desa lainnya. Mulai dari pantai utara Jawa sampai ke seputar hutan di Pegunungan Kendeng
Utara dan Kendeng Selatan. Atau di sekitar perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur menurut peta
sekarang.
Dua
tempat penting dalam pergerakan Samin adalah Desa
Klopodhuwur di Blora dan Desa Tapelan di Kecamatan
Ngraho, Bojonegoro, yang memiliki
jumlah terbanyak pengikut Samin. Mengutip karya Harry J.
Benda dan Lance Castles (1960), orang Samin di Tapelan memeluk saminisme sejak tahun 1890. Dalam Encyclopaedie
van Nederlandsch-Indiƫ (1919) diterangkan, orang Samin seluruhnya berjumlah 2.300
orang (menurut Darmo Subekti dalam makalah Tradisi Lisan
Pergerakan Samin, Legitimasi Arus
Bawah Menentang Penjajah, (1999), jumlahnya 2.305
keluarga sampai tahun 1917, tersebar di Blora, Bojonegoro, Pati, Rembang, Kudus, Madiun, Sragen, dan Grobogan) dan yang terbanyak di Tapelan.
Dalam
perkembangannya saminisme terbagi menjadi dua golongan, yang satu disebut
sebagai samin peniten (sikep), artinya masyarakat samin yang perilaku dan gaya
bermasyarakatnya menggunakan model niteni.sedangka golongan samin
sangkak yaitu masyarakat samin yang gaya hidup dan ujarannya memakai logika
yang berdasarkan perspektif mereka sendiri. Dewasa ini, Saminisme yang masih
lestari terdapat di desa Blimbing, Kab. Blora dan di desa Jipang, Kab.
Bojonegoro. Saminisme di kedua tempat tersebut termasuk kategori samin sangkak.
Sedan samin peniten hanya tinggal terdapat di desa Bapangan.
C. KEADAAN PENDUDUK
a. Pemukiman
Pemukiman
masyarakat Samin biasanya mengelompok dalam satu deretan rumah-rumah agar
memudahkan untuk berkomunikasi.
Rumah tersebut terbuat dari kayu terutama kayu jati dan juga bambu, jarang ditemui rumah berdinding batu bata. Bangunan rumah relatif luas dengan bentuk limasan, kampung,
atau joglo. Penataan ruang sangat sederhana dan masih
tradisional, terdiri dari ruang tamu yang cukup luas, kamar tidur, dan dapur.
Kamar mandi dan sumur terletak agak jauh dan biasanya digunakan oleh beberapa keluarga. Kandang ternak berada di luar, di samping rumah.
b. Upacara dan
tradisi
Upacara-upacara tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain nyadran (bersih desa) sekaligus menguras sumber air pada
sebuah sumur tua yang banyak memberi manfaat pada masyarakat. Tradisi selamatan
yang berkaitan dengan daur hidup yaitu kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut secara sederhana.
c. Pernikahan bagi
orang Samin
Menurut
Samin, perkawinan
itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan alat untuk meraih
keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan “Atmaja (U)Tama” (anak
yang mulia). Dalam ajaran Samin , dalam perkawinan seorang pengantin laki-laki
diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian : “ Sejak
Nabi Adam pekerjaan
saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya
berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.” Demikian
beberapa ajaran kepercayaan yang
diajarkan Samin Surosentiko pada pengikutnya yang sampai sekarang masih
dipatuhi warga samin. Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah walaupun yang
menikahkan hanya orang tua pengantin. Ajaran perihal
Perkawinan dalam tembang Pangkur orang Samin adalah
sebagai berikut (dalam Bahasa Jawa):
d. Masyarakat Samin
saat ini
Walaupun
Samin memiliki ajaran sendiri namunsejak kemerdekaan RI,orang Samin sudah
merasa menjadi bagian dari warga Negara Indonesia dan telah menjalankan apa
yang menjadi kewajibannya.
Dalam
tata pemerintahan, masyarakat samin mengikuti dan taat pada peraturan yang ada.
Misalnya, tata cara perkawinan secara resmi tellah mengikuti aturan nasional.
Cuma dalam adat suku Samin dikenal istilah Nyuwita. Selain itu berbagai
ajaran suku Samin yang masih dilestarikan adalah emulai hari dengan semacam
ritus yang menentukan masa terang yang mewajibkan orang samin untuk mencari
nafkah.
Zaman
memang telah berubah, penjajah telah pergi, tetapi ajaran-ajaran kebenaran
masih dijalani oleh sebagian masyarakat Samin. Waktu yang akan menguji, apakah
akan menjadi pegangan selamanya, ataukah terkikis pelan-pelan oleh zaman.
