PERAN DAN KEDUDUKAN SIPIL TERHADAP TENTARA
1. Peran
Militer dalam Peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945
Proklamasi, ternyata
didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua.[1]
(Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang
terorganisir. Soekarno
dan Hatta,
dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI ). Dengan cara itu,
pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah
Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka
menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda
menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri.
Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Perbedaan pendapat ini,
mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang
mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta[2].
Peran
militer disini sangat terlihat bukan hanya menjelang hari proklamasi, namun
juga pada saat detik-detik dibacakan proklamasi oleh Soekarno. Karena
penculikan Soekarno-Hatta yang dikenal dengan peristiwa Rengadengklok dapat
berjalan lancar karena mendapat dukungan perlengkapan Tentara Peta dari Cudanco
Latief Hendraningrat yang pada saat itu menggantikan Daidanco Kasman
Singodimejo yang sedang bertugas ke Bandung. Tokoh proklamator itu di ungsikan
ke luar kota degan alasan situasi di kota sangat genting sehingga keamanan
Soekarno-Hatta dikhawatirkan.[3] Pada awalnya pembacaan teks
proklamasi akan bertempat di lapangan ikada, namun kemudian presiden Soekarno
mengusulkan agar upacara proklamasi dilaksanakan dirumahnya di pegangsaan timur
nomor 56.[4]
Pagi
hari tanggal 17 Agustus 1945, rumah Ir. Soekarno telah dipadati oleh pemuda
yang telah berbaris dengan rapi. Untuk menjaga keamanan upacara proklamasi, dr.
Muwardi (kepala keamanan Ir. Soekarno) meminta kepada Cidanco Latief
Hendraningrat untuk menugaskan anak buahnya berjaga-jaga disekitar rumah Ir.
Soekarno. Kondisi politik dan keamanan yang belum stabil mengingat pada waktu
itu pihak Jepang masih berada di Indonesia membuat keamanan dan keselamatan
Ir.Soekarno harus benar-benar terjaga. Untuk itulah pasukan PETA dikerahkan
untuk mengamankan proses berlangsungnya proklamasi.
2.
Pelucutan Senjata Jepang
oleh Militer Indonesia
Setelah Jepang menyerah
kepada sekutu pada tangal 14 Agustus 1945, sekutu menugaskan Jepang untuk
mempertahankan keadaan seperti adanya (status quo) sampai dengan kedatangan
pasukan sekutu ke Indonesia. Di lain pihak Indonesia telah memproklamasikan
kemerdekaannya dan sedang sibuk melakukan upaya perebutan kedaulatan dari
tangan Jepang. Selain itu rakyat juga berusaha untuk memperoleh senjata dari
tangan Jepang. Karena pihak Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya, maka
terjadilah pertempuran dahsyat diberbagai daerah. Proses perebutan kekuasaan
ini berlangsung dari bulan Agustus sampai bulan Oktober. [5]
Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang
hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi,
setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah
pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya,sikap rakyat Indonesia
menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirikan orang-orang
Belanda yang melarikan diri ke Australia setelah Belanda menyerah pada Jepang.
Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia.
Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai
kembali KNIL setelah dilepas Oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan
Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana
terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu. Tugas yang diemban oleh Sekutu
yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI)
ternyata memiliki agenda yang terselubung. Kedatangan pasukan Sekutu justru
diboncengi oleh NICA yang tidak lain adalah orang-orang Belanda yang ketika
Jepang datang melarikan diri ke Australia dan membentuk kekuatan di sana.
Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Dengan
demikian sikap Indonesia yang semula menerima kedatangan Sekutu menjadi penuh
kecurigaan dan kemudian berkembang menjadi permusuhan.
Di beberapa daerah kedatangan sekutu ini memperoleh
reaksi yang keras dari para militer dalam usaha mempertahnkan kemerdekaan
bangsa Indonesi. Di ambarawa Pertempuran ini berlangsung tanggal 20 November
sampai dengan 15 Desember 1945 antara TKR dan pasukan Inggris. Peristiwa itu
berawal dari kedatangan tentara sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945.
Tujuan semula pasukan itu adalah mengurus tawanan perang. Akan tetapi, ternyata
mereka diboncengi oleh NICA yang kemudian mempersenjatai para tawanan.
Di Ambarawa tanggal 20 Oktober 1945 pecahlah
pertempuran antara TKR yang dipimpin Mayor Sumarto dengan tentara Serikat. Dalam
pertempuran itu gugur Letkol Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan
gugurnya Kolonel Isdiman, komando pasukan diambil alih oleh Letnan Kolonel
Sudirman yang saat itu menjabat sebagi panglima divisi Banyumas. Pasukan
Serikat menggunakan para tawanan Jepang yang telah dipersenjatai untuk ikut
bertempur. Mereka juga mengerahkan tank dan senjata berat lainnya.
Pada tanggal 12 Desember 1945, pasukan Indonesia
melancarkan serangan serentak. Setelah bertempur selama empat hari, akhirnya
pasukan Indonesia berhasil mengusir tentara Serikat dari Ambarawa dan memukul
mundur mereka sampai Semarang. Melalui pertempuran ini nama Sudirman mula
terangkat. Ketika terjadi pemilihan pimpinan tentara di Yogyakarta, Sudirman dapat
mengalahkan Urip Somoharjo
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi
gubernur mulai membenahi daerahnya. Tugas pertama yang dilakukan Gubernur
Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan dan membentuk Komite Nasional
Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai dilakukan pembersihan
terhadap tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki gedung-gedung
pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat pasukan Serikat yang
diboncengi oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan Pemuda segera membentuk
TKR di Medan. [6]
Pertempuran pertama pecah tanggal 13 Oktober 1945
ketika lencana merah putih diinjak-injak oleh tamu di sebuah hotel. Para pemuda
kemudian menyerbu hotel tersebut sehingga mengakibatkan 96 korban luka-luka.
Para korban ternyata sebagian orang-orang NICA. Bentrokan antar Serikat dan
rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa kepahlawanan ini kemudia
menjalar ke berbagai kota lain.
Sementara itu pada tanggal 10 Oktober 1945,
dibentuk TKR Sumatera Timur yang dipimpin oleh Achmad Tahir. Selain TKR juga terbentuk
badan-badan perjuangan lain di Sumatra Timur[7].
Inggris memulai aksinya dengan memberikan ultimatum kepada rakyat Indonesia
agar menyerahkan senjatanya kepada sekutu pada tanggal 18 Oktober 1945. NICA
yang merasa memperoleh dukungan bersama dengan pasukn sekutu melakukan teror
sehingga timbullah rasa permusuhan bagi rakyat Indonesia.
NICA juga berusaha menghancurkan konsentrasi TKR di
Trepes, tetapi berhasil digagalkan. Di Tebit tinggi juga diadakan suatu
pertemuan antara komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan ini
akhirnya membentuk Komando Resimen Lakar Rakyat Medan area guna meneruskan
perjuangan di Medan Area.
3. Pembentukan
BKR
Sejak awal kemerdekaan
Indonesia TNI/militer merasa punya andil yang sangat besar terhadap kemerdekaan
Indonesia. Jasa yang besar yang diberikan itu sehingga TNI merasa berhak untuk
ikut terlibat dalam memperoleh kue politik. Meskipun TNI merasa punya andil
besar namun pada mulanmya timbul pertentangan antara para pendiri RI dengan
TNI. Karena para pendiri republic Indonesia merasa kurang yakin bahwa
kemerdekaan ini diperoleh dengan mengandalkan tentara.[8]
Militer Indonesia
memiliki keunikan dibandingkan dengan militer di negara lain, militer Indonesia
membentuk dirinya sendiri melalui perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan
Belanda ataupun Jepang. Perjuangan mendapatkan kemerdekaan membuatnya melakukan
kegiatan kesemestaan, tidak hanya bertempur secara fisik akan tetapi terlibat
dalam penyusunan strategi pendirian bangsa Indonesia. Keunikan inilah menjadikan
peranan militer Indonesia menjadi tidak biasa. Penggalan sejarah kemerdekaan
menjadi legitimasi menjadikan militer tidak hanya menjadi instrumen pertahanan
bangsa dari gangguan kekuatan luar, akan tetapi menjadi bagian penting dalam
pengambilan keputusn politik Indonesia. [9]
Badan Kemanan Rakyat dipimpin oleh Kafrawi. Badan
ini berfungsi :
a) Sebagai penjaga keamanan di masing-masing
daerah.
b) Sebagai badan untuk menolong korban bencana
perang.
Pembentukan BKR menimbulkan rasa tidak puas
dikalangan pemuda. Para pemuda membentuk badan-badan perjuangan sebagai laskar
bersenjata untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. badan-badan perjuangan
tersebut diantaranya: Angkatan Pemuda Indonesia(API), Hisbullah, Sabilillah,
Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi, Pemuda Indonesia Maluku, Barisan Bateng,
dan lain-lain.
Kemudian untuk mempersatukan komando perjuangan,
pemerintah mengeluarkan suatu maklumat tertanggal 5 Oktober 1945 tentang
pembentukan Tentara Keamanan Rakyat(TKR), dan sejak itu BKR berubah menjadi TKR
sedangkan markas besarnya berada di Yogyakarta. Pimpinan tertinggi TKR
diberikan kepada Soepriyadi (kemudian digantikan kolonel Sudirman). Sedangkan
Oeripsoemohardjo terpilih menjadi kepala staf TKR. Pada tanggal 1 Januari 1946
diubah lagi mejadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Perubahan ini bukan hanya
dalam Angkatan Darat tetapi juga dalam Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Kepala
staf TRI-AL dijabat oleh Laksamana Muda Moh. Nazir. Sedangkan Kepolisian Negara
sejak awal kemerdekaan berada dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri. Tetapi
sejak 1 Juli 1946 ditempatkan langsung dibawah Perdana Menteri sebagai jawatan
tersendiri, dan R. Soekanto Tjokroadmodjo sebagai Kepala Kepolisian Negara yang
pertama.
Untuk mempersatukan badan-badan perjuangan, maka
pemerintah membentuk Biro Perjuangan yang berada dibawah Kementrian Pertahanan.
Sejak saat itulah secara struktur Negara, militer dibawah kekuasaan sipil.
Selanjutnya pada 5 Mei 1947 Presiden Soekarno
mengeluarkan Penetapan Presiden yang intinya mempersatukan TRI dengan
badan-badan perjuangan rakyat (badan-badan perjuangan nantinya disebut menjadi
TRI). Kemudian pada tanggal 3 Juni 1946 pemerintah mempersatukan TRI-AD,
TRI-AU, TRI-AL dan kepolisian menjadi Tentara Nasional Indonesia.
4.
Pertahanan militer
dalam aksi polisinil belanda
Seperti yang telah
dijelaskan di atas, militer Indonesia tidak dibentuk dengan instan. Militer di
Indonesia dibentuk dari embrio yang telah ada, antara lain Tentara Sukarela
Pembela Tanah Air (PETA), tentara Hindia Belanda (KNIL) serta badan-badan
perjuangan (laskar). Pada masa ini terjadi kekacauan dimana-mana. Belanda
datang untuk mengambil kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan.
Kedatangan belanda ditandai dengan mendaratnya Inggris bersama tentara
Belanda di Sabang, Aceh pada tanggal 23 agustus 1945. Lalu, Tentara Inggris
selaku wakil Sekutu tiba di Jakarta, dengan didampingi Dr. Charles van der
Plas, wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA
(Netherland Indies Civil Administration – pemerintahan sipil Hindia Belanda)
yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J van Mook.
Kedatangan NICA tersebut
mengawali perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya.
Selanjutnya, yang paling dekat dengan pembahasan ini adalah keterlibatan
Militer dalam mempertahankan kemerdekaan ini. Yang disebut suhartono sebgaai
periode Aksi. Sebuah periode yang sangat menonjolkan peran militer sebagai
pihak yang berjasa dalam mempertahankan kemerdekaan.
Salah satu dari peran
militer ini adalah ketika belanda melancarkan agresi, baik agresi yang pertama
maupun yang kedua. Menghadapi agresi ini, militer Indonesia mengembangkan
“Sistem Wehrkreise” yang pada intinya membagi daerah pertempuran dalam
lingkaran-lingkaran (kreise) yang memungkinkan satuan-satuan militer secara mandiri
mempertahankan (wehr) lingkaran pertahanannya.
Kemandirian pertahanan melingkar ini
dilakukan dengan melakukan mobilisasi kekuatan rakyat dan sumber daya yang
berada di lingkaran pertahanan tertentu. Sistem Wehrkreise ini
kemudian dilengkapi dengan dalil-dalil perang gerilya sebagai bentuk
operasional taktik militer di medan pertempuran. Sistem ini pertama kali
digunakan oleh Divisi I/Siliwangi di Jawa Barat yang dipimpin oleh Kolonel A.H.
Nasution dan Divisi II/Sunan Gunung Jati di Jawa Tengah yang dipimpin Kolonel
Gatot Subroto. Konsepsi baru ini diadopsi oleh Panglima TNI Jenderal Sudirman
melalui Perintah Siasat No.1. Perintah siasat ini menginstruktikan pembentukan
kantong-kantong di setiap distrik militer yang diselenggarakan oleh suatu Wehrkrise
sehingga seluruh pulau akan menjadi suatu medan perang gerilya yang besar.
[10]
[1] secara psikologis golongan tua lebih bersikap hati-hati dan penuh
perhitungan dalam bertindak, sehingga dimata anak muda dianggap kurang cepat
bertindak. Sementara itu golongan muda inginya sesuatu yang cepat yang bagi
golongan muda itu merupakan tindakan yang ceroboh (Cahyo Budi Utomo: 1995: 212)
.
[3] (Habib Mustopo: 2005: 8)
[4] lapangan ikada adalah lapangan umum sehingga dimungkinkan dapat
menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan pihak militer Jepang.
[5] Habib Mustopo: 2005: 8)I
[6] http://amalnileutuan.wordpress.com/sejarah-indonesia/
[7] Badan-badan perjuangan ini sejak 15 Oktober 1945, bergabung menjadi
Pemuda Republik Indonesia Sumatra timur. Setelah terbentuk partai-partai
politik, terbentuk juga lascar-laskar perjuangan baru seperti Napindo, Barisan
Merah dll. (Habib Mustopo: 2005: 8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar