PENDAHULUAN
Perubahan sosial budaya adalah sebuah
gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa dalam
setiap masyarakat.
Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu
ingin mengadakan perubahan. Hirschman
mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari
perubahan.
Perubahan
sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi;
cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain seperti perubahan jumlah
penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik
atau revolusi;
dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim, peperangan, dan
pengaruh kebudayaan
masyarakat lain.
Ada pula beberapa
faktor yang menghambat terjadinya perubahan, misalnya kurang intensifnya
hubungan komunikasi dengan masyarakat lain; perkembangan IPTEK yang lambat;
sifat masyarakat yang sangat tradisional; ada kepentingan-kepentingan yang
tertanam dengan kuat dalam masyarakat; prasangka negatif terhadap hal-hal yang
baru; rasa takut jika terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan;
hambatan ideologis;
dan pengaruh adat
atau kebiasaan.
A.
PERUBAHAN
SOSIAL
Banyak para ahli yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya
perubahan-perubahan sosial itu merupakan gejala yang wajar yang timbul dari
pergaulan hidup manusia. Ada juga beberapa ahli yang berpendapat bahwa
perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang
mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur
geografis, biologis dan kebudayaan.
Selain pendapat diatas ada juga pendapat dari beberapa tokoh seperti
sebagai berikut ini:
Ø Patirim A. Sorokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan
adanya suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahann
sosial tidak akan berhasil baik.
Ø Roucek dan Warren Perubahan
dalam proses sosial atau dalam struktur masyarakat.
Ø Bruce J. Cohen Perubahan
struktur sosial dalam organisasi sosial sehingga syarat dalam perubahan itu
adalah sistem sosial, perubahan hidup dalam nilai sosial dan budaya masyarakat.
Ø Max Iver Perubahan dalam hubungan sosial atau
sebagai perubahan terhadap keseimbangan hubungan sosial.
Ø Samuel Koenig
Modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia, yang
terjadi karena sebab intern atau ekstern.
Ø Selo Soemardjan Segala
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang
memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola
perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
B.
BENTUK-BENTUK
PERUBAHAN SOSIAL
Dilihat dari bentuknya perubahan sosial dapat dibedakan menjadi dua
dimana ditinjau dari maju dan mundurnya adalah sebagai berikut :
1.
Perubahan sebagai suatu kemajuan merupakan perubahan
yang memberi dan membawa kemajuan pada masyarakat (progress)
2. tidak semua perubahan yang tujuannya ke arah
kemajuan selalu berjalan sesuai rencana. Jika perubahan itu ternyata tidak
menguntungkan bagi masyarakat, maka perubahan itu dianggap sebagai sebuah
kemunduran (Regress)
Namun kalau ditinjau dari segi waktu maka dapat dibedakan menjadi seperti di bawah ini :
Revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang
berlangsung secara cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat.
Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat direncanakan atau tanpa
direncanakan terlebih dahulu dan dapat dijalankan tanpa kekerasan atau melalui
kekerasan. Ukuran kecepatan suatu perubahan sebenarnya relatif karena revolusi
pun dapat memakan waktu lama.
Misalnya revolusi industri di Inggris
yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' karena mampu mengubah
sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat seperti sistem kekeluargaan dan hubungan
antara buruh dan majikan yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi
menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem
lama kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan
dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.
Evolusi
adalah perubahan secara lambat yang terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang
timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Contoh perubahan evolusi adalah
perubahan pada struktur masyarakat. Suatu masyarakat pada masa tertentu
bentuknya sangat sederhana, namun karena masyarakat mengalami perkembangan,
maka bentuk yang sederhana tersebut akan berubah menjadi kompleks.
C.
PERUBAHAN
YANG DIRENCANAKAN ATAU TIDAK DIRENCANAKAN
ü
Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan
yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
hendak melakukan perubahan di masyarakat.
ü
Perubahan
yang tidak dikehendaki atau yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang
terjadi di luar jangkauan pengawasan masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya
akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan.
D.
KEHIDUPAN
PADA MASA ORDE BARU
Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya
mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi
unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah
berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha
mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan
kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya
kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang
lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program
pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah
menempuh cara sebagai berikut.
1.
Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
2. Kerja Sama Luar Negeri
3. Pembangunan Nasional
Pelaksanaannya pembangunan
nasional dilakukan secara bertahap yaitu,
1) Jangka
panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun
2) Jangka
pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun), merupakan
jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap pelita akan
selalu saling berkaitan/berkesinambungan.
Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu
:
1. Pelita
I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal pembangunan Orde Baru. Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup
rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap
berikutnya Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan
rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik Berat Pelita
I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar
keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena
mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada
tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke
Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang
menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab produk
barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan
pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita
II
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran utamanya adalah
tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan
rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil
pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan
Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun
menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi
9,5%.
3. Pelita
III
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih
berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi
pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:
·
Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat,
khususnya sandang, pangan, dan perumahan.
·
Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan
pelayanan kesehatan.
·
Pemerataan pembagian pendapatan
·
Pemerataan kesempatan kerja
·
Pemerataan kesempatan berusaha
·
Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan
·
Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh
wilayah tanah air
·
Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
4. Pelita
IV
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya adalah sektor
pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang
berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan
kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat
dipertahankan.
5. Pelita V
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya pada sektor
pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi perdagangan luar negeri
memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik
dibanding sebelumnya.
6. Pelita
VI
Dilaksanakan
pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya masih pada
pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian
serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai
pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak utama pembangunan.
Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam
negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
E.
Dampak
Negatif Kebijakan ekonomi Orde Baru :
Ø Kerusakan
serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber daya alam
Ø Perbedaan
ekonomi antardaerah, antargolongan pekerjaan, antarkelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam.
Ø Terciptalah
kelompok yang terpinggirkan (Marginalisasi sosial)
Ø Menimbulkan
konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
Ø Pembagunan
yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil kalangan
masyarakat, pembangunan cenderung terpusat dan tidak merata.
Ø Pembangunan
hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik,
ekonomi, dan sosial yang demokratis dan berkeadilan.
Ø Meskipun
pertumbuhan ekonomi meningkat tapi secara fundamental pembangunan ekonomi
sangat rapuh.
Ø Pembagunan
tidak merata tampak dengan adanya kemiskinan di sejumlah wilayah yang justru
menjadi penyumbang devisa terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian.
Faktor
inilahh yang selantunya ikut menjadi penyebab terpuruknya perekonomian nasional
Indonesia menjelang akhir tahun 1997.
F.
ANALISA
TEORI PERUBAHAN MASYARAKAT DARI SEGI EKONOMI
Dari
pengertian perubahan sosial itu sendiri apa menyatakan bahwa sebuah gejala
berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu
masyarakat nampaknya terjadi ketika masa pemerintahan Orde baru. Dimana
masyarakat mulai meninggalkan kebiasaan mereka dan mulai menata kehidupan baru
menjadi negara industri. Perubahan terjadi secara progress, yaitu perubahan
kearah yang lebih maju. Munculnya kota-kota industri baru yang mampu merubah
kondisi ekonomi masyarakat sekitar. Terjadi revolusi sosial pada masyarakat
khususnya masayarakat desa.
Berbagai lembaga-lembaga masyarakat akan terpengaruh,
misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan-hubungan keluarga,
stratifikasi masyarakat dan keluarga. Bagi masyarakat agraris, industrialisasi
yang terjadi melalui pembangunan industri didaerahnya, tentunya memberikan
harapan-harapan kepada mereka untuk dapat memanfaatkan keberadaan industri
tersebut, antara lain dengan bekerja pada industri, ataupun memanfaatkan
peluang ekonomi yang lain dari adanya industri, terlebih lagi bila lahan
pertanian yang selama ini menjadi sumber ekonomi masyarakat menjadi hilang
karena digunakan untuk industri.
Pertumbuhan
industri disuatu daerah membuat masyarakatnya memiliki kebiasaan baru dalam
menata kehidupannya. Banyak masyarakat yang menyerbu kota-kota besar yang
terdapat suatu industri untuk bekerja sebagai karyawan dan meninggalkan daerah
asal mereka. Dari prespektif kebudayaan, pelecehan terhadap nilai-nilai luhur
tersebut sangat erat hubungannya dengan perubahan sosial yang terjadi di tanah
air. Perubahan telah membawa beban kultural yang begitu berat pada bahu
masyarakat Indonesia, yang muncul sebagai akibat dari kondisi transisional yang
sedang dihadapi bangsa Indonesia, beriringan dengan semakin maraknya budaya
konsumtif di tengah kehidupan masyarakat. Tatkala pemerintahan Orde Baru
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi bangsa, beban kultural itu langsung
memberati bahu masyarakat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang cukup
mencengangkan pada peroide itu telah membuat kantong pemerintah menjadi membumbung.
Dana yang menumpuk itu selain digunakan untuk membayar utang pada negara-negara
donor, juga dimanfaatkan untuk membangun dan mengembangkan berbagai sarana
masyarakat. Pada saat inilah terjadinya mobilitas sosial vertikal kaum terdidik
secara besar-besaran. Seiring dengan itu
berbagai jabatan yang dipandang strategis diisi pula oleh sejumlah ABRI yang
dikaryakan.
Hal ini
mendorong pula berkembangnya sektor swasta. Bobot beban kultural menjadi
semakin memberat dengan semakin derasnya arus globalisasi dalam kehidupan
masyarakat. Kebijakan pembangunan yang
relatif terbuka telah menyediakan peluang baru bagi masuknya berbagai produk
industri dari negara-negara maju ke tengah denyut jantung kehidupan masyarakat.
Walaupun sebagian besar produk itu baru
dapat dikonsumsi oleh masyarakat perkotaan, tetapi corak kehidupan baru telah
mengalir ke relung-relung kehidupan masyarakat pedesaan. Kemajuan teknologi komunikasi yang menyertai
pengaruh produk industri asing itu telah menjadi sarana penting bagi pengkayaan
gagasan-gagasan masyarakat. Tanpa dirasakan masyarakat Indonesia telah menjadi
objek pasar bagi produk-produk negara asing. Di sini produk itu telah berubah
menjadi sesuatu yang memiliki makna simbolik. Dalam mengkonsumsi suatu produk
orang lebih memetingkan image yang melekat pada produk itu daripada
kegunaannya. Dengan bantuan teknologi informasi yang semakin canggih, produk
industri yang umumnya datang dari negara-negara maju, terutama Amerika,
mengalir deras ke tengah kehidupan masyarakat.
Selain memiliki
nilai guna masyarakat sendiri membangun makna simbolik baru terhadap produk
itu, terutama simbol-simbol yang berkaitan dengan citra kemewahan dan gengsi. Akibat dari kecendrungan konsumerisme akan
produk-produk impor itu beban kultural yang harus dipikul masyarakat semakin
berat, apalagi umumnya masyarakat tidak lagi melihat dirinya sekedar anggota
dari suatu kelompok primordial atau warga negara dari sebuah negara yang
namanya Indonesia, tetapi telah membayangkan kehadiran sebagai warga
dunia.Mengapa citra kemewahan dan gengsi merupakan ciri yang menonjol dari
fenomena konsumerisme. Hal itu sangat berkaitan dengan kebutuhan manusia yang
mengkonsumsi produk industri untuk melakukan display atau pamer pada lingkungan
sekitarnya. Kebutuhan “pamer” itu sendiri pada dasarnya berkaitan erat dengan
tuntutan kehidupan masyarakat industri itu sendiri, yang memang memerlukan
semacam persaingan dalam kehidupannya. Berbagai produk impor maupun lokal yang
dapat memberikan citra mewah dan klasik umumnya diambil sepotong-sepotong dan
itupun diambil bagian permukaannya saja.
Dengan keinginan kuat untuk merengkuh segala
model kehidupan itu membuat beban kultural semakin memberat untuk dipikul,
sementara itu menanggulanginya tidak selalu mudah, terutama karena membutuhkan
dana yang cukup besar. Hidup dalam masyarakat yang terjerat dalam pola hidup
konsumerisme memang sering terasa membebani kehidupan. Beban kultural yang
memberati seakan tidak mungkin untuk dielakkan begitu saja. Pada saat itulah
mental nrabas yang menjadi salah satu ciri masyarakat Indonesia itu mulai
memainkan peranannya.
sip makasih gan
BalasHapussangat bagus dan terimakasih atas semuanya
BalasHapusThanks gan lumayan buat UTS
BalasHapusTerimakasih kak atas materinya semoga bermanfaat bagi semua orang
BalasHapusKontol
BalasHapus