D. DESKRIPSI 7 UNSUR
BUDAYA
1. Ajaran Samin (system Religi)
Pemikiran
dan ajaran Samin Surontiko diawali oleh kondisi masyarakat akan kebencian
perlakuan pemerintahan kolonial belanda. Eksploitasi penjajah dan kerakusan
birokrat colonial bangsa bumipetra merupakan pemicu utama munculnya ajaran ini.
Ajaran yang
munculdalam tradisi lisan diantaranya adalah:
1. Agama itu gaman, adam pangucape, man gaman lanang
(agama adam merupakan senjata hidup)
2. Aja drengki srei, tukar padu, dahpenkemeren, aja kutil
jumput, bedhog colong
3. Sabar lan trokal empun ngantos dengisrei….., nemu
barang teng dalan mawon kula simpangi
4. Wong urip kudu ngerti ing uripe
5. Wong enom mati uripe titip sing urip . bayi uda nangis
nger niku suksma ketemu raga.
6. Dhek zaman landa niku njaluk pajeg boten trima sak
legane nggih boten diwehi. Bebas boten seneng. Ndandani ratan nggih bebas. Gak
gelem wis dibebasake … jaga omahe dhewe. Nyengkah ing Negara telung taun
dikenek keja paksa
7. Untuk ajaran ke 7 sampai ke 9 merupakan ajaran moral
tentang sikap, ucapan dan tindakan yang harus berhati-hati, perkawinan, dan
konsep persaudaraan berdasarkan keanggotaan kelompoknya.
Ajaran
lainnya terdapat dalam tradisi tulisan berupa kitab yang terdiri dari:
1. Serat
punjer kawitan
2. Serat
pikukuh pesajaten
3. Serat
uri-uri pambudi
4. Serat
jati sawit
5. Serat
lampahing urip
Paham
Saminisme dinamakan "Agama Nabi Adam". Ajaran Saminisme yang
terwariskan hingga kini sebenarnya mencuatkan nilai-nilai kebenaran,
kesederhanaan, kebersamaan, keadilan, dan kerja keras.
Ajaran Samin ada 3
yaitu:
1. Angger-angger pangucap (hukum bicara)
2. Angger-angger pratikel (hukum tindak tanduk)
3. Angger-angger lakonono (hukum perihal yang perlu
dijalankan).
Konsep ajaran Samin
Pengikut ajaran Samin
mempunyai 6 ajaran yaitu :
1. Tidak bersekolah
2. Tidak memakai peci, tetapi memakai iket yaitu semacam
kain yang diikatkan dikepala mirip orang Jawa zaman dahulu.
3. Tidak berpoligami
4. Tidak memakai celana panjang, dan hanya pakai celana
selutut
5. Tidak berdagang
6. Penolakan terhadap kapitalisme.
2. Sistem Bahasa
Bahasa
merupakan media utama dalam komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang
berwujud kode dan symbol. Masyarakat samin secara umum menggunakan bahasa jawa
sebagai media komunikasi antar warga. Bahasa jawa memiliki banyak tingkatan
yang penggunanya di sesuaikan dengan konteks dan posisi/derajat antara
komunikator dan komunikan. Inti dari gerakan Samin adalah melalui bahasa Jawa
ngoko kasar dan sering disertai samepa(perumpamaan). Bagi mereka menghormati
orang lain tidak dari bahasa yang digunakan tapi sikap dan perbuatan yang
ditunjukkan.
3. Organisasi sosial dan sistem kekerabatan
Masyarakat
Samin memiliki persamaan dengan kekerabatan Jawa pada umumnya. Sebutan-sebutan
dan cara penyebutannya sama. Hanya saja mereka tidak terlalu mengenal hubungan
darah atau generasi lebih keatas setelah kakek atau nenek. Hubungan ketetanggaan
baik sesama Samin masyarakat maupun diluar Samin terjalin dengan baik. Dalam
menjaga dan melestarikan hubungan kekerabatan masyarakat Samin memiliki tradisi
untuk saling berkunjung terutama pada saat satu keluarga mempunyai hajat
sekalipun tempat tinggalnya jauh.
Menurut
Samin, perkawinan itu sangat penting. Dalam ajarannya perkawinan itu merupakan
alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan anak yang
mulia (atmaja (u)Tama). Dalam ajaran Samin, dalam perkawinan seorang pengantin
laki-laki diharuskan mengucapkan syahadat, yang berbunyi kurang lebih demikian
: "sejak nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini
seorang perempuan bernama…. Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah
kami jalani berdua". Menurut orang Samin perkawinan sudah dianggap sah
walaupun yang menikahkan hanya orang tua pengantin
4. Kesenian
Upacara
tradisi yang ada pada masyarakat Samin antara lain, nyadran (bersih desa)
sekaligus menguras sumber iar pada sumur tua yang banyak memberi manfaat pada
masyarakat. Tradisi slamatan yang berkaitan dengan daur hidup yaitu, kehamilan,
kelahiran, khitan, perkawinan dan kematian. Mereka melakukan tradisi tersebut
secara sederhana.
Adapun
kesenian mereka yaitu, tari tayup, dan wayang tengul. Tari tayup merupakan tari
pergaulan yang populer bagi masyarakat Bojonegoro dan sekitar. Tarian ini
biasanya dilakukan oleh pria dengan diiringi gamelan dan tembang-tembang Jawa
yang dilantunkan oleh Waranggono yang syairnya syarat dengan petuah dan ajaran.
Wayang tengul adalah kesenian wayang khas Bojonegoro dalam bentuk 3 dimensi
dengan diiringi gamelan pelog atau slendro.
5. Mata pencaharian
Sebagian
besar masyarakat Samin sekarang ini adalah petani. Pandangan terhadap
lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam misalnya, mengambil kayu
secukupnya saja tidak pernah mengeploitasi. Hal ini sama sesuai dengan pikiran
masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan, dan apa adanya. Tanah
bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi kehidupan bagi mereka.
Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan sebaik-baiknya.
6. Teknologi
Masyarakat
Samin dikenal dengan keluguan, kejujuan dan apa adanya, tidak berbuat aneh-aneh
dan selalu mentaati peraturan. Pakaian orang Samin biasanya terdiri dari baju
lengan panjang tidak memakai kerah, berwarna hitam. Laki-laki memakai ikat
kepala. Untuk pakaian wanita bentuknya memakai lengan panjang, berkain sebatas
dibawah tempurung lutut atau diatas mata kaki. Sekalipun masyarakat Samin
berusaha mempertahankan tradisi namun tidak urung pengaruh kemajuan zaman juga
mempengarui mereka. Misalnya, pemakaian traktor dan pupuk kimiawi dalam
pertanian, alat rumah tangga dari plastik, aluminium, dan lainnya. Yang
diharapkan tidak hilang terpupus zaman adalah nilai-nilai positif atau kearifan
lokal yang telah ada pada masyarakat Samin tersebut, misalnya kejujuran, dan
kearifan dalam memakai alam, semangat gotong-royong dan saling menolong yang
masih tinggi.
7. Ilmu Pengetahuan
Pandangan
terhadap lingkungan sangat positif, mereka memanfaatkan alam misalnya,
mengambil kayu secukupnya saja tidak pernah mengeploitasi. Hal ini sama sesuai
dengan pikiran masyarakat Samin yang cukup sederhana, tidak berlebihan, dan apa
adanya. Tanah bagi mereka ibarat ibu sendiri, artinya tanah memberi kehidupan
bagi mereka. Sebagai petani tradisional maka tanah mereka perlakukan
sebaik-baiknya. Dalam pengolahan lahan (tumbuhan apa yang akan ditanam) mereka
hanya berdasarkan musim saja yaitu penghujan dan kemarau. Masyarakat Samin
menyadari isi dan kekayaan alam habis atau tidak tergantung pada pemakainya.
E. ISU-ISU YANG
MENONJOL DAN MENARIK
Potret Masa Lalu Wong
Samin
Komunitas
Samin yang hingga kini tinggal generasi akhir di Bojonegoro mengajarkan betapa
menghadapi hidup adalah kesederhanaan kejujuran, berprinsip yang benar dan
lurus. Capaian hidup sesungguhnya tidak harus berada di puncak. Tapi, bagaimana
menghargai dan menghormati antara sesama. Jabatan dan pangkat seperti mitos:
begitu diburu ia akan menghindar.
Dalam
Komunitas Samin tidak ada istilah untuk membantu Pemerinrtah Belanda seperti
menolak membayar pajak, tidak mau kerja sama, tidak mau menjual apalagi memberi
hasil bumi kepada Pemerintah Belanda. Prinsip dalam memerangi kolonial Belanda
melalui penanaman ajaran Saminisme yang artinya sami-sami amin (bersama-sama)
yang dicerminkan dan dilandasi oleh kekuatan, kejujuran, kebersamaan dan
kesederhanaan.
Sikap
perjuangann mereka dapat dilihat dari profil orang samin yaknigayahidup yang
tidak bergelimpangan harta, tidak menjadi antek Belanda, bekerja keras, berdoa,
berpuasa dan berderma kepada sesama. Ungkapan-ungkapan yang sering diajarkan
antara lain : sikap lahir yang berjalan bersama batin diungkapkan yang berbunyi
sabar,nrimo,rilo dan trokal (kerja keras), tidak mau merugikan orang lain
diungkapkan dalam sikap sepi ing pamrih rame ing gawe dan selalu hati-hati
dalam
Lokasi
masyarakat Samin (dusun Jepang) memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi
obyek Wisata Minat Khusus atau Wisata Budaya Masyarakat Samin melalui
pengembangan paket Wisata Homestay bersama masyarakat Samin. Hal yang menarik
dalam paket ini ialah para wisatawan dapat menikmati suasana dangayahidup
kekhasan masyarakat Samin. Untuk rintisan tersebut, kebijakan yang telah
dilakukan adalah melalui penataan kampung dan penyediaan fasilitas sosial
dasar.
Kejujuran untuk
Mencapai Kemuliaan
Suatu
hari di tahun 1907,kotaBojonegoro, Jawa Timur geger. Tokoh masyarakat
asalkotatembakau, Samin Soerontiko, ditangkap Pemerintah Hindia Belanda yang
ketika itu berkuasa di tanah Jawa. Dia dianggap mempengaruhi masyarakat sekitar
dengan ajaran kepercayaan (yang kemudian disebut Saminisme-red). Ajaran itu
membuat Pemerintah HindiaBelanda kesulitan untuk menancapkan pengaruhnya di
Bojonegoro.
Ajaran
Saminisme secara sederhana bisa diartikan sebagai ajaran kejujuran untuk
mencapai kemuliaan. Karena kejujuran itulah, penganut Saminisme tidak bisa
dimasuki skenario politik pecah belah Pemerintah Hindia Belanda atau dikenal
sebagai devide et ampera. Samin dan penganutnya dianggap mengganggu jalannya
pemerintahan dan tata kehidupan masyarakat. Karenanya, Samin Soerontiko
ditangkap dan dibuang ke Sumatera Barat dan Jawa Barat.
Itulah
penggalan “cerita” yang termuat dalam buku catatan Pemerintah Hindia Belanda,
Besluit no.5 yang diterbitkan 5 Juli 1907. Arsip yang memuat kisah Samin
Soerontiko hanyalah satu dari jutaan meter linier arsip sejarah yang disimpan
di Badan Arsip Nasional, termasuk Badan Arsip Provinsi Jawa Timur. Arsip-arsip
itu disimpan tekstual (kertas), media baru (file komputer) maupun micro film.
Peran arsip sejarah sendiri tidak bisa diabaikan dalam perjalanan sejarah
bangsaIndonesia. Arsip sekaligus menjadi bukti otentik atas semua hal yang
pernah terjadi. Melalui lembaran-lembaran lusuh itu juga beberapa peristiwa
yang sempat menjadi misteri bisa terungkap dengan lugas. Salah satunya adalah
lembaran Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang menjadi awal penyerahan
kekuasaan Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto. Hingga saat ini, lembaran
suratyang konon hilang itu menyisakan tanda tanya besar sejarah Indonesia.
Apakah benar ketika itu Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada
Jenderal Soeharto? Bagaimana proses pembuatan suratitu? Apakah dengan todongan
senjata? “Hal-hal seperti ini bisa tuntas bila arsip Supersemar ditemukan,”
ungkap Syawal.
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Komunitas
samin merupakan bentuk pengelompokkan masyarakat yang di dasarkan pada
ajaran dan tradisi hidup yang khas dalam berinteraksi dengan komunitas
lain. Interpretasi samin disini bisa di deskripsikan sebagai wujud demokrasi
yang berlandaskan pada adanya persetujuan atau kesepatan bersama sebagai
landasan yang sah yang didukung komponen masyarakat banyak. walaupun Samin
memiliki ajaran sendiri namunsejak kemerdekaan RI,orang Samin sudah merasa
menjadi bagian dari warga Negara Indonesia dan telah menjalankan apa yang
menjadi kewajibannya.
Daftar
Pustaka:
·
Purwasito,
andik. 2003. AGAMA TRADISIONAL. Yogyakarta: LKiS
·
file:///C:/users/oke/documents/GOMVideoConverter/suku-samin.html.akses:10/04/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar